Home » » Etika Mengurus Janazah

Etika Mengurus Janazah

Written By Aflach Perdana Putra on Rabu, 19 Januari 2011 | 20.07


Etika Mengurus Janazah
Apabila ada seorang muslim meninggal dunia, hendaklah segera kita mengunjungi keluarga yang ditinggalkannya untuk ikut berbela sungkawa atas musibah yang menimpanya. Selanjutnya ikut melaksanakan kewajiban terhadap jenazah karena mengurus jenazah itu hukumnya fardhu kifayah yang dibebankan kepada semua umat Islam. Kewajiban muslim terhadap jenazah ada 4 hal, yaitu: memandikan, mengkafani, menshalati, dan mengubur. Dalam hal menshalati apabila ada seseorang yang telah menyalatkan maka dianggap cukup. Akan tetapi bila tidak seorangpun melaksanakannya maka berdosalah seluruh umat Islam di daerah itu.

A.    Memandikan Jenazah
1.      Hukum Memandikan Jenazah
Hukum memandikan jenazah menurut Jumhur ‘Ulama adalah fardhu kifayah. Bila telah dilakukan oleh sebagian orang dalam suatu daerah, maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf di daerah tersebut.
Jenazah yang wajib dimandikan adalah muslim yang tidak gugur dalam peperangan di tangan orang kafir karena mereka yang gugur tersebut termasuk mati syahid. Sehingga tidak perlu dimandikan dan juga dishalati. Kepada mereka hanya wajib mengkafani dan mengubur tanpa dibasuh sedikitpun. Walaupun dalam keadaan junub. Demikian golongan Maliki dan lebih sah sari mazhab Syafi’i juga pendapat Muhammad dan Abi Yusuf.
Hadits Nabi saw.
قالرسول الله صلى الله عليه و سلم: لا تغسلوا هم فإنّ كلّ جرح او دم يفوح مسكا يوم القيامة (رواه احمد)
“Rasulullah saw bersabda: janganlah kamu memandikan, karena setiap luka atau setiap tetes darah akan semerbak dengan dengan bau yang wangi pada hari kiamat” (HR. Ahmad)

2.      Cara Memandikan Jenazah
Dalam memandikan jenazah, yang wajib adalah meratakan air ke seluruh tubuhnya satu kali walaupun ia sedang junub, mayat sebaiknya ditaruh di tempat yang agak tinggi. Pakaiannya ditanggalkan dan diletakkan sesuatu yang menutup auratnya, dalam hal ini Imam Syafi’i berpendapat bahwa yang lebih utama memandikannya dengan memakai kemeja tipis sehingga tidak menghalangi masuknya air ke tubuh. Hal ini karena Nabi saw dimandikan dengan memakai kemeja. Namun yang lebih kuat adalah bahwa memakai kemeja itu khusus bagi Nabi saw, menanggalkan pakaian jenazah kecuali sekedar menutupi aurat itu lebih umum.
Orang yang boleh menyaksikan pada saat jenazah dimandikan adalah mereka-mereka yang diperlukan kehadirannya. Dan orang yang memandikan hendaknya jujur, sholeh dan dapat dipercaya agar dapat menerangkan mana-mana yang baik dan menutupi mana-mana yang buruk. Dia wajib niat untuk memandikan jenazah, kemudian mulai memijat perut perlahan-lahan agar kotoran yang ada dapat dikeluarkan serta membersihkan najis yang ada pada anggota badan. Ketika hendak membersihkan auratnya hendaklah melapisi tangannya dengan kain kemudian mewudhukan jenazah itu. Setelah itu dimandikan 3 kali dengan air atau sabun, dengan air bidara yang dimulai dari bagian kanan kalau 3 kali belum cukup maka sebaiknya 5 atau 7 kali karena Nabi pernah bersabda kepada kepada para wanita untuk memandikan jenazah secara ganjil, yaitu 3, 5, atau 7. Boleh juga lebih bila dianggap perlu.

B.     Mengkafani Jenazah
Hukum mengkafani mayat itu adlah fardu kifayah, atas orang yang hidup. Kafan diambil dari harta si mayit sendiri jika ia meninggalkan harta, kalau ia tidak meninggalkan harta maka kafannya menjadi kewajiban orang yang wajib memberi belanjanya ketika ia hidup. Kalau orang yang memberinya belanja tidak mampu hendaknya diambilkan dari baitul mal, dan diatur menurut hukum agama Islam. Jika baitul mal tidak ada atau tidak teratur maka yang menjadi kewajiban atas keperluan mayat adalah orang muslim yang mampu.
Untuk orang laki-laki kafannya sekurang-kurangnya satu lembar kain yang menutupi badan mayat. Tapi sebaliknya mayat laki-laki 3 lapis kain. Tiap-tiap lapis menutupi seluruh badannya. Sebagian ulama berpendapat bahwa salah satu dari 3 lapis itu terdiri dari izar (kain mandi) sedangkan yang 2 lapis untuk menutupi badannya.
Cara Mengafani
Dihamparkan sehelai-helai dan di atas tiap lapis itu ditaburi wangi-wangian seperti kapur barus, lalu mayat diletakkan di atasnya, kedua tangannya diletakkan di atas badannya, tangan kanan di atas tangan kiri, atau kedua tangan itu diluruskan menurut lambungnya. Diriwayatkan:
عن عائشة كنف رسول الله عليه و سلم: فى ثلاثة اثواب بيض سحو اليه من كرسف ليس فيها قميص ولا عمامة (متفق عليه)
“Dari ‘Aisyah: Rasulullah dkafani dengan tiga lapis kain putih bersih yang terbuat dari kapas (katun) tanpa memakai gamis dan surban” (Muttafaq ‘Alaih)

Seorang laki-laki yang meninggal dunia dalam ihram haji atau umrah tidak boleh diberi harum-haruman dan juga tidak boleh ditutupi kepalanya.
Untuk mayat perempuan kain kafannya sekurang-kurangnya selapis kain yang menutupi seluruh badan mayat sebaiknya dikafani dengan 5 lembar kain yang terdiri dari basahan (kain bawah), baju, tutup kepala (kerudung) cadar yang menutupi seluruh badannya.
Cara Mengafani
Mula-mula dipakaikan kain basahan, baju, tutup kepala (kerudung) cadar, kemudian dimasukkan ke dalam kain yang meliputi seluruh badannya. Diantara beberapa lapisan kain tadi sebaiknya diberi wangi-wangian, misalnya kapur barus.

C.    Menyalati Jenazah
Jenazah seorang muslim yang sudah dikafani dengan baik, maka terus dishalati. Para imam ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati jenazah itu hukumnya fardhu kifayah, kewajiban menyalati jenazah itu hukumnya fardhu kifayah. Kewajiban menyalati jenazah berdasarkan hadits Nabi:
عن ابن عمر رضي الله انّ النّبيّ صلّى الله عليْه و سلّم قال: صلّوا على منْ قال لا اله الاّ الله و صلّوا وراء منْ قال لا اله الا الله (رواه الطبراني)
 “Dari Ibnu Umar r.a bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: “Salatkan olehmu orang-orang yang mengucap kalimat “laa ilaha illallah” dan salatlah kamu di belakang orang yang mengucapkan kalimat “laa ilaha illallah”. (HR. at-Thabrani)
1.      Syarat dan Rukun Shalat Jenazah
Shalat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu diantaranya teidak dipenuhi, maka shalatnya tidak sah menurut syara’. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:
Shalat jenazah termasuk di dalamnya ibadah shalat, maka syarat-syaratnya pun sama dengan yang telah diwajibkan pada shalat fardhu lainnya, baik berupa kesucian yang sempurna atau bersih dari hadats besar maupun kecil, menghadap kiblat, dan menutup aurat. Perbedaannya dengan shalat jenazah ini ia dapat dilakukan pada waktu kapan saja ketika ada jenazah. Bahkan menurut golongan Hanafi dan Syafi’i, shalat ini boleh dilaksanakan pada waktu-waktu terlarang, akan tetapi Ahmad, Ibnu Mubarok dan Ishak memandang makruh melakukan shalat jenazah pada waktu terbitnya matahari, waktu istiwa’ dan saat terbenamnya. Kecuali jika dikhawatirkan jenazah akan membusuk.
Adapun rukun-rukun adalah sebagai berikut:
a.       Niat melaksanakan shalat jenazah
b.      Berdiri bagi yang mampu
Ini merupakan pendapat jumhur ulama. Maka tidak sah menyalatkan jenazah sambil duduk atau berkendaraan kalau tidak udzur. Dalam kitab Al-Mughni dikatakan: “Tidak boleh menyalatkan jenazah ketika sedang berkendaraan, karena itu menghalangi sikap berdiri yang diwajibkan.” Iman Syafi’i juga berpendapat demikian, termasuk Abu Hanifah dan Tsauri tanpa ada yang menentangnya. Disunatkan menggenggam tangan kiri dengan tangan kanan pada saat berdiri sebagaimana yang dilakukan dalam shalat fardhu biasa.
c.       Membaca takbir 4 kali
d.      Membaca surat al-Fatihah, dilanjutkan dengan takbir yang kedua
e.       Membaca shalawat atas nabi Muhammad saw dilanjutkan dengan takbir ketiga
f.       Mendoakan jenazah, dilanjutkan dengan takbir keempat
g.      Membaca doa setelah takbir keempat
h.      Mengucapkan salam.
D.    Tentang Pemakaman Jenazah
Apabila dalam perawatan jenazah sudah cukup, maka dilaksanakan segera membawa jenazah ke tempat peristirahatan yang terakhir dalam kehidupan akhirat, yaitu kuburan. Usahakan jangan terlalu lama membiarkan jenazah di rumahnya, hendaklah secepatnya membawa ke tempat pemakaman. Dalam pengurungan jenazah yang tempatnya tidak jauh dari tempat pemakaman, maka biasanya menggunakan usungan (pendusan) apabila rumahnya jauh dari tempat pemakaman misalnya di luar kota tidak boleh menggunakan ambulance atau keranda jenazah. Hendaklah diciptakan suasana yang tenang atau boleh berdzikir pelan-pelan atau berdoa untuk jenazah dan cukup dalam hati.
1.      Liang Kubur
Dalam pembuatan liang kubur ini ada dua cara, yaitu:
a.       Dengan cara tempat mayit berada di tengah-tengah liang kubur;
b.      Dengan cara yang disebut liang lahat(liang landak) yaitu tempat mayit berada di luar dinding liang kubur secukupnya, mayit itu miring atau secukupnya orang memasukkan mayit ke dalam liang lahat tersebut tidak mengalami kesulitan.
Jika tanah yang digali itu ternyata berair atau mudah longsor atau hancur maka diperbolehkan menggunakan peti, adapun posisinya tetap miring dan menghadap kiblat dan diberi bantalan tanah. Sedangkan ukuran panjang lebarnya kubur serta dalamnya sebagai berikut:
1)      Panjang liang kubur adalah tergantung panjangnya mayit yang akan dimakamkan
2)      Dalamnya liang kubur kurang lebih 150 cm atau lebih sempurnanya adalah 200 cm
3)      Lebarnya kurang lebih 80 cm
2.      Cara Memasukkan Mayit ke dalam Kubur
a.       Hendaknya jenazah dimasukkan dari arah kakinya
b.      Hendaknya posisi jenazah miring dan membujur ke utara serta wajahnya menghadap kiblat dengan diberi ganjal tanah agar tidak terbalik. Ketika memasukkan mayit tersebut disuruh membaca doa sebagai berikut:
بسم الله وعلى ملّة رسول الله
“Dengan menyebut asma Allah dan atas agama Rasulullah saw”. 

c.       Melepas tali pengikat kafan, kemudian pipinya yang sebelah kanan ditempelkan ke tanah, kemudian ditutup dengan bambu atau papan kemudian ditimbuni tanah sampai permukaan tanah. Setelah itu diberi tanda dengan dua batu nisan untuk mempermudah bagi keluarga yang berdziarah.
3.      Talqin di atas Kubur
Talqin di atas kubur juga ditujukan untuk menasehati orang-orang yang turut mengantarkan jenazah yang telah dikuburkan agar lebih meningkatkan amal shaleh atau amal perbuatan yang banyak mengandung pahala untuk mempersiapkan bekal dalam menghadapi kehidupan yang panjang yaitu kehidupan di alam akhirat nanti.
Rasulullah saw bersabda:
إذا مات أحد من إخوانكم فسو يتم التراب على قبره فليقم أحدكم على رأس قبره ثم ليقل : يا فلان ابن فلان فإنّه يسمعه
“Apabila telah mati diantara saudara kalian maka ratakanlah tanah yang ada di atas kuburnya, kemudian berdirilah kalian di atas arah kepala kuburnya, lalu katakanlah: “Ya fulan bin fulan, maka yang demikian itu mayit mendengarkannya”.   






BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1.      Etika dalam mengubur dan menghadapi jenazah ada 4 , yakni memandikan, mengkafani, menyalati dan mengubur;
2.      Mengurus jenazah dibebankan kepada orang muslim yang ada di daerahnya;
3.      Hukumnya mengurus jenazah fardu kifayah.








DAFTAR PUSTAKA

Ritonga, A. Rahman, Zainuddin, Fiqih Ibadah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997
Ritonga, A, Rahman, Penyelenggaraan Jenazah menurut Tuntunan Rasulullah saw, Bukittinggi, Pustaka Indonesia, 1990
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts



 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. GUS AFLACH - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger