Home » » Moral Guru

Moral Guru

Written By Aflach Perdana Putra on Rabu, 19 Januari 2011 | 19.50

MORALITAS GURU
A.    Guru
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. (UU Guru dan Dosen Pasal 1, point 1).
Sedangkan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi guru adalah: “orang yang pekerjaan, mata pencaharian atau profesinya mengajar”. Guru merupakan sosok yang mengemban tugas mengajar, mendidik, dan membimbing, serta menurut A. Malik Fadjar, ”Guru itu berdampak abadi, ia tidak pernah tahu, dimana pengaruhnya itu berhenti”. (A teacher effects eternity, he can never tell where his influence stops). (Mujtahid. 2009: 33).
Menurut Moh. Uzer Usman, guru adalah jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Guru juga bisa dikatakan sebagai bagian dari masyarakat yang mempunyai tugas unik, dan pada hakikatnya guru berhadapan dengan peserta didik calon guru. Guru yang mendidik calon guru mempunyai tugas dan tanggung jawab lebih besar lagi. (Mujtahid. 2009: 34-35).
Serta guru (tenaga kependidikan) dalam pendapat lain dapat diartikan sebagai anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. (UU Sisdiknas Pasal 1 ayat 5).

B.     Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. (UU Sisdiknas Pasal 1 point 4).
Peserta didik juga bisa disebut sebagai pribadi yang otonom (punya kebebasan atau hak penuh untuk mengembangkan potensi dirinya).

C.    Peran Guru dalam Pembelajaran
Guru disebut sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran guru antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemicu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik. (UU Guru dan Dosen Pasal 4 penjelasannya). Serta guru memainkan peran sebagai “aktor atau aktris pendamping atau aktris pameran utama”, dan sekaligus membesarkan hati para pembelajar yang untuk sementara menjadi “figuran”. Guru adalah “aktor intelektual” yang selalu ada di belakang layar, ia semacam “provokator” yang Tut Wuri Handayani.
Guru dirasakan kehadirannya, ia dikenal luas justru karena tidak menganggap penting lagi popularitas, kedudukan dan kekuasaan (politik). (Andreas Harefa. 2005: 76-77).
Zacharie mengatakan sebagaimana dikutip Arikunto bahwa guru adalah “the bottom line of success of failure”.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru memiliki tiga tugas utama, yaitu: merencanakan, melaksanakan pembelajaran, dan memberikan balikan. Tugas merencanakan adalah tugas untuk mendesain dan mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan apa yang akan dilakukan dalam proses belajar mengajar yang meliputi penentuan tujuan yang hendak dicapai, penyiapan materi yang akan diajarkan. Pemilihan metode yang tepat, dan penyiapan perangkat evaluasi untuk melihat keberhasilan proses belajar mengajar yang dilakukan. Tugas melaksanakan pengajaran adalah implikasi dan aplikasi dari apa yang telah direncanakan sebelumnya oleh guru dengan menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar yang kondusif. Sedangkan tugas memberikan balikan adalah tugas untuk membantu siswa dalam memelihara minat dan antusiasnya dalam melaksanakan tugas belajar. (Mujtahid. 2009: 52-53).
Dari peran para guru dituntut untuk dapat membangun interaksi sebaik mungkin dengan siswa sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan dan selalu memotivasi siswa untuk terus belajar. (Mujtahid. 2009: 53)  

D.    Contoh Guru di Era Globalisasi
Guru adalah pelaku perubahan. Gagasan ini menjadikan guru harus peka dan tanggap terhadap berbagai perubahan, pembaharuan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sejalan dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman. Di sinilah tugas guru semestinya harus senantiasa mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan, meningkatkan kualitas pendidikannya hingga apa yang diberikan kepada peserta didiknya tidak lagi terkesan ketinggalan zaman. Bahkan tidak sesederhana itu saja, ciri guru ideal di era globalisasi seperti saat ini perlu tampil sebagai pendidik, pengajar, pelatih, inovator dan dinamisator secara sekaligus dan integral dalam mencerdaskan anak didiknya.
Salah satu indikator utama unggul tidaknya sebuah sekolah adalah ditentukan dari faktor mutu guru. Guru dituntut memiliki profesionalisme di bidangnya. Artinya guru tidak hanya harus memiliki pengetahuan yang luas tentang bidang yang ajarnya, namun seluruh komponen yang berkaitan dengan pendidikan harus ada pada diri para guru itu sendiri. Hal itu pula didasarkan atas asumsi bahwa persoalan peningkatan mutu pendidikan tentu bertolak pada karakter seorang pendidik. Oleh sebab itu, semakin banyak guru yang berkualitas di suatu sekolah, tentu akan semakin berkualitas pulalah sekolah tersebut.
Sosok guru merupakan hal paling utama bagi keberhasilan suatu sistem pendidikan. Di tengah kemajuan zaman dan tantangan yang semakin pesat, idealnya guru harus terus belajar, kreatif mengembangkan diri dan terus menyesuaikan pengetahuan dan cara mengajarnya dengan penemuan-penemuan kontemporer. Namun, realitas yang ada pada umumnya guru sulit untuk selalu semangat mengembangan kepribadiannya. Bahkan sekedar untuk mengikuti berbagai macam kursus, seminar, pelatihan dan kegiatan semacamnya.
Cara mengajar yang sekedar duduk di depan kelas sesungguhnya menjadi tanda kurannya dinamisme sebagai seorang pendidik sejati. Bisa jadi ini hanya sebuah simbolis dan tidak mewakili sosok guru seutuhnya secara keseluruhan. Jika demikian adanya, seakan jauh rasanya seorang guru dapat menciptakan pembelajaran yang produktif dan profesional. Padalah guru juga memiliki tanggungjawab dalam memodifikasi proses integrasi dan optimalisasi sistem pendidikan di sekolah. Harapannya, dapat memberikan peran yang sangat signifikan bagi proses pembentukan kepribadian siswa yang kokoh yakni intelektual, moral dan spiritual.
Seorang pendidik seharusnya dapat menciptakan sistem pendidikan di sekolah yang efektif, praktis dan operasional
Meskipun tampaknya guru sulit untuk dapat berubah dalam waktu singkat, namun guru terlanjur mengemban peran istimewa dalam masyarakat sebagai pelaku perubahan. Guru bukan sekedar pelaku perubahan yang menggerakkan roda transformasi sosial dalam masyarakat. Lebih dari itu, guru memiliki peranan utama sebagai pendidik karakter suatu masyarakat. Bukan sekedar mengubah hidup siswa, namun juga memperkokoh kepribadian siswa yang memiliki nilai-nilai sebagaimana yang diharapkan dalam masyarakat.

E.     Analisa Kasus merupakan perbandingan dasar-dasar hukum di bawah ini dengan fakta
No.
Fakta
Teori
Hasil
1.
Pak Guru tidak bisa menahan marahnya (tidak bisa mengendalikan dirinya) dan nekat melayangkan tendangan kaki kirinya ke arah anak didik
UU Sisdiknas Pasal 1 ayat 1
-    Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
-
2.
Guru menendang wajah peserta didiknya hingga bibirnya sobek dan berdarah
UU Sisdiknas Pasal 3
-    Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 
-
3.
Kasus penganiayaan di dalam kelas saat sang guru menjadi pengawas selama proses ujian
UU Sisdiknas Pasal 40 ayat 2 Point c
-    Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. 
-
4.
Guru melakukan penganiayaan ringan
UU Sisdiknas pasal 20 Point d
-    Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika.
-
5.
Guru memberikan hukuman pada peserta didik yang melanggar peraturan dengan menendang wajah peserta didiknya hingga bibirnya sobek dan berdarah
PP./74/2008 Pasal 39 point 1 dan 2
1.      Guru memiliki kebebasan memberi sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya.
2.      Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan
-
6.
Guru jengkal hingga menendang peserta didiknya di dalam kelas
Permendiknas/16/2007 tentang Standar Kompetensi Guru. No. 12 dan 13
-    Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak muli dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat
-    Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, arif dan berwibawa
-

Keterangan:
  1. Tidak sesuai dengan UU Sisdiknas Pasal 1 ayat 1, karena bila dikaitkan dengan peran guru sebagai agen pembelajaran yakni sebagai inspirasi, maka guru yang tidak bisa mengendalikan dirinya seperti fakta kasus tersebut akan menjadi contoh bagi peserta didik yang lain. Sehingga secara tidak langsung dapat membentuk pribadi peserta didik yang tidak dapat mengendalikan dirinya. Maka dari itu tujuan dari pendidikan akan sulit terlaksana dengan baik.
  2. Tidak sesuai dengan UU Sisdiknas Pasal 3, karena perilaku guru tersebut tidak mencerminkan pribadi yang berakhlak mulia, maka akan menjadi contoh yang tidak baik bagi peserta didiknya sehingga secara langsung maupun tidak langsung membentuk kepribadian peserta didik yang tidak berakhlak mulia, dan secara otomatis bisa dikatakan bahwa fungsi dari pendidikan tidak berfungsi dengan baik.
  3. Tidak sesuai dengan UU Sisdiknas Pasal 40 ayat 2 Point c, karena fakta kasus guru tersebut merupakan bukan memberi teladan yang baik, dan tidak menjaga nama baik lembaga, karena dengan adanya kasus tersebut dapat menggeser nama baik lembaga serta tidak menjaga nama baik profesinya sebagai guru, dan kedudukannya sesuai dengan kepercayaan yang diberikan padanya, yakni pada kasus guru diberi kepercayaan sebagai pengawas ujian.
  4. Tidak sesuai dengan UU Guru dan Dosen Pasal 20 point d, karena pada fakta kasus guru tersebut, sang guru melakukan penganiayaan yang sifatnya ringan kepada peserta didiknya, dan itu termasuk pelanggaran hukum serta kode etik guru dan juga nilai-nilai agama dan etika.
  5. Tidak sesuai dengan PP/74/2008 Pasal 39 point 1 dan 2, karena fakta pada kasus guru tersebut, yakni pemberian sanksi oleh guru kepada peserta didiknya yang peraturan dengan sanksi yang tidak bersifat mendidik
  6. Tidak sesuai dengan Permendiknas/16/2007 tentang Standar Kompetensi Guru No. 12 dan 13 karena fakta pada guru tersebut yakni tidak menampilkan pribadi diri yang berakhlak mulia dan tidak memberi teladan yang baik kepada peserta didiknya. Dan itu terjadi karena pribadi guru yang tidak stabil, tidak dewasa, serta tidak punya sikap wibawa.  

F.     Solusi
Seorang guru seharusnya bisa mengendalikan diri untuk tidak berbuat sesuatu yang dapat merugikan orang lain dengan lebih mengedepankan kewibawaannya, yakni dengan menstimulus diri pada 3 hal: yang pertama, percaya bahwa dirinya bisa mendidik dan juga percaya bahwa peserta didik dapat dididik, yang kedua yaitu kasih sayang berupa penyerahan diri serta pengendalian diri terhadap yang disayangi, dengan adanya penyerahan diri maka pendidik akan bersedia berkorban dalam bentuk pengabdian diri dalam kerjanya sebagai pendidik, serta pengendalian yang dimaksudkan agar yang disayangi (peserta didik) tidak melakukan hal yang dapat merugikan dirinya. Dan yang ketiga adalah kemampuannya mendidik yang dimaksudkan adalah pengkajian ilmu pengetahuan kependidikan yang dimilikinya serta dapat mengamalkannya dalam proses pembelajaran.
Dalam hal menahan emosinya (pengendalian diri) dapat diantisipasi dengan guru memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang sifatnya mendidik bukan lebih kepada luapan emosi.  
Bagi guru tersebut bisa diberikan sanksi yang sifatnya peneguran untuk membuat guru tersebut tidak mengulangi perbuatan itu, atau bisa dengan memberikan pengarahan-pengarahan yang berarti.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts



 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. GUS AFLACH - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger