BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia yang sekarang ini dirasakan semakin gawat mulai pada tahun 1969, tidak lama setelah pemerintahan Republik Indonesia membuka pintu lebar-lebar dengan dunia luar yaitu masa era globalisasi. Masalah penyalahgunaan narkotika oleh para remaja pada masa sekarang, pada hakikatnya bukan masalah yang berdiri sendiri, melainkan masalah yang ternyata mempunyai sangkut-paut dengan faktor-faktor lain, yang timbul dalam kehidupan manusia. Itulah sebabnya, masalah ini sering disebut gejala sosial, yang pada akhir-akhir ini menonjol terutama di kota-kota besar. Dengan demikian penyalahgunaan narkotika oleh para remaja merupakan salah satu kenyataan yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari semua pihak yang merasa turut bertanggung jawab atas pembinaan dan pendidikan generasi muda. Hal ini bukan saja disebabkan oleh akibat negatif dari perbuatan kenakalan remaja dalam penyalahgunaan narkotika terhadap keluarga dan masyarakat. Sesungguhnya lebih jauh lagi, yaitu bagi pertumbuhan remaja itu sendiri, sebagai generasi bangsa yang akan bertanggung jawab pada masa yang akan datang.
Kenyataan menunjukkan, bahwa penyalahgunaan narkotika telah melanda kalangan pemuda-pemudi kita. Padahal, penyalahgunaan narkotika oleh seseorang dapat menimbulkan kebergantungan jasmaniah maupun rohaniyah, yang sangat merugikan bagi setiap pemakainya, baik secara fisik maupun mental. Berdasarkan akibat negatif tersebut, maka pada tahun 1973 kepala BAKIN Letjen Soetopo Juwono, dalam kampanye anti narkotika dan kenakalan anak-anak dan remaja, mengemukakan pendapat bahwa, meskipun masalah ini belum begitu parah seperti di luar negeri, harus mendapat perhatian yang serius dan harus sudah mulai ditanggulangi. Sebab, justru yang menjadi korban adalah jantung bangsa Indonesia, yaitu kalangan remaja, yang menjadi inti kelangsungan hidup bangsa dan negara Republik Indonesia.
Penyalahgunaan narkotika oleh para remaja dewasa ini mengalami angka kenaikan yang menonjol, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Medan. Berita yang memuat dalam harian Kompas tanggal 30 Juni 1973 menunjukkan bahwa penyalahgunaan narkotika di kota Semarang cukup tinggi. Tiga belas orang pengedar morfin telah ditangkap. Ternyata mereka itu pecandu morfin, bahkan sembilan diantaranya morfinis kelas berat.
Di Surabaya, Komtares Kepolisian Madya Surabaya telah menangkap sejumlah morfinis yang tindakannya kelewatan nekat dalam usahanya memperoleh morfin dan obat bius lainnya, yaitu dengan cara memalsukan sejumlah kopi resep. Pada masa yang telah lalu, dari hasil penyelidikan dr. Bongas Pasaribu, yang dilakukannya sejak Desember 1971 sampai pertengahan Februari 1972, menunjukkan bahwa diantara anak didik sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah lanjutan tingkat atas di Jakarta, banyak yang menggunakan obat-obat terlarang. Dari 5427 siswa di Jakarta, 10 persen pernah menghisap ganja. Dari jumlah tersebut ditemukan siswa yang pernah menggunakan morfin. Kejahatan narkotika di Jawa Barat 95 persen adalah remaja yang berusia 12 sampai 20 tahun. Sedangkan sasaran pengedarnya adalah lembaga-lembaga pendidikan, baik perguruan tinggi maupun sekolah-sekolah.
Selanjutnya dari tahun 1981 hingga Mei 1983 telah ditemukan barang bukti sebagai berikut: Ganja: Tahun 1981-2208,089 kg daun kering dan 230 pohon, tahun 1982-1450,159 kg daun kering dan 138.800 pohon, tahun 1983-1255,930 kg daun kering dan 8358 pohon. Morfin : tahun 1981-177 mg, tahun 1982-1680 mg, pada tahun 1983-476,775 mg. heroin tahun 1981-12.000 mg, tahun 1982-963.000 mg, dan tahun 1983-2650 mg. adapun korban narkotika diperkirakan mencapai 7 sampai 10 kali data resmi. Data resmi tersebut diperoleh dari hasil penangkapan polisi, sedangkan mereka yang berobat atau melapor pada aparat Departemen Kesehatan tercatat 7.000 orang. Daun dari jumlah tersebut kemungkinan perubahan tetap ada.
Perkara narkotika seluruh Indonesia yang ditangani Kejaksaan sampai bulan Maret 1983 adalah sebagai berikut : tahun 1981-753 kasus, tahun 1982 meningkat menjadi 941 kasus, dan tahun 1983-458 kasus, berdasarkan data tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa masalah penyalahgunaan narkotika sudah cukup mengkhawatirkan. Penyalahgunaan narkotika secara berlebih-lebihan dapat mengakibatkan dampak negatif baik kepada si pemakai, masyarakat, maupun negara. Sebagai gambaran singkat, dalam makalah ini penulis mencoba mengemukakan pengertian narkotika dan beberapa masalahnya, remaja dan beberapa masalahnya, faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan narkotika oleh para remaja, beberapa usaha penanggulannya, baik melalui keluarga, pendidikan maupun oleh pemerintah.
Cara yang paling efektif untuk melakukan pencegahan ini ialah, orang-orang dewasa hendaknya mendengarkan dengan simpati dan penuh pengertian segala keluhan dan pengaduhan para remaja, serta memberikan saran-saran pemecahanya dengan penuh kebijaksanaan. Dari uraian tersebut diatas penulis ingin menulis karya ilmiah dengan judul “Pengaruh Iman dan Etika Siswa Terhadap Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba di SMP Negeri 1 Jombang Jombang” dan sebagai penutup karya tulis ini diakhiri dengan membuat kesimpulan dan saran-saran.
B. Tinjauan Variabel Penelitian
1. Keteguhan Iman
Yang dimaksud keteguhan iman adalah keteguhan hati seseorang dalam menghadapi pengaruh iman terhadap cobaan hidup, termasuk cobaan menghadapi gangguan penyalahgunaan narkotika. Mengingat tingkatan iman ada 3 tingkatan yaitu ;
1. Iman yang teguh / iman yang tebal
2. Iman yang tetap / iman sedang
3. Iman yang tipis . iman yang mudah kena pengaruh lingkungan.
Jadi secara harfiah keteguhan iman merupakan kunci seseorang sebagai pedoman hidupnya di masa depan. Orang yang beriman pasti mengetahui mana yang baik dan mana yang kurang baik bagi dirinya, karena melakukan yang baik ia percaya pasti mendapat pahala, dan melakukan yang kurang baik ia percaya pasti mendapat dosa.
2. Akhlaqul Karimah (Etika)
Adalah tingkah laku seseorang yang ada sanksi moral agama dimata masyarakat sebab dengan kalimat. Akhlaq maka orang pasti menilai bagaimana tingkah lakunya selama ini. Disamping apakah ada peningkatan perbuatan baiknya dibanding perbuatan tingkah laku buruknya. Di manapun ia berada selalu berperilaku sesuai tuntunan Allah dan berdasarkan Hadis Nabi. Etika siswa dapat dicapai melalui pendidikan sistem pondok pesantren, dimana para siswa remaja dibentuk kepribadiannya melalui ajaran-ajaran agama Islam sehingga dapat menjadi manusia yang memiliki kepribadian yang utuh, kuat, beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta memiliki daya tahan terhadap segala macam godaan untuk mencegah penyalahgunaan hal-hal yang tidak baik, seperti narkotika.
3. Penyalahgunaan Narkoba
a. Melalui Orang Tua
Sebagai tindak pencegahan penyalahgunaan narkotika oleh para remaja, orang tua dalam mendidik anaknya tidak boleh terlalu keras, memanjatkan anak secara berlebih-lebihan, dan sikap masa bodoh terhadapa perbuatan anaknya. Sedangkan dalam rangka penyembuhan dan rehabilitasi para korban penyalahgunaan narkotika, orang tua hendaknya menjalin hubungan yang baik dan harmonis dengan anaknya. Sebab, tanpa hubungan baik antara orang tua dan korban, penyembuhan dan rehabilitasi para korban akan sulit dilaksanakan karena dalam usaha itu, selain harus ada keinginan pada si penderita untuk sembuh, juga harus ada kesungguhan dari orang tua dalam membantu anaknya agar sembuh.
b. Melalui Pendidikan
Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha dengan sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan seseorang, di dalam dan di luar sekolah, dan berlangsung seumur hidup.
(1) pendidikan Formal : dalam usaha pengobatan dan rehabilitasi para korban penyalahgunaan narkotika, kepala sekolah dan guru hendaknya bertindak bijaksana, jangan langsung saja mengeluarkan anak didiknya jika mereka kedapatan terlibat langsung dalam penyalahgunaan narkotika, sebab hal ini akan mengakibatkan putus asa pada anak didik yang mendapatkan hukuman itu. Kepala Sekolah dan guru, kalau melihat muridnya menghisap Morfin atau ganja, jangan terburu-buru marah, lantas mengecap murid itu sebagai pecandu. Lebih baik diteliti dulu dengan seksama, apakah si murid sudah benar-benar pecandu, baru mulai, atau hanya dipaksa oleh teman-temanya. Para pendidik, jika mendapatkan pelajar yang diduga atau tertangkap basah menggunakan narkotika, hendaknya segera memberikan informasi dan berkonsultasi dengan orang tuanya, jangan mengambil tindakan yang terlalu keras. Tindakan yang bijaksana ialah membujuk dan menasihati anak itu, dan memberikan pengertian yang logis dengan penuh kasih sayang. Para pendidik hendaknya menganggap para korban sebagai orang sakit, orang yang harus mendapat pertolongan, dan bukan sebagai penjahit yang harus mendapat hukuman yang berat.
(2) Pendidikan di Luar sekolah : yang dimaksud dengan pendidikan di luar sekolah ialah setiap kesempatan terjadinya komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah seperti : (a) Perkumpulan olah raga, di sini peranan pembina sangat penting. Sebab, melalui olah raga para remaja dibina ke arah tertib organisasi yang dianutnya. Olah raga sebagai bagian dari pendidikan sangat penting dalam pembinaan generasi muda. (b) Perkumpulan kesenian, dalam perkumpulan kesenian, para pembina bertugas mengembangkan apresiasi seni para remaja sehingga ia dapat menghargai, menikmati, dan menciptakan karya baru dalam bidang kesenian. Di samping itu, tugas para pembina ialah menjadikan kebudayaan nasional sebagai tameng atau perisai bagi para nasional. Melalui kebudayaan nasional diharapkan dapat mempertebal rasa nasionalisme Indonesia serta dapat mencegah unsur-unsur negatif dari luar yang dapat merusak kepribadian Indonesia, (c) Gerakan Pramuka, Gerakan ini sangat baik untuk pembinaan generasi muda sebab pendidikan yang diberikan terarah kepada ketrampilan, penyesuaian diri, pembinaan sikap, pembinaan mental spiritual, serta mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam latihan Pramuka selalu ditanamkan sopan santun, gotong royong, harga-menghargai, tolong-menolong, keberanian, kejujuran, disiplin dan kepemimpinan. Melalui Gerakan Pramuka ini diharapkan terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya, yang mampu membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
(3) Pendidikan Agama Dalam Rumah Tangga : dalam rangka menanamkan pendidikan agama kepada para remaja, orang tua hendaknya melakukan hal-hal sebagai berikut : (a) Membiasakan diri melakukan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing, dalam arti melakukan perintahnya dan menjauhi larangannya, yakni dengan memberi contoh. (b) Mendorong para remaja untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya. (c) Menyediakan peralatan peribadatan yang dibutuhkan oleh para remaja. (d) Berusaha menghilangkan cara-cara yang bersifat memaksa para remaja, yang dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak disukai oleh para remaja.
(4) Dalam Pondok Pesantren dan Lingkungan sekolahnya : dalam rangka menanamkan pendidikan agama di sekolah agar menjadi benteng alam menghadapi bahaya penyalahgunaan narkotika, sekolah hendaknya melakukan hal-hal sebagai berikut : (a) Menciptakan situasi dan kondisi yang dapat memungkinkan para siswa melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. (b) Mendorong para siswa agar lebih meningkatkan sikap dan perilaku yang baik, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. (c) Menyediakan sarana dan prasarana peribadatan yang dibutuhkan oleh siswa. (d) DI sekolah hendaknya dibiasakan berdoa sebelum dan sesudah melaksanakan pelajaran, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. (e) Semua guru dan pejabat sekolah hendaknya memberi contoh dan teladan dalam melaksanakan ibadah, sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya. (f) Dalam pondok pesantren, melalui manusia yang memiliki kepribadian yang utuh, kuat, beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta memiliki daya tahan terhadap segala macam godaan untuk penyalahgunaan narkotika.
(5) Melalui Badan Koordinasi Pelaksana (BAKALOK) Inpres Nomor 6 Tahun 1971 : Tugas Pokok BAKOLAK Inpres Nomor 6 Tahu 1971 antara lain meliputi pengumpulan dan pengolahan data, penerangan dan penyuluhan, operasi, resosialisasi korban narkotika, dan pembinaan khusus korban narkotika. Di tingkat pusat, unsur pemerintah yang tergabung dalam Bakolak Inpres Nomor 6 Tahun 1971 antara lain Polri, Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Kehakiman, Kejaksaan Agung dan Departemen Keuangan.
(6) Upaya Penanggulangan :
preemtif : (a) Bentuk Giat : Bimbingan dan pengembangan lingkungan pola hidup masyarakat terutama remaja dan pemuda dengan kegiatan yang bersifat produktif, konstruktif dan kreatif. Sasaran : terciptanya suatu kesadaran, kewaspadaan dan daya tangkap serta terbinanya suatu kondisi perilaku dan norma hidup bebas dari narkoba. (b) Pengadilan dan pengawasan jalur resmi serta mewaspadai terhadap jalur peredaran gelap melalui laut, udara internasional. (c) Mewaspadai tempat peredaran penyalahgunaan narkoba seperti Night Club, Diskotik, dll. (d) Waspada terhadap sekolah dan perguruan tinggi yang diduga menjadi sasaran penyalahgunaan narkoba. (e) Mencabut ijin usaha tempat hiburan yang digunakan untuk peredaran dan penyalahgunaan narkoba.
Represif : (a) Memutuskan jalur peredaran gelap narkoba. (b) Mengungkap jaringan sindikat. (c) Mengungkap motivasi / latar belakang kejahatan narkoba.
C. Fokus Penelitian
1. Bagaimana peningkatan keamanan SMP Negeri 1 Jombang Jombang.
2. Bagaimana peningkatan etika SMP Negeri 1 Jombang.
3. Bagaimana Pencegahan Penyalahgunaan narkoba di SMP Negeri 1 Jombang.
D. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan bagaimana peningkatan keamanan SMP Negeri 1 Jombang.
2. Untuk mendeskripsikan bagaimana peningkatan etika SMP Negeri 1 Jombang.
3. Untuk mendeskripsikan bagaimana pencegahan penyalahgunaan narkoba di SMP Negeri 1 Jombang.
BAB II
NARKOTIKA DAN BEBERAPA MASALAHNYA
A. Pengertian Narkotika
Bab I Pasal 1 Undang-undang No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika menyatakan bahwa yang dimaksud dengan narkotika adalah sebagai berikut :
1. a. Bahan-Bahan yang disebut pada angka 2 sampai dengan 13 di bawah ini.
b. Garam-garam dan turunan-turunan dan morfina dan kokaina.
c. Bahan lain, baik alamiah, sintesis, maupun semi sintesis yang belum disebutkan, yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina dan kokaina yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan sebagai narkotika, apabila penyalahgunaan dapat menimbulkan ketergantungan yang merugikan seperti morfina dan kokaina.
d. Camopuran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan yang tersebut dalam huruf, a, b, dan c.
2. Tanaman papaver, yaitu tanaman Somniferum L, termasuk biji, buah dan jeraminya.
3. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah Papaver Somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedarnya untuk pembungkusan dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfina.
4. Opium masak, yaitu :
a. Candu, yakni hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan, khusus dengan pelarutan, pemanasan dan peragian, dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya menjadi suatu kstrak yang cocok untuk pemadatan.
b. Jicing, yakni sisa candu setelah diisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.
c. Jicingka, yakni hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.
5. Opium obat, yaitu opium mentah yang telah mengalami pengolahan sehingga sesuai untuk pengobatan, baik dalam bentuk bubuk atau dalam bentuk lain, atau dicampur dengan zat-zat netral sesuai dengan syaraf farmakope.
6. Morfina, yaitu alkoloida utana dari opium, dengan rumus kumua C17H19NO3.
7. Tanaman koka, yaitu tanaman semua genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae.
8. Daun Koka, yaitu daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylon, yang menghasilkan kakaina secara langsung atau melalui perubahan kimia.
9. Kokaina mentah, yaitu semua hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.
10. Kokaina, yaitu metil ester 1 bensoil ekgonina dengan rumus kimia C17H21NO4.
11. Ekgonina, yaitu 1 ekgonina dengan rumus kimia C9H15NO3H2O dan ester serta turunan-turunannya yang dapat diubah menjadi ekgonina dan kokainina.
12. Tanaman ganja, yaitu semua bagian dari semua tanaman genus Canabis, termasuk biji dan buahnya.
13. Damar ganja, yaitu damar yang diambil dari tanaman ganja termasuk hasil pengolahannya, yang menggunakan damar sebagai bahan dasar.
B. Sejarah Narkotika
Candu diperkirakan berasal dari daerah timur pegunungan Mediterania. Candu terbuat dari tanaman Papaver Somniferum L, sejenis tanaman perdu liar yang tumbuh subur di Pegunungan itu. Semula tanaman itu diambil bijinya dan digunakan sebagai campuran minuman the. Pada zaman Neolitikum, budaya pengusahaan biji candu ini menyebar ke arah barat hingga ke Eropa Tengah, pada zaman Yunani Kuno tanaman ini dikenal sebagai tanaman kebun yang dipelihara.
Pujangga Homer dalam karyanya Oddyssey, menyebutkan penggunaan candu sebagai obat yang digunakan dalam minuman untuk menyambut tamu. Dioserides dalam abad pertengahan telah menggunakan tanaman Papaver somniferum L sebagai obat seperti yang kita kenal sekarang.
Kebiasaan menghisap candu yang menjadi ciri khas di kawasan Timur Jauh belum dikenal orang sampai penemuan Benua Amerika 1942. kesukaran menghisap candu menjadi masalah besar setelah Cina menjadi sasaran utama perdagangan candu oleh maskapai Inggris, British East India Company (BEIC) dan Belanda (VOC).
Pada tahun 1970 BEIC berhasil menjual 240 ton candu ke Cina dan meningkat pada tahun 1983 (2400 ton). Berdasarkan laporan PBB pada seminar Internasional Antar-Regional II tentang pencegahan dan penyembuhan kepada obat di Bangkok bulan November 1979, pada tahun 1880 impor candu di Cina melonjak menjadi 5000ton, dan diperkirakan 15 juta penduduk Cina menjadi korban candu. Dalam laporan tersebut dijelaskan pula kisah migrasi orang-orang Cina dari daerah selatan ke negara-negara Asia Tenggara pada akhir abad ke-18, karena musim kering dan bahaya kelaparan yang mengancam.
Menurut Encyclopedie van Nederlandsch Indie (1919), pada awal abad ke-20 pemakai candu di Indonesia terdapat di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.
Setelah menjadi barang dagangan VOC, pemasukan candu ke Pulau Jawa meningkat, terutama setelah VOC memegang monopoli impor ke Kerajaan Mataram pada tahun 1969 dan Kesultanan Cirebon pada tahun 1678, serta kemudian juga ke-Banten. Kebanyakan candu didatangkan oleh VOC dari jajahannya di Benggal, India pada tahun 1941 dibentuk maskapai perdagangan candu yang berbentuk PT. Pemegang saham PT tersebut kebanyakan adalah pejabat VOC. Namun pada tahun 1794, maskapai tersebut dibubarkan karena keuntungannya hanya untuk pejabat, bukan untuk VOC.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, usaha membatasi pemakaian candu dilakukan dengan peraturan. Pada masa pakter candu, tempat penjualan dan penghisapan bambon menjadi satu. Tetapi setelah adanya Regil, keluar ketentuan tidak boleh dilakukan penjualan candu di Bambon. Bambon hanya terbuka bagi laki-laki bukan Eropa yang telah dewasa, yang berumur diatas 18 tahun. Pada tahun 1905 di seluruh Pulau Jawa terdapat 755 bambon, tahun 1912 menurun menjadi 74 bambon, sedangkan di luar Pulau Jawa hanya terdapat 40 bambon, di Pulau Jawa 32 persen pembeli candu adalah golongan Cina, dan 68 persen adalah penduduk pribumi. Untuk seluruh Hindia Belanda, angka itu mencapai 65 persen golongan Cina dan 35 persen golongan pribumi.
Dengan kemajuan teknologi, candu yang berasal dari tanaman Papaver Somniferum L dapat diolah sehingga menghasilkan morfina dan heroina, sedangkan tanaman koka dapat diolah untuk menghasilkan kokaina.
Disamping tanaman tersebut, ganja, yang tumbuh subur di negara kita, juga termasuk salah satu jenis narkotika yang dilarang oleh Pemerintah republik Indonesia. Ganja adalah sejenis tumbuhan herbaceous dari jenis Cannabis. Tumbuhan ini mudah tumbuh di daerah tropis, dan sudah ada sejak dulu kala. Pucuk, daun, dan getah tumbuhan ini mengandung zat-zat kimia yang menyebabkan Farmakologis yang berbeda-beda dari daerah asal tumbuhan itu. Pengolahan ganja masih secara sederhana, pada umumnya dikeringkan, kemudian diiris-iris, digulung, untuk selanjutnya diisap sebagai rokok. Dewasa ini candu, morfina, heroina, kokaina dan ganja dikenal dalam ketentuan perundang-undangan sebagai narkotika.
C. Akibat Penyalahgunaan Narkotika
Narkotika adalah zat yang jika dimakan, diminum, atau dimasukkan (disuntikan) ke dalam tubuh manusia, dapat mengubah satu atau lebih fungsi badan manusia. Pada umumnya, suasana hati yang ditimbulkan oleh penggunaan narkotika adalah sebagai berikut :
1. Pelupa, pikiran kabur, acuh tak acuh dan tertekan.
2. Rasa gelisah, gugup curiga, merasa dikejar-kejar dan mudah tersinggung.
3. Apatis, putus asa, pendiam, bingung dan menyendiri.
4. Sinism pesimis dan muram.
Pemakaian narkotika secara terus-menerus akan mengakibatkan orang itu bergantung pada narkotika secara terus-menerus akan mengakibatkan orang itu bergantung pada narkotika, secara mental maupun fisik, yang dikenal dengan istilah kebergantungan fisik dan mental. Kebergantungan fisik dan mental lambat laun dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan.
Narkotika, sebelum mengakibatkan kebergantungan fisik dan mental bagi pemakainya, dapat menyebabkan ketagihan. Ketagihan merupakan suatu keinginan psikologis untuk mengulangi penggunaan narkotika secara periodik atau secara terus-menerus, yang disebabkan oleh alasan emosional.
Keinginan dan kebutuhan akan narkotika pada seseorang untuk memenuhi kebergantungan fisik dan mental, bertambah dengan cepat. Si pemakai selalu mengharapkan narkotika. Dosis yang digunakan makin lama makin banyak, sedangkan daya tahan tubuh makin lama makin berkurang, sehingga menimbulkan bahaya.
Penyalahgunaan narkotika oleh seseorang dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
1. Penyalahgunaan candu, morfina dan heroina mengakibatkan :
a) Kematian, baik karena kelebihan dosis maupun karena bahan campurannya.
b) Kebergantungan, yakni kehidupan seseorang yang hanya berkisar pada bagaimana cara memperoleh dan menikmati candu, morfina dan heroina. Perbuatan apapun akan dilakukan, baik halal (elegal) maupun haram (illegal), guna memperoleh candu, morfina dan heroina.
c) Toleransi, yakni jumlah takaran (dosis) candu, morfina dan heroina yang dipergunakan makin lama makin meningkat untuk mendapatkan efek yang sama.
d) Ketagihan, yakni keadaan seseorang yang sudah berada dalam kebergantungan. Jika penggunaan candu, morfina atau heroina dihentikan, tiba-tiba ia akan memperoleh rasa nyeri yang amat hebat pada tumbuhannya.
e) Timbulnya komplikasi atau berakibat berkembangnya penyakit-penyakit kulit, paru-paru, hati, ginjal, jantung, penyakit karena kurang gizi dan berbagai penyakit lainnya.
2. Akibat Penyalahgunaan Koka dan Heroina ;
a) Kematian. Takaran yang berlebih-lebihan dapat menyebabkan kematian, oleh karena gangguan pada pernafgasan dan jantung.
b) Kebergantungan, karena sifat kebergantungan ini, maka kehidupan penyalahgunaan itu tidak lain hanyalah berkisar pada bagaimana caranya memperoleh dan menikmati koka dan kokaina. Bila pemakaian koka dan heroina dihentikan secara tiba-tiba, ia akan merasa sedih sekali (depresi), takut, bingung, panik, putus asa dan kelelahan yang sangat.
c) Pemakaian yang terus menerus (kronis) akan menyebabkan gangguan pada pencernaan, kehilangan berat badan, pusing-pusing, mau muntah dan tidak bisa tidur, abses kulit, kadang-kadang kejang, terjadi gangguan mental yang menjurus kepada perbuatan kekerasan dan perbuatan asosial.
3. Lysergic Acid Diethylamida (LSD)
LSD adalah nama kimia lengkap, merupakan suatu campuran yang tidak berwarna dan tidak merasa. Efek yang ditimbulkan : si Pemakai akan mendapat pemandangan-pemandangan yang lebih terang dan lebih bergairah, menghilangkan ketegangan, menciptakan kegairahan dan khayalan yang indah-indah. Jika penyalahgunaan LSD :
a) Kematian akan terjadi jika mempergunakan LSD terlalu banyak.
b) Kebergantungan mental dan fisik.
c) Muntah-muntah, kepeningan yang sangat, khayalan-khalayan yang menakutkan sehingga merusak mental, sehingga seseorang yang menggunakan LSD bisa bunuh diri atau membahayakan orang lain.
d) Denyut jantung bertambah cepat, kenaikan tekanan darah, biji mata membesar, otot-otot tangan dan kaki gemetar, keringat dingin keluar, marah karena panas, rasa mual dan pernafasan tersendat.
4. Akibat Penyalahgunaan Ganja :
a) Gangguan pada seluruh pernafasan, batuk-batuk dan sebagainya, seperti diakibatkan oleh rokok biasa.
b) Pikiran, dan perasaan akan selalu rindu pada ganja sehingga ia akan selalu memikirkan dan berusaha mengobati rindunya.
c) Daya tahan terhadap persoalan hidup menjadi lemah.
d) Malas, sikap masa bodoh, tidak peduli.
e) Kehilangan keinginan untuk belajar, bekerja dan sebagainya.
f) Ada kecenderungan untuk menyalahgunakan narkotika lainnya yang lebih berbahaya, yang lebih kuat potensinya.
D. Penyalahgunaan Narkotika Oleh Remaja Di Jakarta
Menurut hasil yang diperoleh dalam survey mengenai penyalahgunaan narkotika oleh para siswa sekolah lanjutan di Jakarta, yang diadakan oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta dalam tahun 1972, jenis narkotika yang dikenal oleh para siswa dan dalam studi kasus adalah sebagai berikut :
1. Sampel populasi terdiri atas 1500 orang
a) Ganja (marihuana) : 37 persen
b) Morfin : 31 persen
c) MX (madrax) : 10 persen
d) Candu (opium) : 7 persen
e) LSD : 7 persen
f) Heroina : 5 persen
g) Lain-lain : 3 persen
2. Studi kasus terdiri atas 75 orang
a) Ganja (marihuana) : 31 persen
b) Morfin : 31 persen
c) MX (madrax) : 13 persen
d) LSD : 13 persen
e) Candu (opium) : 6 persen
f) Heroina : 6 persen
g) Kokaina : 3 persen
h) Acid : 0,8 persen
Mereka mengetahui jenis-jenis narkotika melalui media masa, baik radio, televisi, majalah dan surat kabar, maupun dari temannya sendiri.
Korban penyalahgunaan narkotika di Jakarta, berdasarkan data dari Penanggulangan Pekan Penyalahgunaan Narkotika, tanggal 1 sampai dengan 14 Agustus 1973 di Gelanggang Remaja Bulungan Selatan, sebagai berikut ;
a) Morfina : 96 persen
b) MX (madrax) : 56 persen
c) Heroina : 3 persen
d) LSD : 1 persen
e) Ganja (marihuana) : 8 persen
f) Lain-lain : 7 orang
Narkotika yang dipergunakan oleh para korban adalah dalam bentuk cairan, kapsul, pil, dan yang dapat diisap sebagai rokok.
Dari survey tersebut dapat diketahui pula cara pemakaian narkotika sebagai berikut : dirokok 91%, disuntikan 4 % cara lain 5%.
Selain itu dapat pula diperoleh keterangan bahwa perasaan yang timbul dan dirasakan oleh penderita setelah menggunakan narkotika, ternyata sudah lebih tinggi tingkatannya dari pada perasaan yang dialami oleh sampel populasi. Pada sampel populasi masih dalam taraf merasa enteng, mengantuk, pusing-pusing dan mau muntah, sedangkan pada kasus lebih banyak yang sudah mencapai taraf santai, senang, aman, tentram dan lupa akan keadaan sekitar.
Data berdasarkan laporan Drug Dependence Unit (DDU) RS Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan, Periode 3 Juli 1972 sampai dengan 3 Juli 1973 sebagai berikut :
1. Pasien :
Pasien baru berjumlah 192 orang, terdiri atas 168 orang laki-laki dan 24 orang perempuan.
Pasien heropname (dirawat kembali) berjumlah 33 orang, yang terdiri atas 29 orang laki-laki dan 4 orang perempuan. Jumlah seluruhnya 225 orang.
2. Pendidikan :
Tingkat pendidikan pasien terdiri atas sekolah dasar 21 orang, sekolah lanjutan tingkat pertama 72 orang, sekolah lanjutan tingkat atas 83 orang, akademi / Universitas 15 orang dan sarjana lengkap 1 orang.
3. Keadaan Sosial Ekonomi :
Keadaan sosial ekonomi keluarga pasien terdiri atas yang berpenghasilan rendah 132 orang, yang berpenghasilan tinggi 17 orang.
4. Tempat tinggal :
Tempat tinggal pasien : Jakarta 122 orang, Bandung 1 orang, Bogor 8 Orang, dan Surabaya 1 orang. Pasien dari Jakarta dapat dirinci lagi sebagai berikut : Jakpus 105 orang. Jakbar 19 orang, Jaksel 39 orang, Jaktim 9 orang dan Jakut 10 orang.
5. Jenis Obat :
Jenis obat yang digunakan morfina 188 orang, berbiturat 99 orang, alkohol 33 orang, ganja 115 orang, amphetamine 1 orang, dan hallucinogen 1 orang.
6. Cara Penggunaan :
Morfina : disuntikan 160 orang, diisap sebagai rokok 150 orang.
Barbiturat : diminum sebagai pil atau tablet.
Ganja : diisap sebagai rokok.
Amphetamine : disuntikan.
Halunokogen : diminum sebagai pil atau tablet.
Berdasarkan laporan Komando Daerah Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya, Seksi Binapta, tanggal 19 Desember 1973, korban barkotika atau pemakai berjumlah 75 persen, penjual atau pengecer 25 persen, dan sepertiga dari penjual atau pengecer itu adalah pemakai.
E. Perundang-undangan yang Mengatur Narkotika di Indonesia
Peraturan perundang-undangan yang mengatur narkotika sebelumnya Undang-undang No. 9 Tahun 1076 adalah Verdoovende Middelen Ordonantie (Staatsblad) 1927 No. 278 jo No. 536) yang telah diubah dan ditambah, beserta peraturan pelaksanaannya yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Selanjutnya Pemerintah mengganti undang-undang itu dengan undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1976 tentang Narkotika. Dapat disebutkan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-undang tersebut adalah sebagai berikut ;
1. Menanam atau memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan atau menguasai tanaman papaver, tanaman koka atau tanaman ganja.
2. Memprodoksi, mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, meracik atau menyediakan narkotika.
3. Memiliki, menyimpan untuk memiliki atau persediaan atau menguasai narkotika.
4. Membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito narkotika.
5. Mengimpor, Mengekspor, menawarkan untuk di jual, menyalurkan membeli, menjual, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau menukar narkotika.
6. Menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika untuk digunakan orang lain.
7. Menggunakan narkotika bagi dirinya sendiri.
Ancaman hukuman berdasarkan undang-undang ini yang terendah adalah hukuman kurungan satu tahun dan atau denda satu juta rupiah. Sedangkan hidup dan denda 50 juta rupiah. Pengobatan dan perawatan pecandu narkotika serta rehabilitasi terhadap bekas pecandu narkotika dilakukan pada lembaga rehabilitasi. Kepada mereka yang telah berjasa mengungkapkan kejahatan yang menyangkut narkotika, akan diberikan premi atau ganjaran oleh pemerintah. Demikian pokok-pokok ketentuan narkotika yang diatur dalam UU No. 9 Tahun 1976 tentang narkotika.
F. Definisi Narkoba
(a) Narkotika : zat / obat berasal dari tanaman atau lainnya baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. (b) Psikotropika :zat / obat alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoatif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat sehingga menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
(b) Macam-macam Narkotika :
Narkotika Alami “
Opium/candu : hasil olahan getah dari tanaman, papaver somniferum. Berasal dari di luar negeri dan diselundupkan ke Indonesia.
Kokain : hasil olahan daun koka banyak diolah secara gelap di Peru, Bolivia dan Columbia.
Ganja / Marihuana : berasal dari tanaman cannabis sativa, banyak terdapat di Aceh.
Narkotika Semi Sintesis : dibuat dari alkaloid Opium dengan Penantaren dan diproses secara kimiawi untuk menjadi bahan obat yang berkhasiat narkotika. Contoh : Heroin, Codein, dan Putauw.
Narkotika Sintesis : diperoleh melalui proses kimia dengan menggunakan bahan baku kimia sehingga memperoleh hasil baru yang mempunyai efek narkotika. Contoh : Pethidine dan Metadon.
G. Perkembangan Narkotika dan Psikotropika
Perkembangan Narkotika :
• Di Indonesia dikenal sejak zaman Hindia Belanda, digunakan untuk pengikat Cina yang dikerjakan pada proyek Hidia Belanda.
• Tahun 1969 penyalahgunaan narkotika mulai memasyarakat di Indonesia. Yang disalah gunakan bukan hanya candu tetapi morfin dan heroin.
• Tahun 1970 sampai sekarang penyalahgunaan narkotika terus berkembang.
Perkembangan Psikotropika ;
• Salah satu jenis psikotropika yang sering disalahgunakan adalah ectacy, yaitu persediaan farmasi yang mengandung senyawa turunan Amphetamine.
• Ectacy dikenal di Indonesia sejak tahun 90-an dan mulai terkenal tahun 1994 sejak kasus meninggalkannya seorang pemuda di rumah artis.
Perkembangan jenis narkotika dan psikotropika yang disalahgunakan
• Tahun 1969 – 1973 : Terbanyak penyalahgunaan morfin dan ganja.
• Tahun 1973 – 1976 : selain dua jenis itu juga beberapa jenis obat tidur.
• Tahun 1976 – 1979 : Morfin menurun, sedang ganja dan obat tidur tetap.
• Tahun 1979 – 1985 : Ganja, obat tidur, morfin ditambah dan heroin.
• Tahun 1985 – 1990 : Ganja, obat tidur, morfin heroin dan pethidin.
• Tahun 1990 – 1995 : Ganja, obat tidur, morfin, heroin, pethidin, Apmhetidin dan ectacy.
• Tahun 1995 – 1997 : Sama dengan di atas ditambah Putauw yaitu serbuk terunan heroin.
• Tahun 1997 – 1999 : Sama dengan diatas ditambah shabu-shabu yaitu sejenis bubuk/kristal turunan Amphetamine.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian dengan pendekatan kualitatif, memilih jenis penelitian kualitatif karena didasarkan atas pertimbangan, (1) peneliti berupaya mengungkap makna esensial tentang profesionalisme guru, (2) bentuk data penelitian berupa perilaku individu, berupa tuturan bahasam behavioral, sikap dan respon terhadap latar belakang penelitian, (3) rancangan penelitian menggunakan studi kasus, (4) analisis data dilakukan secara induktif, (5) peneliti berfungsi sebagai instrumen. Hal ini sesuai dengan penuturan, Bogdan dan Biklen (1982) bahwa penelitian kualitatif memiliki karakteristik: (1) menggunakan latar alami (natural setting), (2) bersifat deskriptif, (3) proses lebih dipentingkan dari pada hasil, (4) analisis dilakukan secara induktif, (5) makna merupakan hal yang esensial. Pada penelitian kualitatif peneliti harus memiliki fokus yang jelas, fokus dapat berupa masalah-masalah dapat juga dirinci menjadi pertanyaan-pertanyaan. Sedangkan pendekatan penelitian merupakan peresfektif peneliti dalam melihat dua hal yaitu : (1) hakikat subyek penelitian, dan (2) hakikat fokus penelitian.
B. Lokasi Penelitian dan Kehadiran Peneliti
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi atau setting pada Sekolah Menengah Pertama Negeri I Jombang. Penentuan setting penelitian ini didasarkan pada kriteria keunikan dan ketertarikan serta karakteristik tertentu, yang telah diuraikan tersebut diatas Spradley (1980) menyatakan sebaiknya lokasi itu : (1) sederhana dan hanya pada satu situs (2) mudah memasukinya (3) tidak begitu kentara dalam melakukan penelitian dan (4) mudah dalam memperoleh ijin dan kejadian terjadi secara berulang-ulang.
2. Kehadiran Peneliti
Peneliti memasuki lokasi penelitian sebagai individu yang sedang melakukan penelitian. Peneliti berperan sebagai pencari data, peran peneliti sebagai pengamat penuh dan terlibat penuh tanpa prasangka. Dalam pencarian data dengan cara observasi partisipatif maupun wawancara mendalam, peneliti berusaha mengungkap apa saja yang sebenarnya telah dialami oleh informasi dengan pendekatan fenomenologis.
C. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan teknik (1) wawancara mendalam, (2) studi dokumentasi, (3) studi observasi partisipan.
1. Wawancara Mendalam
Wawancara bebas dan mendalam sering digunakan untuk mengumpulkan data. Nasution (1988) mengemukakan. “ pengumpulan data dengan teknik wawancara dilakukan untuk mengetahui pendapat, persepsi, perasaan, pengalaman, pengetahuan, dan penginderaan seseorang” wawancara ialah suatu teknik pengumpulan data penelitian melalui percakapan yang bertujuan untuk memperoleh keterangan tentang orang, kejadian, aktifitas, organisasi, perasaan, motivasi, pengakuan dan perasaan risau (Sonhadji dalam Arifin, 1996). Selanjutnya Sonhadji dalam Arifin (1996) tahap-tahap wawanvara meliputi, (1) menentukan siapa yang akan diwawancarai pada tahapan ini peneliti menentukan dimana dan siap yang akan di wawancarai (2) mempersiapkan wawancara tahapan ini mencakup pengenalan karakteristik dari informasi (3) Gerakan awal dimana peneliti melakukan pertanyaan pendahuluan yang bersifat grandtour (4) melakukan wawancara dan memelihara agar wawancara produktif (5) menghentikan wawancara dan memperoleh rangkuman hasil wawancara dan mengecek kembali yang disampaikan informan.
2. Studi Dokumentasi
Studi Dokumentasi merupakan cara memperoleh data pelengkap Lincol dan Guba (1985) Rekaman adalah setiap tulisan atau pertanyaan yang dipersiapkan oleh individu dan organisasi dengan tujuan untuk membuktikan suatu peristiwa. Dalam penelitian ini peneliti akan menghimpun data dari studi dokumentasi yang berupa tulisan-tulisan rekaman-rekaman, seperti surat edaran tata tertib, peraturan-peraturan yang dapat mendukung data utama. Alasan lain yang dapat dihimpun melalui studi dokumentasi adalah mengacu pada alasan yang diberikan Loncoln dan Guba (1985). (1) data selalu tersedia dan murah (2) data dokumentasi merupakan informasi yang stabil dan kaya (3) dokumentasi adalah bukti telah terjadi suatu peristiwa (4) dokumentasi merefleksi situasi yang telah terjadi dimasa yang lalu (5) dokumentasi dapat dianalisis.
3. Observasi Partisipan
Metode obseravasi menurut Sutrisno Hadi (1994) “metode observasi sebagai metode ilmiah biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki dalam arti yang luas. Observasi sebenarnya tidak hanya terbatas pada pengamatan secara lansung”. Menurut Kartini Kartono (1990) “observasi adalah studi yang sengaja dan sistematis tentang fenomena-fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan pengamatan dan pencatatan”. Dari dua pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa metode observasi itu merupakan kegiatan-kegiatan pengamatan dan pencatatan-pencatatan terhadap obyek yang diteliti. Dalam pelaksanaannya observasi dapat dilakukan dengan dua cara (1) observasi non partisipan dan (2) observasi partisipan.
D. Populasi dan sampel Penelitian
Populasi merupakan subyek, baik usia, gejala, nilai test, benda-benda ataupun peristiwa (Surahmad, 1972). Seirama dengan hal tersebut diatas Kartono (1983) menyatakan bahwa semua jumlah individu-individu dari mana sampel itu diambil disebut sebagai populasi atau universe. Disamping itu ada pendapat lainnya menyatakan bahwa populasi penelitian merupakan jumlah keseluruhan dari semua obyek penelitian. Ary (1995: 139) dan Hadi (1993) mengemukakan bahwa populasi harus ditentukan lebih dahulu luas dan sifat-sifatnya.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas, obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas atau jumlah dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 1998: 56). Dalam penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah siswa SMP N I Jombang Tahun ajaran 2003-2004. berdasarkan observasi awal diperoleh data siswa 587 siswa sedangkan sampel penelitian ditetapkan secara proporsional berstrata randum sampling. Teknik ini dapat dipergunakan bilamana anggota stratum dalam populasi tidak sama (Riyanto, 2001) untuk itu peneliti menerapkan teknik pengambilan sampel dengan rumus. Harry dalam Sugiono (2000) dalam menghitung sampelnya tidak hanya didasarkan atas kesalahan 5 % saja, tetapi bervariasi sampai 15 %. Maka dari itu peneliti menetapkan kesalahan sampel 5 %. Oleh karena itu berdasarkan nomogram harry king untuk populasi 587 siswa dengan kepercayaan 95 % atau kesalahan 5 % maka ditemukan jumlah sampelnya sama dengan 200 siswa.
E. Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis kualitatif deskriptip sebagai analisis yang utama, dengan mendeskripsikan prosentasi hasil angket yang telah disebarkan. Menurut Melis dan Huberman (1994) proses analisis diskriptif melalui tiga alur kegiatan yang berlangsung secara berbarengan yaitu (1) reduksi data atau penyederhanaan data (2) paparan atau sajian data (3) penarikan kesimpulan atau verifikasi data. Ketiga alur kegiatan analisis data ini saling terkait dalam penyimpulan hasil penelitian lebih jelasnya digambarkan sebagai berikut :
Penjelasan gambar :
1. Reduksi Data adalah suatu pemilihan pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabsahan dan transformasi data mentah atau data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Dalam penelitian kualitatif reduksi data berlangsung secara terus-menerus selama pengumpulan data masih berlangsung. Hal ini dilakukan oleh peneliti pada kegiatan setiap memperoleh data.
2. Penyajian Data dalam penelitian kualitatif dimaksudkan untuk menyederhanakan informasi yang kompleks ke dalam informasi yang sederhana, selektif, serta membantu pemahaman tentang maknanya. Milles da Huberman (1992) menjelaskan bahwa penyajian data adalah cara yang lebih yang lebih baik dan utama bagi analisis kualitatif yang valid. Dengan penyajian data maka seseorang penganalisis data melihat sesuatu yang terjadi, menemukan kesimpulan dan pengambilan tindakan selanjutnya.
3. Verifikasi atau penarikan kesimpulan. Mellis dan Huberman (1992) menjelaskan bahwa sejak awal pengumpulan data penganalisis sudah memulai bekerja untuk mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola penjelasan-penjelasan serta bentuk-bentuk yang mungkin terjadi, alur sebab akibat dan proporsi rencana-rencana. Setelah reduksi data dan penyajian data selesai selanjutnya diteruskan dalam pembuatan kode-kode pola. Menurut Mellis dan Huberman (1994) kode pola adalah eksplanatori yang mengidentifikasi munculnya tema, sebab yang dicari dalam proses pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, verifikasi data dan kesimpulan. Kesimpulan adalah untuk menentukan pola dan tema. Ketiga alur kegiatan ini saling terkait dalam verifikasi atau penarikan data.
BAB IV
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
Seperti yang disebutkan dalam bab sebelumnya bahwa data penelitian ini berasal dari dua sumber yaitu sumber primer dan sumber skunder. Sedangkan yang akan disajikan dan analisis adalah data dari sumber primer saja mengingat terbatasnya waktu dan biaya. Dalam Bab IV ini akan disajikan data primer dan sekaligus dianalisis secara deskriptif dengan mendiskripsikan prosentasi jawaban angket yang telah disebarkan kepada sampel.
1. Penyajian dan Analisis Data Variabel Keimanan
Keamanan merupakan tingkat kepercayaan seseorang terhadap ajaran-ajaran Islam, dalam pengamalan sehari-hari adalah keteguhan hati seseorang dalam menghadapi pengaruh iman terhadap cobaan hidup dapat menghindari hal-hal yang kurang baik di sisi Allah maupun di lingkungan masyarakat, termasuk cobaan menghadapi gangguan penyalahgunaan narkotika. Jadi secara harfiah keteguhan iman merupakan kunci seseorang sebagai pedoman hidupnya di masa depan. Orang yang beriman pasti mengetahui mana yang baik dan mana yang kurang baik dirinya, karena melakukan yang baik ia percaya pasti mendapat pahala, dan melakukan yang kurang baik ia percaya pasti mendapat dosa.
Dalam penelitian ini, peneliti telah mengadakan observasi partisipan terhadap 200 sampel informan, observasi dilakukan dengan berpedoman lima buah pertanyaan. Adapun hasil dari variabel iman untuk siswa SMP N I Jombang setelah diobservasi dengan angket diperoleh jawaban responden seperti terlihat pada tabel 4.1 sebagai berikut :
Tabel 4.1
Tanggapan Informan Terhadap Sholat Wajib Lima Waktu Setiap Hari
No Tanggapan Informan Jumlah %
1. Sering 200 100
2. Kadang-kadang 0 0
3. Tidak pernah 0 0
Jumlah 200 100
Dari 200 informan tersebut, ternyata 100 % siswa siswa sering sekali melakukan sholat lima waktu, 0 % dari informan menyatakan kadang-kadang, 0 % dari informan menyatakan tidak pernah sholat. Hal ini dapat dideskripsikan dan dibenarkan bahwa 100 % siswa siswa melakukan sholat wajib lima waktu, karena memang siswa siswa yang berada di sekolah setiap hari selalu ditertibkan dan disiplinkan sholat lima waktunya.
Tabel 4.2
Tanggapan Informan Terhadap Melakukan Puasa Wajib Bulan Ramadhan
No Tanggapan Informan Jumlah %
1. Sering 191 95,5
2. Kadang-kadang 9 4,5
3. Tidak pernah 0 0
Jumlah 200 100
Dari 200 informan tersebut, ternyata 95,5 % siswa siswa sering kali melakukan puasa wajib bulan ramadhan, 4,5 % dari informan menyatakan kadang-kadang, 0 % dari informan menyatakan tidak pernah melakukan.
Hal ini dapat dideskripsikan dan dibenarkan bahwa 95,5 % siswa siswa sering kali melakukan wajib puasa bulan ramadhan, karena memang siswa siswa yang berada di lingkungan sekolah dalam bulan Ramadan selalu menjalankan perintah agama. Sedikit sekali yang melanggar karena takut berdosa.
Tabel 4.3
Tanggapan Informan Terhadap Melakukan Puasa Sunah
No Tanggapan Informan Jumlah %
1. Sering 17 8,5
2. Kadang-kadang 175 87,5
3. Tidak pernah 8 4
Jumlah 200 100
Dari 200 informan, ternyata 87,5 % siswa siswa kadang-kadang melakukan puasa sunnah, 8,5 % dari informan menyatakan sering, 4 % dari informan menyatakan tidak pernah melakukan. Hal ini dapat dideskripsikan dan dibenarkan bahwa sebagian besar yaitu 87,5 % kadang-kadang melakukan puasa sunnah terutama puasa sunnah setiap hari senin dan kamis, karena memang siswa siswa yang berada di lingkungan sekolah selalu dianjurkan puasa sunnah agar dapat terhindar dari pengaruh buruk.
Tabel 4.4
Tanggapan Informan Terhadap Melakukan Pengajian al-Qur’an
No Tanggapan Informan Jumlah %
1. Sering 30 15
2. Kadang-kadang 168 84
3. Tidak pernah 2 1
Jumlah 200 100
Dari 200 informan tersebut, ternyata 84 % siswa siswa kadang-kadang melakukan pengajian al-Qur’an, sedangkan 15 % dari informan menyatakan sering, dan 1 % dari informan menyatakan tidak pernah melakukan. Hal ini dapat dideskripsikan dan dibenarkan bahwa sebagian besar yaitu 84 % kadang-kadang melakukan pengajian al-Qur’an terutama di waktu pagi, sore dan malam hari, karena memang siswa siswa yang berada di lingkungan sekolah selalu memanfaatkan waktu luangnya untuk mangaji.
Tebel 4.5
Tanggapan Informan Terhadap Melakukan pendalaman Agama dan
Sholat Berjama’ah
No Tanggapan Informan Jumlah %
1. Sering 70 35
2. Kadang-kadang 121 60,5
3. Tidak pernah 9 4,5
Jumlah 200 100
Dari 200 informan tersebut, ternyata hanya 60,5 % siswa siswa kdang-kadang melakukan pengajian Agama dan sholat berjama’ah, sedangkan 35 % dari informan menyatakan sering 4,5 % dari informan menyatakan tidak pernah melakukan. Hal ini dapat dideskripsikan dan dibenarkan bahwa sebagian besar yaitu 60,5 % kadang-kadang melakukan pendalaman Agama dan sholat berjam’ah, karena memang siswa siswa yang berada di lingkungan sekolah selalu dianjurkan sholat berjama’ah dan sekaligus mengaji.
2. Penyajian dan Analisis Data Variabel Etika
Etika merupakan perwujudan tingkah laku seseorang terhadap pergaulan antar sesama manusia, atau menjalankan moral keagamaan di mata masyarakat, sebab dengan kalimat Akhlaq maka orang pasti menilai bagaimana tingkah lakunya selama ini. Disamping apakah ada peningkatan perbuatan baiknya dibanding perbuatan tingkah laku buruknya, diharapkan para siswa siswa SMA I yang beragama Islam dimanapun ia berada selalu berperilaku sesuai tuntunan Allah dan berdasarkan hadits Nabi, etika siswa yang baik di mata masyarakat dapat dicapai melalui pendidikan sistem pondok Romadhon, dimana para siswa dibentuk kepribadiannya melalui ajaran-ajaran agama Islam.
Tabel 4.6
Tanggapan Informan Terhadap Melakukan Kewajiban Disiplin Masuk
Sekolah
No Tanggapan Informan Jumlah %
1. Sering 200 100
2. Kadang-kadang 0 0
3. Tidak pernah 0 0
Jumlah 200 100
Dari informan tersebut, ternyata 100 % siswa sangat disiplin masuk sekolah, sedangkan 0 % dari informan menyatakan tidak pernah melanggar disiplin. Hal ini dapat dideskripsikan dan dibenarkan bahwa 100 % siswa siswa disiplin masuk sekolah, karena memang siswa siswi yang berada di lingkungan sekolah selalu dilatih berdisiplin tinggi.
Tabel 4.7
Tanggapan Informan Terhadap melakukan Perbaikan Etika yang
Kurang Baik
No Tanggapan Informan Jumlah %
1. Sering 185 92,5
2. Kadang-kadang 11 5,5
3. Tidak pernah 4 2
Jumlah 200 100
Dari 200 informan tersebut, ternyata 92,5 % siswa siswa senang bertobat melakukan perbaikan etika yang kurang baik, sedangkan 5,5 % dari informan menyatakan kadang-kadang dan 2 % dari informan menyatkan tidak pernah melakukan. Hal ini dapat dideskripsikan dan dibenarkan bahwa sebagian besar yaitu 92,5 % sering kali melakukan etika ia telah berbuat salah dengan cara mohon ampun kepada sesama manusia utamanya bertobat kepada Allah.
Tabel 4.8
Tanggapan Informan Terhadap Melakukan Adab Sopan Santun Kepada
Guru Agama dan Guru BP
No Tanggapan Informan Jumlah %
1. Sering 31 15,5
2. Kadang-kadang 165 82,5
3. Tidak pernah 4 2
Jumlah 200 100
Dari 200 informan tersebut, ternyata hanya 82,5 % siswa siswa kadang-kadang melakukan adab sopan santun kepada guru Agama dan guru BP, sedangkan 15,5 % informan menyatakan sering, dan 2 % dari informan menyatakan tidak pernah melakukan. Hal ini dapat dideskripsikan dan dibenarkan bahwa sebagian besar yaitu 82,5 % kadang-kadang melakukan sendiri adab sopan santun kepada guru agama dan Guru BP, memang patuh dan hormat kepada guru merupakan budaya siswa sebagai perwujudan tawaduknya.
Tabe1
Tanggapan Informan Terhadap Melakukan Akhlak yang Baik Terhadap
Orang Tua / Ayah dan Ibu
No Tanggapan Informan Jumlah %
1. Sering 15200 7,5
2. Kadang-kadang 185 92,5
3. Tidak pernah 0 0
Jumlah 200 100
Dari 200 informan tersebut, ternyata hanya 92,5 % siswa siswa kadang-kadang melukakan akhlak yang baik terhadap orang tua / Ayah dan Ibu, sedangkan 7,5 % dari informan menyatakan sering, dan 0 % dari informan menyatakan tidak pernah melakukan. Hal ini dapat dideskripsikan dan dibenarkan bahwa sebagian besar yaitu 92,5 % kadang-kadang melakukan akhlak baik kepada orang tua.
Tabel 4.10
Tanggapan Informan Terhadap Melakukan Meninggalkan Larangan Agama Islam Terhadap Barang Mungkar / Maksiat
No Tanggapan Informan Jumlah %
1. Sering 4 2
2. Kadang-kadang 196 98
3. Tidak pernah 0 0
Jumlah 200 100
Dari 200 informan tersebut, ternyata hanya 98 % siswa siswa kadang-kadang melakukan meninggalkan larangan agama Islam terhadap mungkar/maksiat, sedangkan 2 % informan menyatakan sering, dan 0 % dari informan menyatakan tidak melakukan. Hal ini dapat dideskripsikan dan dibenarkan bahwa sebagian besar yaitu 92 % kadang-kadang melakukan meninggalkan larangan agama Islam terhadap mungkar/maksiat.
3. Penyajian dan Analisis data Variabel Penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan narkoba pada hakekatnya bukan masalah yang berdiri sendiri, melainkan merupakan masalah yang kompleks dan mempunyai kaitan dengan beberapa faktor keimanan dan etika. Sedangkan bentuk pencegahannya antara lain : Preemtif : (a) adakan bimbingan dan pengembangan lingkungan pola hidup masyarakat terutama remaja dan pemuda dengan kegiatan yang bersifat produktif, konstruktif dan kreatif. Sasaran : terciptanya suatu kesadaran, kewaspadaan dan daya tangkal serta terbinanya suatu kondisi perilaku dan norma hidup bebas dari narkoba. (b) Pengendalian dan pengawasan jalur resmi serta mewaspadai terhadap jalur peredaran gelap melalui laut, udara internasional. (c) Mewaspadai tempat peredaran penyalahgunaan narkoba seperti Night Club, Diskotik, dll. (d) Waspada terhadap sekolah dan perguruan tinggi yang diduga menjadi sasaran penyalahgunaan narkoba. (e) Mencabut ijin usaha tempat hiburan yang digunakan untuk peredaran dan penyalahgunaan narkoba.
Tabel 4.11
Tanggapan Informan Terhadap Mengenal Narkoba yang Sebenarnya.
No Tanggapan Informan Jumlah %
1. Sering 27 13,5
2. Kadang-kadang 53 26,5
3. Tidak pernah 120 60
Jumlah 200 100
Dari 200 informan tersebut, ternyata hanya 60 % siswa siswa tidak pernah mengenal sama sekali narkoba yang sebenarnya, sedangkan 26,5 % informan menyatakan kadang-kadang mengenal yang namanya narkoba, dan 13,5 % dari informan menyatakan ya pernah mengenal. Hal ini dapat dideskripsikan dan dibenarkan bahwa sebagian besar yaitu 60 % siswa siswa tidak pernah mengenal sama sekali yang namanya narkoba.
Tabel 4.12
Tanggapan Informan Terhadap Mengenal Jenis-jenis Narkoba
No Tanggapan Informan Jumlah %
1. Sering 27 13,5
2. Kadang-kadang 162 81
3. Tidak pernah 11 5,5
Jumlah 200 100
Dari 200 informan tersebut, ternyata 81 % siswa siswa kadang-kadang mengenal narkoba yang sebenarnya, sedangkan 13,5 % dari informan menyatakan ya pernah mengenal yang namanya narkoba, dan 5,5 % dari informan menyatakan tidak pernah mengenal. Hal ini dapat dideskripsikan dan dibenarkan bahwa sebagian besar yaitu 81 % siswa siswa kadang-kadang pernah mengenal yang namanya narkoba, oleh karena itu harus ada upaya pencegahan jangan sampai mengkonsumsi narkoba.
Tabel 4.13
Tanggapan Informan Terhadap Menggunakan Narkoba
No Tanggapan Informan Jumlah %
1. Sering 0 0
2. Kadang-kadang 0 0
3. Tidak pernah 200 100
Jumlah 200 100
Dari 200 informan tersebut, ternyata seluruh siswa siswa 100% menyatakan tidak pernah menggunakan narkoba. Hal ini dapat dideskripsikan dan dibenarkan bahwa lingkungan sekolah merupakan lingkungan yang tidak terpengaruh narkoba, karena para siswa siswa memiliki keamanan dan etika yang kuat dan kehidupan sehari-hari penuh dengan ibadah.
Tabel 4.14
Tanggapan Informan Terhadap Pemakai Narkoba yang Accut/berat
No Tanggapan Informan Jumlah %
1. Sering 0 0
2. Kadang-kadang 0 0
3. Tidak pernah 200 100
Jumlah 200 100
Dari 200 informan tersebut, ternyata seluruh siswa siswa 100% menyatakan tidak ada sama sekali yang mengkonsumsi narkoba. Hal ini dapat dideskripsikan dan dibenarkan bahwa lingkungan sekolah merupakan lingkungan yang steril dari pemakaian dan peredaran narkoba, karena para siswa siswa memiliki keamanan dan etika yang kuat dan kehidupan sehari-hari penuh dengan ibadah, dan setiap hari selalu diadakan penggeledahan terhadap para siswa siswa jangan sampai mengenal atau menyimpan narkoba.
Tabel 4.15
Tanggapan Informan Terhadap Pengedaran Narkoba
No Tanggapan Informan Jumlah %
1. Sering 0 0
2. Kadang-kadang 0 0
3. Tidak pernah 200 100
Jumlah 200 100
Dari 200 informan tersebut, ternyata seluruh siswa siswa 100% menyatakan tidak pernah sebagai pengedar narkoba. Hal ini dapat dideskripsikan dan dibenarkan bahwa lingkungan sekolah merupakan lingkungan yang steril dari mengedarkan dan menggunakan narkoba, karena para siswa siswa memiliki keamanan dan etika yang kuat dan kehidupan sehari-hari penuh dengan ibadah berupa sholat wajib dan sunnah, puasa wajib dan sunnah serta mengaji al-Qur’an.
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam membahas masalah penyalahgunaan narkoba di lingkungan sekolah SMPP Negeri I Jombang khususnya siswa siswi yang masih usia remaja, yang mengalami masa transisi dimana setiap masa transisi pada umumnya membawa pengaruh, perubahan dan kesulitan. Begitu pula masa peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja, dari masa remaja ke masa dewasa. Pada saat ini anak mengalami, masa sulit, kacau, dan tidak menentu. Hal ini disebabkan karena ia harus menyesuaikan diri dari nilai-nilai yang baru, yang belum pernah dialaminya dalam kehidupan masyarakat.
Dari hasil penelitian ternyata beberapa masalah remaja siswa siswi yang perlu ditangani tentang perkembangan pribadi dari lingkungan hidupnya adalah sebagai berikut : (1) Masalah remaja yang berhubungan dengan perubahan jasmaninya, masalah pertama yang dihadapi oleh para remaja ialah perubahan jasmaniahnya. Akibatnya mereka sering gelisah karenanya. Perubahan-perubahan itu, antara lain karena adanya pertumbuhan anggota kelaminnya, pertumbuhan yang membedakan seks antara laki-laki dan perempuan, pertumbuhan badan yang sangat cepat, ia bertambah tinggi, besar dan berat badannya cepat sekali bertambah, terjadi menstruasi yang pertama bagi anak perempuan, dan mimpi bagi anak laki-laki, pertumbuhan anggota badan berjalan tidak seimbang misalnya hidung lebih cepat besar daripada bagian muka. Dari pertumbuhan-pertumbuhan tersebut apabila remaja berada di lingkungan sekolah cukup tertangani dengan baik melalui peningkatan keimanan dan pembentukan etika siswa. Di sini ternyata pengangan pertumbuhan tersebut berdampak positif terhadap pencegahan hal-hal yang kurang baik terutama penyalahgunaan narkoba, terbukti dari sampel seluruh siswa siswa SMP N I Jombang 100 % dapat terhindar dari mengenal, memakai, mengkonsumsi dan tidak mengedarkan narkoba.
Penempatan remaja siswa di lingkungan pondok pesantren tersebut juga terkait dengan niat oleh pada orang tua/ Ayah dan Ibu karena para orang tua tidak ada waktu yang cukup untuk mengawasi putra putrinya dari pengaruh nagatif lingkungan masyarakat. Karena para orang tua mereka kurang mengenal masalah-masalah yang timbul di kalangan remaja ialah karena orang tua kurang mengikuti dan memahami ciri-ciri dan sifat-sifat remaja, baik yang berhubungan dengan perkembangan fisik maupun mentalnya. Hal yang paling menimbulkan ketegangan antara orang tua dan anak remajanya ialah peraturan-peraturan kaku yang dibuat oleh orang tua dan sangat mengikat mentalnya. Hal yang paling menimbulkan ketegangan antara orang tua dan anak remajanya ialah peraturan-peraturan kaku yang dibuat oleh orang tua dan sangat mengikat para remaja. Hak itu akan menyebabkan mereka merasa terbelenggu, tertekan, tidak bebas dan mencekam dirinya. Remaja sebetulnya tetap membutuhkan bimbingan dan perhatian orang tuanya secara wajar, sesuai dengan kebutuhannya. Ternyata pesantren dengan segala program pendidikannya dapat mengatasi kesulitan para orang tua dan malah menguntungkan para orang tua mereka karena pondok pesantren dalam kehidupan sehari-hari mengajarkan dan meningkatkan keimanan dan etika siswa siswa sesuai dengan ajaran Islam dengan istiqomah. Dari hasil penelitian ternyata para siswa siswa hampir 100 % dapat dibentuk keamanan yang kuat dan akhlakul karimah yang tinggi, dan melakukan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, hal ini dapat mencegah etika yang kurang baik.
Dari hasil penelitian masalah remaja siswa yang dapat tertangani dengan baik adalah masalah sosial kepribadian, sebab pada masa remaja ia berada pada masa pembentukan kepribadiannya. Ia sering meniru dan mencontoh apa yang dilihat dan didengarnya dari lingkungan di sekelilingnya. Namun, ia belum memahami cara bergaul yang sebaik-baiknya dengan kawan-kawannya serta dengan orang tua di sekelilingnya, terutama bagaimana bergaul dengan lain jenis dan bagaimana menghindar dari pengaruh buruk. Padahal, ia ingin sekali dapat menarik perhatian, baik dari teman-temannya maupun dari orang dewasa lainnya, ingin tampil odern. Persoalan lain lagi, ia mersakan sudah matang fungsi seksnya. Dengan kematangan itu mereka ingin berkenalan dengan lawan jenisnya. Dari sini timbul kelakuan-kelakuan aneh, baik dalam cara berpakaian, berbicara, maupun gerak-geriknya, seolah-olah disengaja dan dibuat-buat secara berlebih-lebihan untuk menarik teman dan lawan jenis kelaminnya. Masalah sosial tersebut ternyata juga dapat tertangani secara baik oleh kehidupan di lingkungan pondok pesantren dengan sistem pendidikan 24 jam pagi mengaji, siang sekolah, sore belajar, malam mengaji begitu seterusnya tanpa henti dan tidak ada lagi waktu luang berpikir yang jelek. Seluruh waktunya digunakan untuk beribadah meningkatkan keimanan dan etika siswa untuk mencegah berbuat yang kurang baik. Dari hasil penelitian ternyata masalah-masalah penyalahgunaan narkoba dapat ditangani dengan mempertebal keimanan dan peningkatan etika siswa.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Secara Umum
1. Faktor Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan unsur yang penting sekali dalam perkembangan jiwa anak. Dalam lingkungan keluarga inilah untuk dapat melihat contoh yang diperankan oleh kedua orang tuanya atau orang dewasa lainnya. Hubungan dalam keluarga yang tidak serasi akan mengakibatkan perkembangan jiwa anak yang tidak serasi pula. Jika dalam keluarga sering terjadi pertengkaran, maka akibatnya ialah menipisnya rasa sosial serta rasa kemanusiaan anak. Dengan demikian anak akan mengalami kesukaran-kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga sering menimbulkan kenakalan anak dan remaja. Berdasarkan data yang dapat dikumpulkan, penyalahgunaan narkotika oleh para remaja yang disebabkan oleh faktor lingkungan keluarga, karena sikap orang tua, adalah sebagai berikut (1) sikap orang tua yang terlalu keras
2. Faktor Sosial Lingkungan
Secara garis besarnya, faktor-faktor sosial yang mempengaruhi dan menyebabkan penyalahgunaan narkotika oleh pra remaja, antara lain sebagai berikut : (1) Dalam masyarakat kita masih terasa kurangnya sarana dan prasarana untuk menyalurkan bakat dan tenaga para remaja. Disamping itu, pengisian waktu luang para remaja belum direncanakan dengan sebaik-baiknya, baik oleh orang tua maupun kepada kegiatan belajar atau bekerja membantu mereka. Bermain-main, menyalurkan hobi masing-masing, dianggap membuang waktu. Padahal, anak-anak dan remaja yang diperlakukan seperti ini dalam mengisi waktu luangnya, sering merasa dipaksa oleh orang tuanya sehingga sering menggerutu, bahkan mungkin melawan, membolos dari sekolah untuk mengganti waktu yang hilang tersebut dan mungkin pula terganggu emosinya. (2) adanya penyaluran bakat dan minat siswa kepada hal-hal yang positip, dimana hubungan penyalahgunaan narkotika dengan penyaluran bakat dan tenaga para remaja sangat erat. Agar penyaluran bakat dan tenaga para remaja dapat diarahkan kepada kegiatan yang bermanfaat dan dapat berfungsi sebagai sarana penanggulangan masalah ini, maka penanganan bidang ini mutlak harus dilaksanakan secara terus-menerus, teratur dan terarah, baik dalam penyediaan sarana dan prasaranannya maupun program-programnya. Dengan demikian, secara kuantitatif maupun kualitatif dapat membantu usaha penanggulangan masalah penyalahgunaan narkotika.
3. Faktor Kemerosotan Moran dan Mental Keimanan Para Remaja’
Dalam masyarakat modern, nilai-nilai moral dan tat susila yang dipegang teguh oleh masyarakat itu pada masa lalu, sering kurang diindahkan lagi, bahkan kadang-kadang dianggap tidak sesuai dengan kemajuan zaman. Banyak orang yang tidak mengindahkan nilai-nilai moral dan agama, berbuat dan bertindak seenaknya di depan para remaja tanpa memperhatikan akibat yang akan ditimbulkannya. Perbuatan dan tindakan orang tua semacam ini ternyata menjadi contoh bagi para remaja yang melihatnya.
Para remaja lebih mudah terpengaruh oleh kelakuan dan tindakan orang dewasa semacam ini dari pada oleh nasehat dan petunjuknya. Jelaslah, kemerosotan moral dan mental orang-orang dewasa akan berpengaruh terhadap pembinaan generasi muda, khususnya para remaja yang sedang berada dalam usaha pancaroba.
4. Adanya Faktor Geng-geng Remaja
Timbulnya geng-geng remaja pada umumnya bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan tekanan-tekanan yang timbul dalam dirinya. Baik tekanan yang disebabkan oleh lingkungan keluarganya maupun tekanan yang ditimbulkan oleh keadaan dirinya dan masyarakatnya. Para remaja biasanya lebih senang berada di tengah-tengah kawannya daripada selalu berada di rumah bersama orang tuanya atau orang dewasa lainnya. Mereka lebih merasa aman, bebas dan santai jika berada dalam kelompok teman-temannya. Dengan demikian, teman sebaya memegang peranan penting dalam proses saling mempengaruhi diantara para remaja. Pada umumnya para remaja menggunakan narkotika karena ikut-ikutan saja, atau demi pergaulannya dengan kawan-kawannya (menyesuaikan diri, jaga gengsi dan lain-lain).
5. Kurangnya Tanggung Jawab Para Pedagang
Berdasarkan yang diperoleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta, ternyata sumber beredarnya narkotika di tangan pengedar gelap yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu pengedar gelap perlu segera diberantas. Berdasarkan undang-undang No. 9 tahun 1976 tentang Narkotika dan peraturan perundang-undangan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia, penanam, peracikan, produksi, perdagangan, lalu lintas, pengangkutan dan penggunaan narkotika masuk ke Indonesia melalui dua jalan, yaitu legal dan illegal, sehingga menimbulkan pemasukan, peredaran, dan pemakaian secara gelap, yang dewasa ini menimbulkan masalah baru di negara kita.
6. Faktor Kebudayaan Asing
Kebudayaan asing besar sekali pengaruhnya terhadap tindak penyalahgunaan narkotika oleh para remaja di DKI Jakarta dan di kota-kota besar lainnya. Hal ini terbukti dengan adanya pecandu narkotika yang secara terus terang menyatakan bahwa menghisap ganja atau menggunakan narkotika kebudayaan supermodern. Selain itu perlu kita sadari pula bahwa timbulnya kemajuan di bidang industri kimia dan obat-obatan juga menambah lagi satu masalah bagi masyarakat, yaitu dengan beredarnya narkotika sebagai hasil dari kemajuan di bidang kebudayaan dewasa ini. Begitu pula kemajuan di bidang telekomunikasi mengakibatkan adanya percampuran kebudayaan yang sepihak, yang sering mengakibatkan timbulnya marginal man bagi masyarakat yang tidak mempunyai pegangan kuat dalam bidang kebudayaan yang dianutnya.
7. Faktor Ekonomi
Untuk mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya, tidak jarang kita lihat seorang anggota masyarakat menggunakan segala cara, termasuk memperjual belikan obat-obatan terlarang seperti narkotika. Seseorang yang memperjual belikan narkotika secara gelap akan memperoleh keuntungan yang berlipat ganda. Hal ini disebabkan penjualan narkotika memiliki keuntungan, yaitu barangnya sedikit dan kecil serta mudah diselundupkan, tetapi labanya dapat mencapai ratusan kali lipat dari harga pokok. Perdagangan narkotika lazimnya dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, yang hanya mementingkan diri sendiri.
8. Faktor Subversif
Undang-undang No. 9 tahun 1976 tentang Narkotika menyatakan bahwa narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan saja. Sedangkan pengadaan, pengedaran, dan pemakainya diatur oleh pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan. Dengan demikian, pemerintahlah yang memegang monopoli narkotika di negara kita. Tetapi, kenyataannya banyak narkotika masuk ke Indonesia melalui jalan yang tidak legal sehingga menimbulkan masalah bagi pemerintah. Pengedaran narkotika secara gelap ini, selain dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan ingin memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, juga dilakukan oleh unsur subversive yang ingin menganggu keamanan, ketertiban dan pembangunan negara Republik Indonesia.
B. Kesimpulan Secara Khusus
Secara kusus penulis mencoba membuat kesimpulan dari uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab terdahulu, dan mencoba mengemukakan secara kusus. Mudah-mudahan kesimpulan tersebut dapat bermanfaat dalam usaha menanggulangi masalah penyalahgunaan narkotika di negara kita, kesimpulan kusus tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh peningkatan keimanan siswa siswa adalah sangat besar sekali terhadap pencegahan penyalahgunaan narkotika. Kususnya di SMP N I Jombang.
2. Penanaman etika Siswa termasuk Jomban/akhlaqul karimah seorang siswa Smpn I jombang dapat menjamin akan bebas dari pengaruh penyalahgunaan narkotika.
C. Saran-saran
1. Sebaiknya pendidikan yang diberikan oleh orang tua pada anaknya dilakukan dengan baik dan penuh pengertian.
2. Pendidikan agama mutlak diberikan pada setiap remaja, sehingga penyalahgunaan narkotika dan gangguan lain dapat dicegah melalui iman mereka sendiri.
3. Kepala sekolah dan guru hendaknya meningkatkan pengawasan terhadap anak didiknya.
4. Para sesepuh masyarakat hendaknya dapat menjadi contoh dan teladan bagi masyarakatnya sekitarnya.
5. Media masa hendaknya ikut serta memberikan penerangan tentang bahaya penyalahgunaan narkotika, baik bagi pemakainya, masyarakat, maupun bangsa.
6. Instansi pemerintah dan swasta hendaknya terus berusaha menyediakan sarana dan prasarana pencegahan, penanggulangan, dan pengobatan serta resosialisasi bagi korban penyalahgunaan narkotika.

Home »
KTI Pendidikan
» KTI Pengaruh Iman
KTI Pengaruh Iman
Written By Aflach Perdana Putra on Minggu, 09 Mei 2010 | 05.40
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Popular Posts
>
-
FUNGSI DAN PERANAN MANAJER A. Tugas dan Fungsi Manajer Manajer adalah pimpinan atau pemimpin suatu organisasi. Dalam organisasi, istil...
-
PERKAWINAN CAMPURAN A. Pengertian Perkawinan Campuran Dalam RUUP yang diakukan oleh pemerintah kepada DPR untuk dibahas, termuat ra...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran pada dasarnya membahas pertanyaa: apa, siapa, mengapa, bagaimana, dan seberapa baik...
-
CARA MENDAUR ULANG SAMPAH 2.1. Pengolahan Sampah Beberapa alternatif cara pemusnahan sampah yang dapat dilakukan secara sederh...
-
Dalam setiap agama mamiliki pendapat sendiri tentang proses penciptaan manusia.Sehingga muncullah perbedaan pendapat tentang hal tersebut,Ha...
-
QIYAS DALAM MASADIRU AL-AHKAM I. Pendahuluan Sebagai sebuah realita, berjalanya waktu dan perkembangan zaman, pasti akan memunc...
-
Sosiologi dalam Keluarga 1. 1. Definisi Keluarga Keluarga adalah kelompok sosial yang terdiri atas dua orang atau lebih yang ...
-
HUKUM WAKAF DALAM KACAMATA PARA ULAMA’ A.PENDAHULUAN Wakaf merupakan suatu tindakan hukum yang di syariatkan sehingga ke mazhab pun meny...
-
Etika Mengurus Janazah Apabila ada seorang muslim meninggal dunia, hendaklah segera kita mengunjungi keluarga yang ditinggalkannya untuk ...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembelajaran bidang studi Bahasa Arab di MI memiliki fungsi yang penting dalam memberikan pondas...
0 komentar:
Posting Komentar