BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah bertujuan agar siswa dapat memperoleh kemampuan berfikir logis, kritis dan sistematis. Melalui pengajaran pendidikan agama Islam, siswa mampu mengembangkan kemampuan untuk berfikir secara logis, memiliki keterampilan berfikir kritis dalam kehidupan sehari-hari, dan berbudi luhur.
Umumnya pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah yang masih menggunakan sistem konvensional, dimana guru menerangkan siswa mendengarkan dan mencatat serta pengajaran tugas. Sehingga keterlibatan siswa di sini adalah keterlibatan pasif mereka hanya menerima, mempelajari apa yang mereka peroleh di kelas.
Dalam proses belajar mengejar dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses, para guru sebaiknya membuat rencana pembelajaran untuk satu semester. Dalam perencana in ditentukan semua konsep-konsep yang dikembangkan, dan untuk setiap konsep ditentukan metode atau pendekatan yang akan digunakan serta ketrampilan yang akan dikembangkan. Gagne dalam
Dahar (1986:18) bahwa dengan mengembangkan keterampilan proses, anak akan dibuat kreatif, ia akan mampu mempelajari pendidikan agama proses, anak akan dibuat kreatif, ia akan mampu mempelajari Pendidikan Agama Islam di tingkat yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat.
Dengan menggunakan keterampilan-keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai. Seluruh irama, gerak atau tindakan dalam proses belajar mengajar seperti ini akan menciptakan kondisi belajar yang melibatkan siswa secara aktif. Agar keterampilan proses yang dikembangkan dapat berjalan, siswa perlu dilatih keterampilan proses tersebut sebelum pendekatan keterampilan proses itu dapat dilaksanakan. Menurut Nur (1996:10) pendekatan keterampilan proses dapat berjalan bila siswa telah memiliki keterampilan proses yang diperlukan untuk satuan pelajaran tertentu.
Menurut kurikulum SD/MI 2004, pendekatan keterampilan proses menekankan pada keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya. Hal ini berarti proses belajar mengajar SD/MI tidak hanya berlandaskan pada teori pembelajaran perilaku, tetapi lebih menekankan pada penerapan prinsip-prinsip belajar dari teori kognitif implikasi teori belajar kognitif dalam pengajaran Pendidikan Agama Islam adalah memusatkan kepada berfikir atau proses mental anak, dan tidak sekedar pada hasilnya. Relevansi dari teori konstruktif, siswa secara aktif membangun pengetahuan sendiri.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Belajar
1. Pengertian Belajar:
Sebagai landasan penguraian mengenai apa yang dimaksud dengan belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definisi, Witherington dalam buku Educational Psycology mengemukakan, bahwa:
“Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau sesuatu pengertian”. (dalam Ngalim Purwanto, 199:84) Menurut Wasty Soemamo (1990:99) “Belajar adalah proses sedemikian hingga tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui praktek, latihan atau pengalaman”.
Dari definisi di atas dapat dikemukakan adanya beberapa elemen penting yang mencirikan tentang belajar, yaitu:
a) Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman. Dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya, dalam memenuhi kebutuhan hidup.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Dalam belajar banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhinya. dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi belajar, menurut Wasty Soemarno (1989) dapat digolongkan menjadi tiga faktor:
1. Faktor-faktor Stimuli Belajar
Yang dimaksud Stimuli belajar disini yaitu segala hal di luar individu yang merangsang individu untuk mengadakan reaksi atau perubahan belajar. Stimuli dalam hal ini mencakup material penugasan, serta suasana lingkungan eksternal yang harus diterima atau dipelajari oleh siswa. Berikut ini dikemukakan beberapa hal yang berhubungan dengan faktor-faktor stimuli belajar.
a. Panjangnya bahan pelajaran
Panjangnya bahan pelajaran berhubungan dengan banyak bahan pelajaran. Semakin panjang bahan pelajaran, semakin panjang pula waktu yang diperlukan oleh siswa untuk mempelajarinya. Bahan yang terlalu panjang atau terlalu banyak dapat menyebabkan kesulitan siswa dalam belajar. Kesulitan siswa itu tidak semata-mata karena
Panjangnya waktu untuk belajar, melainkan lebih berhubungan dengan faktor kelemahan atau faktor kejenuhan siswa dalam menghadapi atau mengerjakan bahan yang banyak.
b. Kesulitan bahan pelajaran
Tiap-tiap bahan pelajaran mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda. Tingkat kesulitan bahan pelajaran mempengaruhi kecepatan belajar. Makin sulit bahan pelajaran makin lambat orang mempelajarinya. Bahan yang sulit memerlukan aktifitas belajar yang lebih intensif, sedangkan bahan yang sederhana mempengaruhi intensitas belajar seseorang.
c. Beratnya bahan pelajaran
Belajar memerlukan modal pengalaman yang diperoleh dari belajar sebelumnya. Modal pengalaman itu dapat berupa penguasaan bahasa, pengetahuan dan prinsip-prinsip. Modal pengalaman itu menentukan keberartian bahan yang dipelajari pada waktu sekarang. Bahan yang berarti adalah bahan yang dapat dikenali. Bahan yang berarti memungkinkan siswa untuk belajar, karena siswa dapat mengenalnya. Bahan yang tanpa arti sukar dikenali akibat tidak ada perhatian siswa terhadap bahan itu.
d. Berat ringannya tugas
Mengenalinya berat ringannya tugas hal ini erat kaitannya dengan tingkat kemampuan siswa. Tugas yang sama kesukarannya berbeda bagi masing-masing siswa. Hal ini disebabkan karena kapasitas intelektual serta pengalaman mereka tidak sama. Boleh jadi pula, berat ringannya tugas berhubungan dengan usia siswa. Ini berarti bahwa kematangan individu ikut menjadi indikator atas berat atau ringannya tugas bagi siswa yang bersangkutan. Dapat dibuktikan bahwa tugas-tugas yang terlalu ringan atau mudah akan mengurangi tantangan belajar, sedangkan tugas-tugas yang terlalu berat atau sukar membuat jera bagi siswa untuk belajar.
e. Suasana lingkungan eksternal
Suasana lingkungan eksternal menyangkut banyak hal antara lain: cuaca, waktu, kondisi, tempat, penerangan dan sebagainya. Faktor-faktor ini mempengaruhi sikap interaksi siswa dalam aktifitas belajarnya, sebab siswa yang belajar adalah interaksi dengan lingkungannya.
2. Faktor-faktor metode belajar
Faktor metode belajar menyangkut hal-hal sebagai berikut:
a. Kegiatan berlatih dan praktek
Berlatih dapat diberikan secara marathon (non stop) atau secara distribusi (dengan selingan waktu istirahat). Latihan yang diberikan secara marathon dapat melelahkan dan membosankan, sedangkan latihan yang didistribusi menjamin terpeliharanya stamina dan kegairahan belajar. Jam pelajaran yang terlalu panjang kurang efektif, semakin pendek didistribusi waktu untuk latihan semakin efektif latihan itu. Latihan memerlukan waktu istirahat yang sedang, lamanya tergantung tugas atau keterampilan yang dipelajari atau lamanya waktu pelaksanaan seluruh kegiatan.
b. Resitasi selama belajar
Kombinasi lamanya dengan resitasi (transfer belajar) sangat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan membaca itu maupun untuk menghafalkan tanpa melihat bacaannya. Jika setelah menguasai suatu bagian dapat melanjutkan ke bagian selanjutnya. Resitasi sangat cocok diterapkan pada belajar membaca atau menghafal.
c. Pengenalan tentang hasil belajar
Dalam proses belajar, sering mengabaikan tentang perkembangan hasil belajar selama dalam belajarnya. Hasil penelitian para ahli psikologi menunjukkan bahwa pengenalan seorang terhadap hasil atau kemajuan belajarnya adalah penting, karena dengan hjhla
Mengetahui yang telah dicapai seseorang akan lebih berusaha meningkatkan hasil belajar selanjutnya.
d. Bimbingan dalam belajar
Bimbingan yang terlalu banyak yang diberikan oleh seorang guru atau orang lain cenderung membuat siswa tergantung. Bimbingan menjadi dapat diberikan dalam batas yang diperlukan siswa. Hal yang paling penting yaitu perlunya pemberian modal kecakapan pada individu. Sehingga yang bersangkutan dapat melaksanakan tugas yang diberikan dengan sedikit saja bantuan dari pihak lain.
3. Faktor-faktor individual
Kecuali faktor stimulasi dan metode belajar, faktor individual sangat besar pengaruhnya terhadap belajar siswa. Adapun faktor itu menyangkut hal-hal sebagai berikut:
a. Kematangan
Kematangan dicapai individu dari proses pertumbuhan psikologinya. Kematangan terjadi akibat perubahan kuantitatif di dalam struktur jasmani dibarengi dengan perubahan kuantitatif terhadap struktur tersebut. Kematangan memberi kondisi pada fungsi psikologis termasuk sistem saraf dan otak menjadi berkembang.
b. Minat
“Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan memegang beberapa kegiatan yang diminati seseorang. Diperhatikan terus menerus yang disertai rasa senang” (Slameto, 1998:57)
Minat besar pengaruhnya terhadap prestasi belajar, karena apabila bahan pelajaran tidak diminati siswa-siswa tersebut akan malas dalam belajarnya. Jika terdapat siswa yang kurang berminat terhadap belajar biarkan atau dapatlah diusahakan agar ia lebih mempunyai minat yang lebih besar dengan menjelaskan hal-hal menarik.
c. Bakat
“Bakat adalah kemampuan, untuk belajar karena kemampuan itu baru terealisir menjadi kecakapan yang nyata setelah belajar dan berlatih (Slameto, 1988:59).
Bakat itu juga mempengaruhi prestasi belajar siswa jika bahan pelajaran sesuai dengan bakat siswa, hasil, pelajaran akan lebih baik karena ia akan senang terhadap bahan pelajaran tersebut, selanjutnya mereka akan lebih giat lagi, oleh karena itu penting sekali untuk mengetahui bakat dari siswa, dan menempatkan siswa di sekolah yang sesuai dengan bentuknya.
d. Kesiapan
Kesiapan itu timbul dan siswa itu sendiri dan juga berhubungan dengan kesiapan fisik dan mental dan siswa yang bersangkutan. Dengan sudah siapnya untuk menerima pelajaran, hasil pelajaran akan lebih baik, lain halnya apabila belum siap menerima pelajaran. Prestasi yang dihasilkan akan lebih rendah dengan faktor kesiapan juga berpengaruh pada prestasi siswa.
e. Faktor usia kronologis
Pertambahan dalam usia selalu dibarengi dengan proses pertumbuhan dan perkembangan. Semakin tua usia anak semakin meningkat pula kematangan berbagai fungsi fisiologinya. Anak yang lebih tua lebih kuat, lebih sabar, lebih sanggup melaksanakan tugas-tugas yang lebih berat, lebih mampu mengarahkan energi dan perhatiannya dalam waktu yang lebih lama, lebih memiliki koordinasi gerak kebiasaan kerja dan ingatan yang lebih baik dan tingkat kemampuan belajar siswa.
f. Faktor perbedaan jenis kelamin
Hingga saat ini belum ada petunjuk yang menguatkan tentang adanya perbedaan skill, sikap, minat, temperamen, bakat dan pola-pola tingkah laku sebagai akibat dari perbedaan jenis kelamin. Hjljk;k;
Misalnya dalam prestasi akedemik dapat kita lihat banyak anak perempuan yang menunjukkan prestasi yang lebih baik tidak kalah dengan prestasi anak laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang berarti antara anak laki-laki dan perempuan dalam hal inteligensi.
g. Pengalaman sebelumnya
Pengalaman yang diperoleh individu ikut mempengaruhi belajar yang bersangkutan, terutama dalam hal transfer belajarnya.
h. Kondisi kesehatan jasmani
Siswa yang belajar membutuhkan kondisi yang sehat. Siswa yang badannya sakit akibat penyakit-penyakit tertentu serta kelemahan tidak akan dapat belajar dengan efektif. Cacat-cacat fisik juga mengganggu belajar.
i. Kondisi kesehatan rohani
Gangguan terhadap cacat-cacat mental pada seseorang sangat mengganggu belajar orang yang bersangkutan.
j. Motifasi
Motifasi yang berhubungan dengan kebutuhan motif dan tujuan, sangat mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar. Motifasi adalah sangat penting bagi proses belajar karena motifasi lgjoakgf;ak;akj
menggerakkan organisme, mengharapkan tindakan serta memilih tujuan belajar yang dirasakan penting bagi siswa.
B. Tinjauan Prestasi Belajar
Untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa, penulis memberikan pengertian tentang belajar. Dalam kamus umum Bahasa Indonesia oleh W.J.S. Poerwodarminto disebut bahwa: “Prestasi adalah kemampuan siswa yang semaksimal mungkin dari hasil yang dicapai” (W.J.S. Poerwodarminto, 1982:108) menurut Suhartono, “Belajar adalah suatu nilai yang menunjukkan hasil yang tinggi dalam belajar, yang dicapai melalui kemampuan dalam mengerjakan sesuatu pada saat tertentu pula.”
Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar siswa adalah nilai yang mewujudkan hasil belajar yang menunjukkan kemampuan dalam mengerjakan pada saat tertentu dalam suatu lembaga pendidikan. Jadi dari pengertian prestasi belajar tersebut di atas dan peristiwa mengajar yang mengarah pada tujuan, maka mengetahui apakah kegiatan belajar mengajar akan berhasil atau sudah mencapai tujuan, yang diperlukan adalah nilai. Penilaian itu diperlukan untuk mengetahui hasil usaha pendidikan kita terhadap siswa, hasil inilah yang kita sebut prestasi belajar siswa.
C. Tinjauan Umum Pembelajaran Kooperatif
Pendekatan konstruktif dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara ekstensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep itu dengan temannya (Slavin, 1995).
Menurut Thomson, et al (1995), pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran pendidikan agama Islam. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri 4 atau 5 siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku (Thomson, 1995). Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerjasama di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, memberikan penjelasan pada teman sekelompok dengan baik, siswa yang diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 1995).
Perlu ditekankan kepada siswa bahwa mereka belum boleh mengakhiri diskusinya sebelum mereka yakin bahwa seluruh anggota timnya ljajkgfakajglajgjalj
Menyelesaikan seluruh tugas. Siswa diminta menjelaskan jabatannya di lembar kerja siswa (LKS). Apabila seorang siswa memiliki pertanyaan, teman satu kelompok diminta untuk menjelaskan, sebelum menanyakan jawabannya kepada guru. Pada saat siswa sedang bekerja dalam kelompok, guru berkeliling di antara anggota kelompok, memberikan pujian dan mengamati bagaimana kelompok bekerja. Pembelajaran kooperatif dapat membuat siswa menverbalisasi gagasan-gagasan dan dapat mendorong munculnya refleksi yang mengarah pada konsep-konsep secara aktif (Thomson et al. 1995).
Pada saatnya, kepada siswa diberikan evaluasi dengan waktu yang cukup menyelesaikan tes yang diberikan. Diusahakan agar siswa tidak bekerjasama pada saat mengikuti evaluasi, pada saat ini mereka harus menunjukkan apa yang mereka pelajari sebagai individu.
D. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Terdapat 6 fase atau langkah utama dalam pembelajaran kooperatif (Arends, 1997:113). Pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan motifasi siswa untuk belajar. Fase in diikuti siswa dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan verval. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap in diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerjasama menyelesaikan tugas mereka. Fase terakhir dari pembelajaran kooperatif yaitu penyajian hasil akhir kerja kelompok, dan jkhkjjkjil
Mengetes apa yang mereka pelajari, serta memberi penghargaan terhadap usaha-usahanya kelompok maupun individu. Keenam fase pembelajaran kooperatif dirangkum pada tabel 1 berikut ini:
Tabel 1:
Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Fase
Tingkah Laku Guru
Fase 1:
Menunjukkan tujuan dan memotivasi siswa • Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase 2:
Menyajikan informasi • Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Fase 3:
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
• Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase 4:
Membimbing kelompok bekerja dan belajar • Guru membimbing kelompok- kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase 5:
Evaluasi • Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing - masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6:
Memberikan penghargaan • Guru mencari cara-cara untuk menghargai, baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
(Arens, 1997)
E. Keterampilan-keterampilan dalam Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa juga harus mempelajari keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membagi tugas anggota kelompok selama kegiatan. Keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut antara lain berikut: (Lundgren, : 1994).
1. Keterampilan tingkat awal
(1) Menggunakan Kesepakatan
Yang dimaksud dengan menggunakan kesepakatan adalah menyamakan pendapat yang berguna untuk meningkatkan kerja dalam kelompok.
(2) Menghargai Kontribusi
Menghargai berarti memperhatikan atau mengenal apa yang dapat dikatakan atau dikerjakan orang lain. Hal ini berarti bahwa harus selalu setuju dengan anggota lain, dapat saja dikritik yang diberikan itu ditunjukkan kepada ide atau tidak individu.
(3) Mengambil Giliran dan Berbagai Tugas
Pengertian ini mengandung arti bahwa setiap kelompok bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas/membaca surat-surat al-Qur’an tertentu dalam kelompok.
(4) Berada dalam Kelompok
Maksud disini adalah setiap anggota tetap dalam kelompok kerja selama kegiatan berlangsung.
(5) Berada dalam Tugas
Artinya bahwa meneruskan tugas yang menjadi hafalan membaca surat-surat al-Qur’an, agar kegiatan dapat diselesaikan sesuai waktu yang dibutuhkan.
(6) Mendorong partisipasi
Mendorong partisipasi artinya mendorong semua anggota kelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok.
(7) Mengandung orang lain
(8) Menyelesaikan tugas pada waktunya
(9) Menghormati perbedaan individu
2. Keterampilan Tingkat Menengah
Keterampilan tingkat menengah meliputi menunjukkan penghargaan dan simpati, mengungkapkan ketidak setujuan dengan cara dapat diterima, mendengarkan dengan aktif, bertanya, membuat rangkuman, menafsirkan, mengatur dan mengorganisir, serta mengurangi ketegangan.
3. Keterampilan Tingkat Mahir
Keterampilan tingkat mahir meliputi mengelaborasi, memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan, dan berkompromi.
F. Lingkungan Belajar dan Sistem Manajemen
Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Guru menetapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam pembentukan kelompok mendefinisikan semua prosedur, namun siswa diberikan kebebasan dalam mengendalikan dari waktu ke waktu di dalam kelompoknya. Agar pelajaran dengan pembelajaran kooperatif ingin menjadi sukses, materi pelajaran yang lengkap harus tersedia di ruang guru atau di perpustakaan atau di pusat media. Keberhasilan juga menghendaki syarat dari menjauhkan kesalahan tradisional yang berhubungan dengan kerja kelompok secara hati-hati tingkah laku siswa.
G. Pengertian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan (action research) merupakan pendekatan yang semakin banyak dan diperlukan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, terutama dalam peningkatan mutu, relevansi dan efisiensi pengelolahan pendidikan. Hal ini terjadi karena penelitian tindakan dalam konteks pendidikan banyak mengkaji interaksi (proses belajar-mengajar) yang terjadi dalam kelas di sekolah-sekolah.
Perbaikan proses belajar mengajar di dalam kelas dan pengelolaan sekolah dipandang sebagai pusat tumpuan peningkatan mutu hasil belajar siswa dan efisiensi pendidikan. Seperti yang dinyatakan oleh Hammersley (1986), jika kita bermaksud memahami cara kerja sekolah dan hendak mengubah atau meningkatkan peranannya, maka yang sangat penting dimengerti adalah apa yang terjadi di dalam kelas. Sebagian besar dari wujud nyata kegiatan pendidikan di sekolah dapat diamati dalam kelas.
Sedangkan penelitian tindakan (action research) memiliki lingkup yang lebih luas, karena tidak saja mengkaji dan melakukan tindakan dalam lingkup kelas, tetapi dapat mencakup satu sekolah bahkan dapat beberapa sekolah. Berikut adalah siklus atau alur dalam penelitian tindakan kelas.
Ada berbagai macam pendapat tentang pengertian penelitian tindakan antara lain menurut Kurt Lewin (dalam Sukarnyana, 2000:5) Penelitian tindakan merupakan suatu rangkaian langkah (a spiral of stepsi) yang terdiri dari empat tahap yakni perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sedangkan Kemmis dan Mc. Taggart mengemukakan penelitian tindakan adalah suatu bentuk self inquiry kolektif yang dilakukan oleh para partisipan di dalam situasi sosial untuk meningkatkan rasionalis dan keadilan dari praktek sosial atau pendidikan yang mereka lakukan, serta mempertinggi pemahaman mereka terhadap praktek dan situasi dimana praktek itu dilaksanakan. Dari beberapa definisi di atas, terdapat dua prinsip penting dalam penelitian tindakan yakni:
1. Adanya keikutsertaan dari perilaku dalam pelaksanaan program (Partisipatori) dan
2. Adanya tujuan untuk meningkatkan cara melaksanakan suatu program kegiatan dan mempertinggi kualitas hasil suatu kegiatan.
Berdasarkan definisi tersebut, maka pengertian penelitian tindakan kelas (PTK) adalah studi sistematis terhadap praktek pembelajaran di kelas dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa dengan melakukan tindakan tertentu. Atas dasar pengertian PTK tersebut di atas terdapat 3 ciri khas PTK:
1. PTK dilaksanakan oleh guru sebagai pendidik dan pengajar, apabila dalam kelas ada masalah, guru wajib mengupayakan agar masalah tersebut dapat diatasi atau dikurangi dengan melakukan tindakan.
2. PTK dilaksanakan atas dasar masalah yang benar-benar dihadapi oleh guru.
3. PTK selalu ada tindakan yang dilakukan oleh guru untuk menyempurnakan pelaksanaan proses pembelajaran.
Ada berbagai macam pendapat tentang pengertian penelitian tindakan antara lain menurut Kurt Lewin (dalam Sukarnyana, 2000:5) penelitian tindakan merupakan suatu rangkaian langkah (a spiral of steps) yang terdiri dari empat tahap yakni perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Sedangkan Kemmis dan Mc. Taggart mengemukakan penelitian tindakan adalah suatu hkgldjgldj
bentuk selfinguiry kolektif yang dilakukan oleh para partisipan di dalam situasi sosial untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari praktek sosial atau pendidikan yang mereka lakukan, serta mempertinggi pemahaman mereka terhadap praktek dan situasi dimana praktek itu dilaksanakan.
Dari beberapa definisi di atas, terdapat dua prinsip penting dalam penelitian tindakan, yakni:
1. Adanya keikutsertaan dari pelaku dalam pelaksanaan program (partisipatori) dan
2. Adanya tujuan untuk meningkatkan cara melaksanakan suatu program kegiatan dan mempertinggi kualitas hasil suatu kegiatan.
Berdasarkan definisi tersebut, maka pengertian penelitian tindakan kelas (PTK) adalah studi sistematis terhadap praktek pembelajaran di kelas dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa dengan melakukan tindakan tertentu. Atas dasar pengertian PTK tersebut di atas terdapat 3 ciri khas PTK:
1. PTK dilaksanakan oleh guru sebagai pendidik dan pengajar, apabila dalam kelas ada masalah, guru wajib mengupayakan agar masalah tersebut dapat diatasi atau dikurangi dengan melakukan tindakan.
2. PTK dilaksanakan atas dasar masalah yang benar-benar dihadapi oleh guru.
3. PTK selalu ada tindakan yang dilakukan oleh guru untuk menyempurnakan pelaksanaan proses pembelajaran.
H. Pentingnya Pelaksanaan Tindakan Kelas
Adapun alasan dilaksanakan PTK adalah:
1. Dengan melaksanakan PTK berarti guru telah menerapkan pengajaran yang reflektif (reflectif teaching), artinya guru secara

Home »
Makalah Pendidikan
» Pendd dlm Islam
Pendd dlm Islam
Written By Aflach Perdana Putra on Kamis, 13 Mei 2010 | 07.03
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Popular Posts
>
-
FUNGSI DAN PERANAN MANAJER A. Tugas dan Fungsi Manajer Manajer adalah pimpinan atau pemimpin suatu organisasi. Dalam organisasi, istil...
-
PERKAWINAN CAMPURAN A. Pengertian Perkawinan Campuran Dalam RUUP yang diakukan oleh pemerintah kepada DPR untuk dibahas, termuat ra...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran pada dasarnya membahas pertanyaa: apa, siapa, mengapa, bagaimana, dan seberapa baik...
-
CARA MENDAUR ULANG SAMPAH 2.1. Pengolahan Sampah Beberapa alternatif cara pemusnahan sampah yang dapat dilakukan secara sederh...
-
Dalam setiap agama mamiliki pendapat sendiri tentang proses penciptaan manusia.Sehingga muncullah perbedaan pendapat tentang hal tersebut,Ha...
-
QIYAS DALAM MASADIRU AL-AHKAM I. Pendahuluan Sebagai sebuah realita, berjalanya waktu dan perkembangan zaman, pasti akan memunc...
-
Sosiologi dalam Keluarga 1. 1. Definisi Keluarga Keluarga adalah kelompok sosial yang terdiri atas dua orang atau lebih yang ...
-
HUKUM WAKAF DALAM KACAMATA PARA ULAMA’ A.PENDAHULUAN Wakaf merupakan suatu tindakan hukum yang di syariatkan sehingga ke mazhab pun meny...
-
Etika Mengurus Janazah Apabila ada seorang muslim meninggal dunia, hendaklah segera kita mengunjungi keluarga yang ditinggalkannya untuk ...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembelajaran bidang studi Bahasa Arab di MI memiliki fungsi yang penting dalam memberikan pondas...
0 komentar:
Posting Komentar