Home » » Pendd Pesantren

Pendd Pesantren

Written By Aflach Perdana Putra on Kamis, 13 Mei 2010 | 07.07

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Menurut (Dirjen Bimbaga Islam Departemen Agama Republik Indonesia) Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan agama Islam, yang dilakasanakan dengan sistem asrama (pondok) dengan kyai yang mengajarkan agama kepada para santri, dan masjid sebagai pusat lembaga pesantren.
Di dalam pondok pesantren terdapat elemen-elemen yang mendasar yaitu : pondok, santri, pengajian kitab klasik kyia sederhana dan saling tolong menolong. (Hasbullah, 1999: 40)
Pesantren merupakan lembaga tertua setelah keluarga oleh karena itu apabila anaknya di pondok mereka tidak merasa khawatir, menurut mereka pesantren adalah lembaga yang tepat untuk mendidik anak, karena didalam pesantren selalu mempunyai kegiatan, pendidikan inti di pesantren adalah pengajian kitab, kitab klasik (kuning) merupakan satu-satunya pengajaran formal.
Akan tetapi dewasa ini sistem pendidikan di pesantren kurang diminati karena adanya beberapa pandangan tentang sistem Pendidikan yang ada dalam pesantren yang dinilai kurang tepat untuk diterapkan pada zaman sekarang ini. Dan ini terjadi pada santriwan dan santriwati yang tinggal diluar pondok.
Sistem pendidikan pondok pesantren untuk mendidik santri agar mengusai agama Islam, membentuk santri menjadi insan yang berakhlakul karimah, menjadi penerus ulama, orang yang disiplin, karena sistem Pendidikan did alam pesantren peraturan yang terprogram memang diperketat untuk membentuk santri disiplin baik dalam kegiatan maupun pengajian.
Pendidikan di pesantren sistem Pendidikannya sangat keras, apalagi santri tidak mentaati atau melanggar peraturan pondok pesantren maka akan di ta’zir atau hukuman, dalam kegiatan pengajian santri apabila tidak menghafal pelajaran maka akan kena pukul ustadznya. Pendidikan yang semacam itu yang dinilai Pendidikan keras santriwan dan santriwati yang di luar pondok beranggapan bahwa pondok pesantren adalah tempat merubah anak nakal, suka bolos sekolah, maka orang tua akan memasukkan anaknya ke pondok pesantren dengan harapan anak akan merubah dirinya, bagi santriwan dan santriwati yang hanya mengikuti pengajian di pondok pesantren dan setelah selesai pengajian, maka mereka pulang ke rumah masing-masing dikarenakan di pondok pesantren tidak mempunyai biaya, untuk masuk pondok pesantren butuh biaya banyak, sedangkan mereka kurang mampu untuk biaya, tetapi untuk mendapat ilmu yang bermanfaat, ia mengikuti kegiatan yang ada di pondok pesantren setelah selesai mereka pulang ke rumah masing-masing.
Ketika seorang anak dilahirkan dengan fitrah tauhid aqidah iman kepada Allah, dan dasar kesucian serta tidak ternoda, jika baginya dipersiapkan Pendidikan rumah yang baik, lingkungan pengajaran yang penuh iman, maka tidak diragukan lagi anak tersebut akan tumbuh dan berkembang atau dasar keimanan yang mantap akhlak yang mulia dan baik serta Pendidikan yang benar (Abdullah NAsih Ulwa, 1990:48)
Dengan persepsi santriwan dan santriwati di atas, maka jika ingin setiap individu dan masyarakat memiliki budi pekerti yang mulia itu bisa didapatkan dalam pondok pesantren.

B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana deskripsi pendidikan di pondok pesantren ?
2) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi menurunnya minat belajar di pondok pesantren ?
3) Masalah apa yang memicu di Pendidikan pondok pesantren ?
4) Bagaimana solusinya ?

C. Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui deskripsi pendidikan di pondok pesantren.
2) Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi menurunnya minat belajar di pondok pesantren.
3) Untuk mengetahui masalah apa yang memicu di Pendidikan pondok pesantren.
4) Untuk mengetahui solusinya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pondok Pesantren
Istilah pesantren adanya diangkat dari kata santri yang berarti murid, atau mungkin juga dari kata shastri yang berarti huruf, sebab didalam inilah mula-mula santri itu belajar mengenal dan membaca.
Istilah pondok mungkin berasal dari kata funduk, bahasa Arab yang berarti rumah penginapan atau hotel, akan tetapi pondok didalam pesantren di Indonesia khususnya di pulau Jawa lebih mirip dengan pemondokan dengan lingkungan asrama bagi para santri atau dalam lingkungan padepokan yaitu perumahan asrama bagi para santri, keseluruhan lingkungan masyarakat tempat santri itu mukim dan menuntut ilmu disebut pesantren. (Timur Djaelani, 1982: 52)
Dalam kamus besar bahasa Indonesia mengartikan pondok sebagai tempat mengaji, belajar agama Islam. Sedangkan pesantren diartikan orang yang menuntut pelajaran.
Tentang pengertian pondok pesantren diberikan ta’rif sebagai berikut : pondok pesantren adalah lembaga Pendidikan Islam yang minimal terdiri dari 3 unsur, yaitu :
1) Kyai/ Ayah/ UStadz yang mendidik serta mengajar
2) Masjid
3) Pondok / asrama
Kegiatan mencakup kegiatan yang disebut Tri Darma Pondok Pesantren yaitu :
a) Keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT.
b) Pengembangan keilmuan yang bermanfaat.
c) Pengabdian terhadap agama, masyarakat dan negara (Timur Djaelani, 1982:52)
Berdirinya pondok pesantren mula-mula dari pengakuan masyarakat tertentu yang memiliki ilmu khususnya ilmu tentang ketuhanan, banyak orang yang akan menimba ilmu dari tokoh tersebut yang lazim disebut kyai, murid-muridnya disebut santri dan tempat perkumpulannya disebut pesantren. (IKIP Semarang, 1990:237)
Pondok pesantren merupakan lembaga dan penyiaran agama Islam, tempat pelaksanaan kewajiban belajar dan mengajar dan pusat pengembangan jama’ah (masyarakat) yang diselenggarakan dan kesatuan tempat pemukiman dengan masjid sebagai tempat atau pendidikan dan pembinaan.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat sekaligus memadukan 3 unsur pendidikan yang amat penting yaitu : ibadah untuk menanamkan, tablig untuk menyebarkan ilmu dan amal mewujudkan kegiatan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari.

B. Metode dan Sistem Pendidikan di pondok pesantren
Pendidikan pondok pesantren adalah mengaji kitab klasik, karena dalam pesantren santri hanya menuntut ilmu agama saja, dari pertama kali berdirinya pondok pesantren tetap menggunakan kitab kuning sebagai kajian ilmiah akan tetapi dunia terus berputar manusiapun bertambah pintar dan terus mengembangkan ilmu-ilmu yang ada dengan demikian jika manusia tidak menyesuaikan diri dengan lingkungannya, maka mereka akan ketinggalan, oleh karena itu lembaga pendidikan berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas Pendidikan tersebut, begitu pula Pendidikan pondok pesantren pelaksanaan pengajian di pesantren mempunyai bermacam-macam sistem yang secara garis besar di bagi menjadi 3.
Dalam rangka usaha mencapai tujuan Pendidikan diperlukan suatu metode yang sangat operasional pula, yaitu metode penyajian materi Pendidikan dan pengajaran yang menyangkut Pendidikan agama Islam dan keterampilan di lembaga Pendidikan pondok pesantren tersebut.
Ada strategi dasar yang telah dipegangi oleh pimpinan pondok pesantren, yaitu :
1) Metode tanya jawab
2) Metode diskusi
3) Metode imlak
4) Metode muthola’ah/ ricia;
5) Metode hafalan/ verbalisme
6) Metode percontohan tingkah laku/ dramatisasi
7) Metode reinforcement (Dirjen Bimbag Islam Depag. RI. 1984:50)
Di lingkungan pondok pesantren dimana pendidikan / pengajaran dititikberatkan pada pengembangan jiwa beragama dan berilmu agama, sedangkan pengetahuan lainnya seperti keterampilan dan lainnya sebagai pelengkap, maka sudah barang tentu pusat perhatian para pendidiknya/ pengajarnya berorientasi banyak kepada ilmu agama dalam pengertian normatif/legalistis. (Dirjen Bimbaga Islam Depag. RI. 1984:51)
Dengan memperhatikan fungsi dan peranan pondok pesantren yang sangat penting dalam pembangunan, maka pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan agama, pendidikan agama Islam akan lebih mampu berperan apabila sistem dan metode Pendidikan/ teknologi modern serta tuntutan dinamika masyarakat. Untuk itu perlu dikenalkan sistem dan metode yang efektif dan efisien, baik diukur menurut lamanya waktu, tempat/lingkungan, pengajaran agama dan sebagai aspirasi nasional.
Dengan sejarah perkembangan pondok pesantren, memiliki sistem Pendidikan dan pengajaran non klasikal, yang dikenal dengan nama (bandongan, sorogan, dan weton)
a) Sistem Bandongan
Istilah bandongan kurang dikenal di Jawa Timur, karena itu bandongan banyak dikenal di Jawa Tengah sering juga orang mengenal pengajian bandongan dengan halaqot. Dengan pengajian kitab yang dibaca kyai hanya satu, para santri datang dengan membawa kitab yang sama dengan kyai. Orientasi pengajian bandongan itu lebih banyak kepada keikutsertaan santri dalam pengajian. Kyai berusaha menanamkan pengertian dan kesadaran kepada santri bahwa pengajian itu merupakan kewajiban bagi mukallaf, kyai mengaji dalam majelis itu, kyai tidak memperdulikan apa yang dikerjakan santri dalam pengajian yang penting ikut mengaji dalam majelis itu, asal peserta pengajian tidak mengganggu peserta yang lain maka kyai membiarkan saja (Dirjen Bimbag Depag RI. 1989:40)
Dalam pengajian bandongan itu tidak ada pengaturan jenjang baik yang vertikal maupun secara horizontal, kalau ada pergantian kitab oleh kyai/ guru yang dimaksud sebagai jenjang vertikalnya maka sebenarnya hanya merupakan pegangan kitab saja, maka tidak dapat disebut sebagai jenjang sebab kyai tidak mempedulikan kemampuan santri, jelasnya karena tidak adanya persyaratan dalam mengikuti pengajian bandongan itu, baik segi unsur maupun dari segi kemampuan tingkat berfikir, maka jenjangnya-pun tidak ada disebabkan kyai memandang pengajian bandongan itu sebagai ibadah, maka umumnya tempatnya-pun dipilih yang sesuai, yaitu tempat yang biasa dipergunakan untuk beribadah biasanya di masjid atau sekurang-kurangnya di serambi masjid.














































b) Sistem Sorogan
Kata sorogan dari bahasa jawa yang berarti sodoran/ disodorkan seorang kyai/ guru menghadapi santri satu persatu, bergantian, pelaksanaannya santri yang banyak itu datang bersamaan kemudian mereka antri menunggu giliran masing-masing.
Metode yang santrinya cukup pandai men”sorog”kan (mengajukan) sebuah kitab pada kyai untuk membaca dihadapannya, kesalahan dalam bacaannya itu langsung dibenarkannya oleh kyai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengajar individu. (Hasbullah, 1994:26).
Sedangkan sistem sorogan ialah santri satu persatu menghadap kyai dengan membaca kitab itu beberapa baris dengan makna yang lazim dipakai di pesantren sesuai kyai membaca, santri mengulangi ajaran kyai itu, setelah itu dianggap cukup, maka santri maju satu persatu dan seterusnya. Maka sistem sorogan ini kyai mengamati dengan cermat mutu bacaan atau makna santrinya sekaligus memberi petunjuk berupa teguran dan bimbingan semaksimal mungkin.
Akan tetapi sistem sorogan itu tergolong boros dari segi waktu dibandingkan dengan sistem weton karena sistem sorogan kyai mengamati santri satu persatu tentang bacaannya, akan tetapi dari sorogan ini sangat memuaskan karena santri akan bersifat aktif dan dituntut disiplin sehingga santri akan terlatih keterampilan individualnya dalam membaca kitab klasik.

c) Sistem weton
Weton itu berasal dari bahasa Jawa yang berarti wetun yang kemudian dibaca weton, artinya berkala atau berwaktu, pengajian weton tidak merupakan pengajian rutin harian tetapi pada saat tertentu, misalnya pada saat habis shalat Jum’at.
Dalam sistem gadungan, weton yang dipakai/ digunakan untuk menerjemahkan adalah bahasa Jawa, tetapi menjelaskan tergantung daerah masing-masing, ada yang memakai bahasa Indonesia, sunda, jawa, Madura, atau bahasa lainnya yang dibentuk oleh komunitas santri, dimana mereka belajar.
Adapun sistem ini, model pengajiannya dilakukan seperti kuliah terbuka yang diikuti antara 5.500 lebih, sang kyai membaca menterjemahkan, menerangkan dan sekaligus mengulas keterangan-keterangan berbahasa Arab yang menjadi acuannya, sedangkan para santri mendengarkan sambil menulis arti dan keterangan yang kata-katanya sukar, dalam sistem ini adalah halaqoh yaitu sekelompok santri yang belajar dibawah bimbingan seorang guru.

d) Sistem Musyawarah
Metode musyawarah ini merupakan latihan bercakap-cakap dalam bahasa Arab yang diwajibkan bagi semua santri.
Karena tidak semua santri mampu berbahasa Arab dan berani tampil untuk berpidato, maka dari tiap-tiap kamar diwakili santri yang berkompeten, tidak jarang pula diantara peserta musyawarah ini tidak membahas kitab-kitab klasik saja, melainkan juga politik dan problem sosial kemasyarakatan yang sedang aktual dan juga tidak sama peserta khitobah dalam musyawarah ini menggunakan bahasa Arab saja, melainkan menggunakan bahasa campuran antara bahasa Arab dengan bahasa Indonesia. (Imron Arifin, 1993:110)
Pesantren sebagai lembaga Pendidikan Islam yang selektif bertujuan menjadikan para santrinya sebagai manusia yang mandiri yang diharapkan dapat menjadi pemimpin umat dalam menuju keridhaan Allah SWT.
Sementara itu sistem Pendidikan Islam di pesantren dibanggakan sebagai sistem yang terpaku pada penumpukan pengetahuan dan pengasahan otak belaka, tetapi juga mementingkan pembentukan kepribadian dan karakter manusia.

C. Kelemahan dan Kelebihan Sistem Pengajaran Kitab
Beberapa kelemahan dari sistem pengajaran kitab-kitab Islam klasik di pesantren adalah sebagai berikut :
1) Orientasi keilmuan di pesantren dititik lebih beratkan pada kajian ilmu-ilmu terapan seperti fiqih, tasawuf, dan ilmu alat (nahwu dan shorof), ilmu terapan adalah ilmu yang perlu diketahui untuk segera diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
2) Liberalisasi dalam proses belajar mengajar yang berlangsung di pesantren pada kenyataannya sering menjadi faktor utama dari berlarutnya belajar seorang santri.
3) Konsep barokah yang diawalnya sebagai motivasi bagi para santri untuk lebih giat belajar, pada kenyataannya justru menjadi lebih dominan berperan mematikan orientasi ilmiah.
Sementara itu kelebihan-kelebihan sistem pengajaran kitab-kitab Islam klasik adalah sebagai berikut :
1) Sistem pengajaran dalam proses belajar mengajar adalah tidak dimasukkannya materi pelajaran dalam sylabus-sylabus yang terprogram, melainkan berpegang pada bab-bab yang tercantum dalam kitab.
2) Pengajaran bersifat sisain-sirkuler, diaman para santri seusai mempelajari teori-teori yang ada dalam kitab-kitab klasik kemudian langsung dipraktekkannya.
3) Selektifitas pengajaran kitab-kitab Islam klasik yang berkompetansi berlangsung dengan sangat ketat.
4) Sistem evaluasi yang bersifat self evaluation yang diterapkan di pesantren, memungkinkan suatu proses penilaian yang objektif dapat dicapai.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Santri Belajar di Pondok Pesantren
Agama Islam adalah agama yang universal yang mengajarkan pada umat manusia mengenal berbagai aspek kehidupan baik duniawi maupun ukhrawi.
Islam disamping menekankan kepada umatnya untuk belajar juga menyuruh umatnya untuk mengajarkan ilmunya kepada orang lain, jadi Islam mewajibkan umatnya belajar dan mengajar melakukan proses belajar mengajarkan adalah bersifat manusiawi yang sesuai dengan harkat dan kemanusiaan, sebagai makhluk educandus, dalam arti manusia itu sebagai makhluk yang dapat dididik. (Zuhairini, 1999:99).
Seorang anak didalam usaha-usaha untuk mencapai suatu keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor tetapi faktor tersebut dapat digolongkan menjadi dua yaitu faktor yang berasal dari luar anak (eksternal) dan faktor yang berasal dari anak itu sendiri (internal)
a. Lingkungan
Lingkungan menurut Zakiyah derajat (1992:63) adalah segala sesuatu yang tampak dan terdapat dalam kehidupan yang senantiasa berkembang, ia adalah seluruh alam yang bergerak, kejadian-kejadian atau hal-hal yang berhubungan dengan manusia.
Adapun lingkungan ada macam-macam dan oleh sebab itu perlu dibedakan menjadi : lingkungan alam, lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat (Kartini Kartono, 1995:4-5)
a) Lingkungan Alam
Lingkungan alam sekitar mempengaruhi belajar anak, keadaan anak yang tenang dengan udara yang sejuk ikut mempengaruhi kesegaran jiwa anak, sehingga ia semangat belajar membaca kitab klasik dari pada lingkungan itu gaduh, bising, dengan udara yang kotor dan panas.
b) Lingkungan Keluarga
Keluarga mempunyai pengaruh yang besar dan baik terhadap keberhasilan anak, karena keluarga merupakan pendidik pertama dan utama. Anak pertama kali bertemu seseorang adalah dengan keluarga. Apabila keluarga khususnya orang tua bersifat merangsang, mendorong anaknya untuk selalu belajar membaca kitab klasik, misalnya si anak pulang dari pesantren, maka orang tua selalu menanyakan dan mengetes si anak itu, maka anak berusaha untuk selalu belajar membaca kitab klasik. Dengan demikian prestasi dan kemampuan anak dalam hal membaca kitab klasik akan menjadi baik. Jika sebaliknya apabila si-orang tua acuh tak acuh terhadap aktivitas belajar anaknya dalam hal membaca kitab klasik maka si-anak tadi acuh juga.
Dengan demikian keluarga mempunyai peranan penting dalam merangsang belajar anak, karena keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan seorang anak, tempat bermain, tempat menyesuaikan sebagai makhluk sosial.
c) Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat cukup berpengaruh bagi keberhasilan belajar santri, terutama teman sebayanya karena apabila teman sebayanya itu rajin belajar membaca kitab klasik tentu anak akan merangsang untuk mengikuti jejak temannya yaitu sama-sama belajar membaca kitab klasik, akan tetapi jika teman sebayanya tidak pernah mau belajar dan masalah untuk belajar maka secara tidak langsung si-anak akan terpengaruh dengan sikap temannya.
Dengan demikian sebagai orang tua harus selalu memantau aktivitas belajar anak berada di pondok pesantren, orang tua jelas tidak bisa memantau langsung aktivitas belajar anak, maka orang tua harus berusaha untuk mencari informasi baik dari kyai, gurunya atau temannya yang ada di pondok, karena jika anak sampai salah memilih teman dan kurang pantauan dari orang tua atau kurang perhatiannya maka anak akan menjadi nakal.

E. Faktor yang Mempengaruhi Kurangnya Minat Belajar di Pondok Pesantren

1) Faktor Modernisasi karena menganggap belajar di pondok pesantren itu kuno
2) Orang lebih cenderung belajar itu untuk mengejar status karena ingin mencari masa depan yang lebih cerah.
3) Kurangnya keinginan untuk mendalami agama.
4) Menganggap bahwa lulusan pondok pesantren hidupnya sengsara atau ekonominya rendah.
5) Orang tidak percaya lagi dengan pesantren karena kurang efisien dalam belajar atau melihat dari satu sisi yaitu kenakalan remaja yang ada di pondok pesantren. (Abdul Qodir Djaelani, 1994:24)

F. Masalah yang Muncul dalam Pendidikan di Pondok Pesantren
1) Tersisihnya pendidikan di pondok pesantren akibat Pendidikan yang ada di luar pesantren yaitu bagi pesantren yang belum mempunyai Pendidikan umum didalamnya.
2) Sulitnya menanamkan Pendidikan dalam kehidupan sehari-hari bagi santri yang malas.
3) Pendidikan di pesantren hanya sebagai Pendidikan sambilan.

G. Solusinya
1) Pesantren harus lebih menekankan Pendidikan dari pada pengajaran.
2) Pesantren harus memberikan kualitas Pendidikan yang bisa ditunjukkan di masyarakat.
3) Pesantren harus menyambung hubungan baik dengan masyarakat.
4) Pesantren harus menanamkan akhlakul karimah kepada santri.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan di pondok pesantren yang terkenal jelek dapat diperbaharui dengan tidak meninggalkan ciri khas pondok pesantren ataupun sistem yang telah tersusun dengan program yang tersusun rapi, dan mencetak santri menjadi manusia yang berakhlakul karimah, menjadi penerus ulama, orang yang disiplin tetapi tidak lupa kepada Allah, mampu mengerjakan amar ma’ruf nahi mungkar sehingga kehadirannya dirasakan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan agama.

B. Saran-Saran
1) Santri
Untuk santri yang tinggal di pondok hendaknya berupaya meningkatkan belajarnya segala pelajaran yang ada di pondok pesantren.
2) Orang Tua
Hendaknya orang tua selalu memperhatikan waktu belajar anak-anaknya agar mereka lebih giat dalam belajar.
3) Guru/ Ustadz/ Pengasuh
Perlu menciptakan kondisi yang dapat menjaga dan meningkatkan kegiatan belajar santri dengan cara senantiasa mengadakan evaluasi terhadap cara belajar di pondok pesantren.

DAFTAR PUSTAKA


Abdul Qodir Djaelani, 1994, Peran Ulama dan Santri, Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Abdullah Nasih Ulwan, 1990, Pendidikan Anak Menurut Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Departemen Pendidikan dan kebudayaan, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Dirjen, Bimbaga, Islam, Dep. RI., 1984, Pedoman Penyelenggaraan Pengajaran Kitab di pondok pesantren.
Hasbullah, 1999, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Imron Arifin, 1993, Kepemimpinan Kyai, Malang : Kalimashahada Press.

DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penulisan 3

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pondok Pesantren 4
B. Metode dan Sistem Pendidikan di Pondok Pesantren 6
C. Kelemahan dan Kelebihan sistem Pengajaran Kitab 11
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Santri Belajar
Di Pondok Pesantren 13
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kurangnya Minat
Belajar di Pondok Pesantren 15
F. Masalah yang muncul dalam Pendidikan di Pondok
Pesantren 16
G. Solusi 16

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 17
B. Saran 17

DAFTAR PUSTAKA
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts



 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. GUS AFLACH - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger