BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Islam merupakan sebuah pendidikan yang harus dilakukan secara sadar untuk mencapai tujuan yang jelas melalui syari’at Islam. Pendidikan Islam adalah universal dan hendaknya diarahkan untuk menyadarkan manusia bahwa dirinya adalah hambah tuhan yang berfungsi menghambahkan diri kepadanya. Jadi pendidikan Islam adalah menyadarkan manusia agar dapat mewujudkan penghambaan diri kepada Allah Swt sang pencipta baik secara sendiri-sendiri, maupun secara bersama-sama.
Dan jika kita lihat akhir-akhir ini penyimpangan-penyimpangan pada diri kaum muslimin sudah tidak pandang bulu bahkan di unit-unit pendidikan yang bernuansa islami saja sudah mulai rapuh dan megalami perubahan-perubahan dan contoh yang sangat kongkrit, adalah pondok-pondok pesantren sebagai tempat untuk mencetak kader-kader yang islami. Kini sudah berubah dengan ditandainya yang pertama dilihat dari segi tingkah lakunya sebagian besar sudah tidak mencerminkan layaknya seorang santri dan yang kedua ditandai dengan seringnya para santri yang tidak lagi mentaati peraturan-peraturan yang telah ditentukan atau di tetapkan dan bahkan ada yang langsung diserahkan kepada orang tuanya.
Oleh karena itu kami merasa terpanggil, terketuk dalam sanubari ini sebagai insan muslim yang tanggap akan perkembangan zaman yang tidak dapat terbendung atau lebih dikenal dengan Era Globalisasi dan Modernisasi. Berangkat dari itu sengaja penulis dalam pembuatan paper mengangkat judul “ Tantangan Pendidikan Islam dalam Era Globalisasi dan Modernisasi”
B. Rumusan Masalah
Setelah penulis amati dari latar belakang masalah di atas maka timbullah beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Seperti apakah pendidikan yang bercorak islami !
2. Mampukah pendidikan Islam bertahan di Era Globalisasi seperti ini ?
3. Bagaimanakah cara mempertahankan pendidikan Islam dari tantangan perubahan !
C. Tujuan Pembahasan
Sebelum melangkah lebih jauh maka penulis akan memaparkan tujuan pembahasan diantaranya sebagai berikut :
1. Penulis ingin mengetahui lebih luas dan mendalam tentang bagaimana pendidikan islam yang sebenarnya.
2. Untuk mengetahui sampai sejauh mana pengaruh budaya-budaya barat terhadap perkembangan pendidikan Islam.
3. Untuk menjelaskan dan menginformasikan kepada masyarakat Islam khususnya agar lebih berhati-hati atau mawas diri dalam menghadapi tantangan zaman yang samakin global.
D. Metodologi
1. Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam pembahahasan paper ini menggunakan bahan-bahan buku perpustakaan.
2. Analisa Data
Dalam penulisan paper ini penulis menggunakan beberapa metode kwalitatif yaitu :
a. Metode Induktif : Yaitu cara pembahasan yang dimulai dengan mengemukakan fakta-fakta yang bersifat khusus kemudian dari fakta-fakta tersebut diambil kesimpulan yang bersifat umum.
b. Metode Deduktif : Yaitu dimulai dari fakta-fakta yang bersifat umum kemudian dikemukakan fakta-fakta yang bersifat khusus.
c. Metode Leteratur : Yaitu dengan mencari data dari buku-buku yang dipergunakan sebagai dasar penyusunan.
d. Metode Dokumentasi : Yaitu megamobil keterangan dari data-data yang telah ada.
E. Sistematika Pembahasan
Dalam pembahasan paper ini penulis menggunakan sistematika sebagai beikut :
Adapun dari pepar ini terdiri dari lima bab yaitu :
Bab I : Pendahuluan
Dalam bab ini bagian-bagiannya adalah latar belakang masalah, rumusan masalah, penegasan judul, tujuan pembahasan, metodologi yang terdiri dari sumber data dan analisa data dan sistematika pembahasan.
Bab II : Pendidikan Islam
Dalam bab ini meliputi pengertian pendidikan Islam, sejarah perkembangan Islam, jenis-jenis pendidikan Islam dan lembaga-lembaga pendidikan Islam.
Bab III : Islam dan Perubahan
Memuat tentang Islam dari tantangan perubahan, pendidikan Islam dan perubahan sosial.
Bab IV : Analisa data dan Solusi Masalah
Berisi tentang upaya mempertahankan pendidikan Islam, pemahaman ulang dan tanggapan.
Bab V : Penutup
Merupakan kesimpulan dari penjelasan-penjelasan di atas beserta saran-saran dan penutup.
BAB II
PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Pendidikan Islam
“Islam” berasal dari bahasa Arab yang berarti “patuh atau tunduk” pendidikan Islam merupakan kegiatan dan upaya penyadaran diri terhadap peserta didik yang harus diwariskan dari generasi kekenerasi pendahulunya. Sebut saja orang tua. Telah lamah pendidikan semacam ini diselenggarakan baik secara resmi dalam sekolah ataupun diluar sekolah. Ketika mendirikan lembaga pendidikan, misalnya mereka mengawal kegiatannya iu dengan gerak keinginan. Lalu mungkin membicarakan dengan pihak lain dan merencanakannya. Upaya dilanjutka dengan merealisasikannya dan mengawalinya dengan cermat agar mendapatkan hasil yang maksimal. Rangkaian kegiatan yang menyeluruh ini, disebut sebagai manajemen pendidikan, istilah manajemen ini dipergunakan diberbagai sektor kegiatan dan ternyata terus menjalani perkembangan yang begitu pesat.
Islam sebagai agama wahyu mengandung ajaran-ajaran yang bersifat universal dan eksternal serta men mencakup seluruh aspek kehidupan. Dengan ajaran-ajaran tersebut Islam menuntun manusia untuk meningkatkan harkat dan martabatnya agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dengan demikian ajaran islam serat dengan nilai-nilai bahkan konsep pendidikan akan tetapi semua itu masih bersifat subyektif dan transendental. Agar menjadi sebuah konsep yang obyektif dan membumi perlu didekati dengan pendekatan keilmuan. Atau sebaliknya perlu disusun paradigma Islam yang serat dengan nilai-nilai pendidikan.
Penilaian semacam ini kiranya saat ini memiliki momentum yang tepat karena dunia pendidikan sedang menghadapi krisis konseptual. Disamping karena begitu cepatnya terjadi perubahan sosial yang sulit diprediksi, juga karena intervensi pemikiran non kependidikan seperti ekonomi dan politik kedalam pendidikan yang tak dapat dihindarkan, akibatnya banyak orang yang tidak puas terhadap sistem pendidikan konvensional dan formal akhirnya mencari solusi lain, misalnya memunculkan gagasan “Masyarakat tanpa Sekolah”, “Pendidikan tanpa Batas” , “Pendidikan yang membebaskan” dan “ Pendidikan untuk kaun Tertindas”.
B. Sejara Perkembangan Islam
Dikala umat Islam didalam kegelapan dan kehilangan pegangan hidup maka lahirlah seorang bayi laki-laki di muka bumi mereka berasal dari keluarga yang sangat sederhana yang nantinya akan membawa perubahan besar dalam peradapan di atas bumi ini, bayi laki-laki ini bernama Muhammad bin Abdullah. Beliau sudah menjadi anak yatim semenjak dalam kandungan.
Beliau dilahirkan pada tahun Gajah karena pada saat itu ada pasukan gajah besar yang mengendarai gajah yang ingin menghancurkan Ka’bah tetapi Allah Swt tidak mengizinkannya. Kira-kira umur 12 tahun Nabi Muhammad di ajak pamannya yaitu Abdul Mutholib untuk pergi ke Syam dengan tujuan untuk berdagang, di tengah perjalanan beliau berjumpa dengan seorang Pendeta yang bernama Bahirah dan dia menyatakan kelak Muhammad akan menjadi seorang Nabi dan Rasul yang ditunggu-tunggu masyarakat Arab.
Tahun berganti tahun hari berganti hari Muhammad telah menjadi seorang yang dewasa cerdas dan tampan, kemudian dia berumah tangga dengan seorang janda kaya raya yang bernama siti Khodijah dan beliau mendapatkan wahyu melalui malaikat Jibril yang datangnya dari Allah, wahyu yang pertama adalah Surat Al-Alaq dan dengan turunnya wahyu yang pertama ini Muhammad sudah resmi menjadi Nabi dan Rasul. Wahyu yang kedua adalah surat Al-Mudastir dengan turunnya wahyu yang kedua ini beliau disuruh untuk menyampaikan risalah-risalah yang telah diturunkannya.
Setelah menerima wahyu yang kedua beliau melakukan dakwah baik secara sembunyi-sembunyi maupun dengan terang-terangan. Dakwah terbuka pertama yang dilakukan diatas Bukit Sofa, dalam pertemuan itu Nabi menjelaskan bahwa dia diutus untuk menyampaikan berita yang isinya perintah menyembah Allah Swt. Dan meninggalkan berhala. Tetapi kaum Qurais tidak percaya sama sekali. Kemudian Nabi mengadakan pertemuan yang kedua kalinya dengan keluarganya Nabi di Bukit Sofa, diikuti sekitar 40 orang termasuk Abu Lahab, lalu Dia berpidato yang isinya sebagai berikut :
a. Peringatan dan ancaman Allah Swt kepada orang yang tidak beriman sebaliknya kenikmatan surga bagi yang beriman.
b. Bahwa pada harikiamat nanti beliau tidak dapat memberikan syafaat kecuali amal perbuatan manusia itu sendiri.
c. Permohonan kepada keluarganya supaya dapat membantu memelihara Islam.
Dalam dakwah yang kedua inipub beliau mengalami kegagalan karena kaum Qurais tidak mau percaya sama sekali, hanya beberapa orang yang mau percaya ajaran Nabi tersebut. Tetapi Beliau tidak berputus asa beliau terus berjuang walaupun cobaan dan rintangan datang silih berganti tetapi beliau tetap tabah dan sabar dalam menghadapinya, berkat kegigihan beliau dalam memperjuangkan agama Allah Swt kita bisa merasakan hasilnya bahwa agama Islam tersebar kesegala penjuru dunia.
C. Jenis-Jenis Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan Islam memegang peranan yang sangat penting dalam rangka penyebaran ajaran Islam fi Indonesia, disamping peranannya yang cukup menentukan dalam membangkitkan sikap patriotisme dan nasionalisme sebagai modal encapai kemerdekaan Indonesia serta menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Karena peranannya yang cukup penting itulah, maka berteranlah berbagai macam lembaga pendidikan Islam seperti madrasah Thowalib oleh Buya Hamka di Padang Panjang tahun 1921, Madrasah Amiriyah Islamiyah oleh persatuan Ulama dan pemuka rakyat di Sulawesi tahun 1933, Madrasah Formal najah wal Walah di Kalimatan tahun 1918, pesantren Tebuireng oleh KH. Hasyim Ays’ari di Jombang tepatnya di desa Cukir pada tahun 1899, pondok modern Gontor oleh Trimurti KH. Ahmad Sahal, KH. Zainuddin Fannany danKH. Imamah Zakariyah, dan lembaga pendidikan Islam lainnya.
Jika ditelaah dari segi bentuk dan sifatnya, jenis lembaga pendidikan Islam tersebut ada yang bersifat nonformal seperti langgar, surau, pondok pesantren, dan ada yang bersifat formal, seperti Madrasah, namun pada abad ke 20 pendidikan Islam mulai bersemi dan berkembang dengan masuknya pembaharuan-pembaharuan pendidikan dalam pesantren, diantaranya penggunaan sistem klasikal dan metode-metode dalam pengajaran serta dikmasukkannya pelajaran-pelajaran umum sedikit demi sedikit lebih banyak keterangan dari sebelumnya.
Terlebih lagi menjelang abad 21 ini mayoritas pendidikan Islam di Indonesia bisa dikatakan berlomba melakukan pembaharuan dalam bidang kurikulum sebagai respon atas tuntutan zaman yang disatu pihak memerlukan nilai relegius dan dipihak lain membutuhkan ilmu-ilmu pengetahuan yang bisa dicapai secara efektif dan efisien.
Hal itu dapat dikatakan bahwa pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam ada yang bersifat non formal dengan corak tradisional dan ada pula yang bercorak modern dengan metode dan sistem. Dan ada pula yang memadukan keduanya, dalam arti tetap komsisten mempertahankan nilai-nilai tradisional yang dianggap baik dan mengambil hal-hal yang baru / modern yang dianggap lebih baik.
D. Lembaga-lembaga Pendidikan Islam
Sebelum orang-orang barat menginjakkan kakinya di Indoinesia atau zaman sebelum penjajah telah ada lembaga-lembaga pendidikan yang sampai saat ini masih ada kelanjutannyaseperti lembaga pendidikan di Jawa; pesantren dan langgar, di Sumatra Baratl; Surau, dan masih lagi lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia, seperti di Cirebon tahun 1809 ada sekolah Ronggeng yang lama belajarnya empat tahun dan pelajarannya meliputi menulis, menyanyi dan mambaca.
Dalam perkembangan pendidikan berabad-abad lamanya pondok pesantren dan perguruan tinggi lainnyalah yang sangat berperan dalam mencerdaskan bangsa, seperti dalam masa penjajahan Belanda dapat dikatakan Pondok pesantrenlah yang sangat berpengaruh dalam pendidikan atau menyebarkan agama Islam dan ilmu pengetahuan dapat mencerdaskan masyarakat karena sang pengajar tidak menyediakan fasilitas pendidikan untuk daerah jajahannya.
Perkembagan dan pertumbuhan termasuk Madrasah dan pondok pesantren berjalan dengan seadanya, masing-masing ada yang maju dengan fasilitas yang lengkap dan ada pula yang terbelakang, kendatipun demikian pemerintah mengakui bahwa lembaga baik yang tergolong maju maupun yang terbelakang semusanya melaksanakan tugasnya yang penting, perhatian tersebut semakin jelas dangan ditanda tangani surat keputusan tiga mentri yaitu Agama, pendidikan, dan kebudayaan yang menyangkut tentang masalah pendidikan sebagai berikut :
a. Ijazah Madrsah sederajat dengan Ijazah sekolah umum.
b. Lulusan madrasah dapat melanjutkan ketingkat perguruan yang lebih tinggi.
c. Dari sekolah madrasah di perbolehkan pindah sekolah umum.
Tujuan ketiga mentri adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan umum pada madarasah agar setingkat dengan mutu pelajaran sekolah umum.
BAB III
ISLAM DAN PERUBAHAN
A. Islam dan Tantangan Perubahan
Runtuhnya kerajaan Romawi di barat pada abad 5 M membawa perubahan besar terhadap perkembangan peradapan manusia di sana. Apalagi masing-masing suku membentuk pemerintahan sendiri-sendiri dan saling berebut kekuasaan satu sama lainnya. Kemegahan dan keharuman kerajaan Romawi tinggal kenangan saja. Karena akal pikiran mereka telah menyimpang dari sandi-sendi peradapan bangsa yang maju bersamaan dengan menyimpangnya kepecayaan terhadap Al-Masih sebagai panutan mereka. Zaman kegelapan ini berlangsung selama 6 abad yaitu sejak abad 5 sampai abad 11 M.
Disisi lain pendidikan diyakini merupakan salah satu agen perubahan sosial. Pada satu segi pendidikan dipandang sebagai satu variabel modernisasi atau pembangunan. Tanpa pendidikan yang memadai akan sulit bagi masyarakat manapun untuk mencapai kemajuan karena itu banyak ahli pendidikan yang berpandangan bahwa “Pendidikan merupkan kunci yang membuka pintu ke arah modernisasi”. Tetapi pada segi lain, pendidikan sering dianggap sebagai objek modernisasi atau pembangunan dalam konteks ini, pendidikan di negara-negara yang telah menjalankan program modernisasi pada umumnya dipandang masih terbelakang dalam berbagai hal dan karena itu sulit diharapkan bisa memenuhi dan mendukung program pembangunan. Karena itu pendidikan harus diperbaruhi. Dibangun kembali atau dimodernisasi sehingga dapat memenuhi harapan dan fungsi yang dipikulkan kepadanya.
Rahman menarik suatu benang merah dari pandangan lima tokoh muslim yaitu ; Sayyid Ahmad Lihan, Sayyid Amir Ali, jamaluddin al-Afgani, Nanik Kemal dan Muhammad Abdul, terhadap krisis yang melanda dunia pendidikan Islam, bagian-bagian integral dari penalaran mereka adalah :
1. Bahwa tumbuh suburnya perkembangan sains dan semangat ilmiah dari abad ke 9 hingga ke 10 di kalangan kaum muslimin adalah sebuah dari usaha memenuhi seruan Al-Qur'an agar manusia mengkaji alam semesta hasil karya Tuhan, yang diciptakan baginya.
2. Bahwa pada abad pertengahan semangat penyelidikan islamiyah telah merosot dan karenanya masyarakat muslim mengalami kemunduran dan kemerosotan.
3. Barat telah mengalakkan kajian-kajian ilmiah yang sebagian besarnya telah dipinjamnya dari kaum muslimin dan karenanya mereka mencapai kemakmuran, bahkan selanjutnya menjajah negara muslim.
4. Bahwa karenanya, dalam mempelajari kembali sains dari barat yang telah berkembang, berarti menemukan kembali masa lalu mereka dan memenuhi kembali perintah Al-Qur'an yang telah terabaikan pandangan ini nampaknya dapat direkomendasikan menjadi semangat utama untuk menegejar ketinggalan kaum muslimin.
Hal terpenting dan paling mendesak dari sudut pandang ini adalah melepaskan kaitan “secara mental dangan baik dengan berat serta menanamkan suatu sikap independen namun penuh pengertian terhadapnya, sebagai mana terhadap peradapan-peradapan lain, meskipun lebih dikhususkan kepada barat karena merupakan sumber dari banyak perugahan sosial di seluruh dunia. Selama kaum muslimin tetap terbelenggu kepada barat secara mental, bagaimanapun mereka tidak akan mampu untuk bertindak secara independen dan otonom. Pokok permasalahan dari masalah “Pendidikan yang diharapkan mampu menjadi agen perubahan sosial (Agent Of Social Change) adalah membuatnya mampu mencetak produktivitas intelektual yang kreatif dan dinamis dalam semua bidang usaha intelektual uamh terintregasi dengan Islam.
Sikap anti barat yang berlebihan tidak realistis justru menggiring dunia pendidikan Islam mengalami kemerosotan. Sikap tersebut terimplementasi ke dalam penolakan ilmu-ilmu “sekuler” yang disinyalir merupakan produk barat, sehingga dari sinilah pangkal tolak munculnya dikhotomi. Berpangkal dari dikhotomi inilah masalah terus bergulir begaikan bola salju yang makin lama makin membesar. Ilmu-ilmu “sekuler” berikut perlengkapan-perlengkapan ilmiahya seperti; Penyelidikan, pengenalan definisi masalah, analisa dan diikuti dengan problem solvingnya, didepak dari struktur intelektual muslim. Kondisi tersebut makin diperparah dengan tradisi rote-learning yang mengakar kuat dikalangan intelektual muslim. Yang ternyata mandul dalam menghasilkan output yang memiliki “kualifikasi Substansial” dan lebih memiliki kecendrungan berorientasi pada sertificate / Ijazah.
B. Pendidikan Islam dalam Perubahan Sosial
Pendidikan dan masyarakat merupakan dua variabel yang sulit dipisahkan. Hubungannya, dalam term figerlind, bersifat dialestik. Bagaimana agar pendidikan itu tidak hanya hanyut oleh dinamika perubahan, tetapi mampu memerankan dirinya sebgai agen perubahan itu sendiri. Kratifitas dalam konteks ini merupakan variable yang perlu dipertimbangkan. Bagaimana caranya ? Kreatifitas merupakan indikator kecerdasan. Semakin cerdas seseorang semakin tinggi kreatifitasnya, sedangkan kecerdasan merupakan kerja akal maka cara pengoptimalannya adalah optimalisasi fungsi akal itu sendiri. Adolphe E. Menter menyatakan bahwa antara pendidikan dan masyarakat itu saling merefleksi. Hubungan antara keduanya tidak bersifat linear, melainkan hubungan timbal balik. Figerlin menyebutkan hubungan antara keduanya bersifat dialektis (Barnadib, 1994 : p. 76-77). Bila itu yang terjadi, perubahan masyarakat akan membawa perubahan pendidikan, begitu sebaliknya, perubahan dalam pendidikan akan membawa perubahan masyarakat.
Secara teoritik, masyarakat berubah dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern (Barnadib, 1994 : p. 78). Secara simplastik meminjam bahasa Alvin Toffler, masyarakat akan bergerak dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri kemudian masyarakat informasi. Tiga tipologi masyarakat tersebut mempuyai kultur dan nilai-nilai yang berbeda. Kultur yang paling menonjol adalah gotong-royong. Masyarakat industri, menurut Jock Young (Madjid, 1992; p. 128) mempunyai nilai dan kultur; kesenangan yang tertunda, perencanaan kerja masa mendatang, tunduk pada aturan-aturan birokratis, pengawasan lebih banyak dilakukan dari pada pengarahan, rutinitas, sikap intrumental pada kerja, kerja keras yang produktif dinilai sebagai kebaikan. Dalam era informasi, masyarakat sudah begitu kompleknya, antar negara sudah terjadi transparasi sehingga dunia sudah mengglobal (global society).
Permasalahn yang muncul adalah bagaimana pendidikan (termasuk pendidikan Islam) akan mempersiapkan outputnya dalam menghadapi perubahan masyarakat yang terus melaju sehingga mereka bisa menghadapi perubahan yang terjadi dalam masyarakat tersebut, bisa berperan mewarnai serta terakomodasikan dalam semua sektor masyarakat tersebut. Lebih jauh dari itu, pendidikan bisa menjadi agen perubahan itu sendiri. Ini merupakan pertanyaan besar yang memerlukan jawaban segera. Dalam kerangka itulah, tulisan ini akan menguraikan bahasannya tentang peran pendidikan dalam menjawab tantangan perubahan zaman.
Perubahan sosial, sebagai mana telah dinyatakan pada bagian terdahulu, merupakan suatu yang tidak bisa dihindari. Pendidikan sebagai aspek kehidupan yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat, juga harus terlibat dalam arus perubahan itu. Keterlibatan tidak hanya terbatas pada kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri terhadap perubahan, tetapi bagaimana supaya pendidikan merupakan agen perubahan sosial. Maka kata kunci yang paling relevan untuk dikedepankan adalah “kreatifitas”.
BAB IV
ANALISA DAN SOLUSI MASALAH
A. Upaya Mempertahankan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam di negri muslim telah diungguli oleh sistem yang dipinjam dari barat. Mengapa ? karena ide-ide barat dipinjam dan diterapkan begitu saja, tanpa ada upaya mengadaptasi. Sehinga yang ada bukan harmonisasi, melainkan ekspansi. Pendidikan Islam berciri khas barat. Hal itu dapat dilihat, buku-buku tek dan metode yang dikembangkan tidak berusaha meneguhkan keimanan keikhlasan para siswa, tetapi malah membuatnya ragu-ragu terhadap agamanya sendiri.
Kadi perubahan sosial tidak mungkin dapat dihindari masalanya ialah apakah perubahan sosial akan kita biarkan terjadi karena desakan sejarah dan tekanannya (accidentel), atau kita menyongsong dengan persiapan-persiapan yang semestinya, kemudian ikut serta mengarahkan secara sadar (delebarated). Oleh karena yang pertama akan tak tekendalikan, dan mungkin menimbulkan kecelakaan sosial (social disatera), maka yang kedua harus dipilih. Kita harus menyiapkan diri bag i perubahan itu, dan mengarahkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, Yogyakarta, 1994.
M. Nipan Abdul Halim, Anak Salah Satu Dambaan Keluarga, Penerbit. Mitra Pustaka.
Syaikh Hasan Manshur, Metode Islam dalam Mendidik Remaja, Cet.1, Penerbit Mustaqim, Jakarta, 2002.
Abdur Rahman Shalih Abdullah, Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut Al-Quran serta Implementasinya, Cet.1, Penerbit CV. Diponegoro, Bandung, 1999.
Husain Muzhahiri, Pintar Mendidik Anak, Penerbit : Lentera, Jakarta, 2002.
Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak bersama Rasulullah, Penerbit; Al-Bayan, Bandung, Cet.1, 1997

Home »
Makalah Pendidikan
» Tantangan Pend. Islam
Tantangan Pend. Islam
Written By Aflach Perdana Putra on Kamis, 13 Mei 2010 | 07.08
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Popular Posts
>
-
FUNGSI DAN PERANAN MANAJER A. Tugas dan Fungsi Manajer Manajer adalah pimpinan atau pemimpin suatu organisasi. Dalam organisasi, istil...
-
PERKAWINAN CAMPURAN A. Pengertian Perkawinan Campuran Dalam RUUP yang diakukan oleh pemerintah kepada DPR untuk dibahas, termuat ra...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran pada dasarnya membahas pertanyaa: apa, siapa, mengapa, bagaimana, dan seberapa baik...
-
CARA MENDAUR ULANG SAMPAH 2.1. Pengolahan Sampah Beberapa alternatif cara pemusnahan sampah yang dapat dilakukan secara sederh...
-
Dalam setiap agama mamiliki pendapat sendiri tentang proses penciptaan manusia.Sehingga muncullah perbedaan pendapat tentang hal tersebut,Ha...
-
QIYAS DALAM MASADIRU AL-AHKAM I. Pendahuluan Sebagai sebuah realita, berjalanya waktu dan perkembangan zaman, pasti akan memunc...
-
Sosiologi dalam Keluarga 1. 1. Definisi Keluarga Keluarga adalah kelompok sosial yang terdiri atas dua orang atau lebih yang ...
-
HUKUM WAKAF DALAM KACAMATA PARA ULAMA’ A.PENDAHULUAN Wakaf merupakan suatu tindakan hukum yang di syariatkan sehingga ke mazhab pun meny...
-
Etika Mengurus Janazah Apabila ada seorang muslim meninggal dunia, hendaklah segera kita mengunjungi keluarga yang ditinggalkannya untuk ...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembelajaran bidang studi Bahasa Arab di MI memiliki fungsi yang penting dalam memberikan pondas...
0 komentar:
Posting Komentar