BAB I
MATEMATIKA DAN AL-QUR’AN
Pembahasan al-Qur’an dengan pendekatan paradigma angka atau numerik, masih sangat langka bila dibandingkan dengan paradigma verbal. Pendekatan verbal di sini dimaksudkan sebagai keseluruhan kajian yang berangkat dari uraian konsep yang dituliskan dengan menggunakan huruf. Secara umum, istilah verbal atau numerik tidak dikenal lantaran memang tidak dinyatakan dengan istilah tersebut dalam setiap kajian. Namun penyebutan keduanya hanya ditujukan untuk memudahkan pengertian tentang klasifikasi yang didasarkan pada notasi simbol yang diuraikan lewat huruf dan angka. Kajian yang dikelompokkan pada paradigma verbal lebih dikenal dalam berbagai pendekatan disiplin ilmu yang sudah ada, seperti sejarah, hukum, bahasa, dan lain sebagainya. Sedangkan paradigma numerik sendiri masih sangat umum, belum membentuk sebuah pendekatan tersendiri.
Pendekatan terhadap al-Qur’an melalui bahasa tulisan (huruf-huruf) seperti itu terus menerus dilakukan oleh umat manusia dan para ahli agama sejak masa awal al-Qur’an diperkenalkan pada masa para khalifah setelah wafatnya Rasulullah Saw. Hal itu terus berlangsung sampai saat ini, dalam rangka mencari makna kedalaman pesan-pesan al-Qur’an. Akan tetapi, tidak demikian halnya terhadap angka atau bilangan yang ada di dalamnya, yang sesungguhnya pernah diajarkan juga pada saat sebelumnya.
Keberadaan bahasa huruf (verbal) dan juga bahasa angka (numerik) di dalam al-Qur’an, pada hakikatnya memperkuat keterangan al-Qur’an itu sendiri, bahwa isi dari ayat-ayat al-Qur’an bersifat seimbang atau berpasangan, ada ayat-ayat yang muhkamat, yaitu ayat-ayat yang jelas isi dan maksudnya serta mudah dipahami, dan ada ayat-ayat mutasyabihat, yaitu ayat-ayat yang tidak jelas atau samar maksudnya, dan membutuhkan penafsiran yang lebih jauh dan lebih mendalam.
“Bahasa angka” atau numerik dapat membantu dan mendukung di dalam memberi penjelasan yang “lebih” terhadap makna dari suatu keterangan yang disampaikan dengan bahasa verbal, yang terkadang masih kurang jelas arti dan maksudnya. Bagaimana kita bisa yakin kalau angka juga merupakan bagian dari pewahyuan al-Qur’an?
Hal ini dapat dilihat dari reaksi umat Muslim apabila ada orang yang mencoba untuk mengubah ayat al-Qur’an secara redaksional atau mencoba mengubah jumlah bilangan ayat yang ada pada suatu surat atau juz, dengan cara menambah atau mengurangi jumlah atau bilangan ayat yang seharusnya ada pada surat atau juz tersebut.
Oleh karena itu, dalam hal ini umat Muslim, pasti tidak akan dapat menerima atau bahkan cenderung marah bila terjadi hal yang demikian. Inilah salah satu bukti, bahwa ayat secara redaksional dan juga angka (numerik) atau bilangan yang terdapat dalam surat atau juz sudah bersifat baku dan tidak dapat diubah oleh siapa pun. Dan inilah tanda bahwa huruf dan angka dalam al-Qur’an merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena sebenrnya keduanya merupakan bagian dari pewahyuan.
Pada hakikatnya, Matematika merupakan ilmu pengetahuan dasar yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dus, Matematika merupakan ilmu yang tidak terlepas dari agama. Pandangan ini dengan jelas dapat diketahui kebenarannya dari ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan matematika, di antaranya adalah ayat-ayat yang berbicara mengenai bilangan, operasi bilangan, dan adanya penghitungan.
Hal ini dapat dilihat misalnya pada QS. al-Hajj (22): 47, QS. Yunus (10): 5, QS. al-Isra’ (17):12, QS. al-Syura (42): 17, dan QS. Maryam (19): 93-94. Ayat ini menyatakan bahwa “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang pada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti.” Allah juga menyatakan bahwa penciptaan matahari dan bulan serta peredarannya menggunakan penghitungan yang cermat dan teliti. Ini dapat dilihat pada QS. al-Rahman (55): 5. Hingga Allah menyebut hari kiamat (yaum al-qiyamah) dengan sebutan hari penghitungan amal (yaum al-hisab).
Ayat-ayat al-Qur’an yang disebutkan di atas, hanya sebagian kecil dari ayat-ayat al-Qur’an lainnya yang mengandung bilangan, operasi bilangan dan konsep Matematika yang lain. Salah satu firman Allah yang memberikan motivasi untuk mempelajari Matematika adalah QS. Yunus (10): 5. Dari ayat tersebut, Allah Swt memberi motivasi kepada manusia untuk mempelajari ilmu perhitungan. Bidang ilmu perhitungan yang terinspirasi dengan ayat tersebut adalah Astronomi dan Matematika.
BAB II
MATEMATIKA
DALAM PANDANGAN PEMIKIR BARAT DAN MUSLIM
Matematika tidak hanya memiliki nilai kebenaran bukti, tapi juga nilai keindahan yang agung. Bertrand Russel mengungkapkan Matematika sebagai, “Suatu keindahan, bagai ukiran, tanpa memohon belas kasih bantuan alam, tanpa keindahan musik yang menjerat dan memikat, keindahannya murni dan agung, mampu menuju kesempurnaan, sungguh merupakan seni teragung yang pernah dimiliki oleh seni itu sendiri.”
St. Augustine, pemikir Kristen terkemuka abad pertengahan mengatakan, “Pemeluk Kristen yang baik dan taat harus menghindari ahli Matematika. Bahaya besar telah tiba, karena para ahli matematika telah mengadakan akad dengan setan untuk menggelapkan jiwa manusia dan mengurungnya dalam ikatan neraka.”
Tak kalah garang, para hakim agung Roma membuat slogan hukum, “Dalam mempelajari geometri, ilmu yang tercela dan terkutuk seperti Matematika hukumnya adalah haram.”
Dua belas abad kemudian, Ahmad Sirhindi menjuluki ahli Matematika sebagai orang idiot dan para pemujanya lebih tolol dan hina, lantaran ia mengira bahwa Matematika dan mempelajari Matematika tidak ada manfaatnya untuk kehidupan manusia kelak di akhirat nanti.
Kecaman keras terhadap Matematika ini terjadi pada zaman medieval yang terkenal dogmatik dan irrasional. George Sarton membagi History of Science dalam beberapa zaman, setiap zaman berasosiasi pada seorang pemikir ternama, dan berakhir pada setiap setengah abad. Dari 450 SM sampai 400 SM adalah era Plato, dari 400 SM sampai 350 SM adalah era Aristoteles dan seterusnya.
750 M sampai 1100 M adalah merupakan zaman di mana dalam kurun 350 tahun, secara keseluruhan peradaban dan ilmu didominasi oleh dunia Islam, zaman yang tak terkalahkan secara berturut-turut muncul nama-nama ternama mulai dari Jabir, al-Khawarizmi, ar-Razi, al-Mas’udi, al-Wafa, al-Biruni dan Umar Khayyam. Dan hanya setelah abad ke-11 M, barulah muncul nama-nama seperti Gerard dan Roger Bacon. Akan tetapi, kehormatan atas ilmu masih disandang ulama-ulama Muslim dalam kurun dua abad berikutnya, yaitu Ibn Rusyd, Nashir al-Din al-Thusi dan Ibnu Nafis. Namun setelah 1350 M, umat Islam tenggelam dalam samudra dogmatis yang hanya menelurkan beberapa ilmuwan handal pada abad 15 M.
Sejarah mengungkapkan fakta, bahwa scientific brilliance selalu dibarengi dengan perkembangan Matematika. Pada kenyataanya, penemuan-penemuan Matematik telah memuluskan jalan menuju kemajuan spektakuler dalam sejarah ilmu dan teknologi. Tidak ada satu Negara pun yang pernah mencapai kesuksesannya tanpa penguasaan Matematika. Ketika umat Islam mendominasi dunia sains, mereka sangat hebat dalam Matematika.
Musa al khawarizmi (780-850 M) merupakan salah satu dari Scientific Minds of Islam, yang mempunyai pengaruh dalam pemikiran Matematika lebih dari ilmuwan abad pertengahan mana pun. Dia tidak hanya menyusun buku Aritmetika, namun juga tabel-tabel Astronomi. Magnum Opusnya yang berjudul Hisab al Jabr wa al-Muqabalah telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan digunakan selama empat abad sebagai buku panduan utama dalam mata kuliah Aljabar di universitas-universitas terkemuka di seluruh Eropa.
Dengan mengenalkan jumlah yang tidak diketahui kemudian menemukannya, Aljabar menjadi The Open-Sesame untuk berbagai penemuan; the be-all dan end-all dari semua ilmu sains.
Penyair ternama dan juga ahli Matematika yang handal, Omar Khayyam (1048-1122 M) dan Nashir al-Din al-Thusi (1201-1274 M) menunjukkan, bahwa setiap besaran rasio, yang sepadan maupun tidak, adalah bilangan, rasional maupun irrasional. Dan teori tersebut kemudian secara pelan dan lambat menuju kesempurnaannya pada saat bermulanya zaman Renaissance di Eropa.
Sir Muhammad Iqbal, pemikir kenamaan asal Pakistan memuji al-Thusi lantaran telah melontarkan pertanyaan terhadap The Uclidean Postulate atas Pararelism. Omar khayyam merupakan ilmuwan pertama yang membuktikan bilangan dari teori Non-Euclidean Geometry yang nantinya ditemukan oleh Lobchersky, Riemann dan Gauss secara terpisah selama pertengahan abad 19 M.
Omar Khayyam telah mendahului sejak 7 abad sebelum mereka, yang mana dikemudian hari, Einstein menggunakan The Non-Euclidean Geometry untuk mengantarkannya pada “dunia baru” dalam bidang sains. Tidak ada petunjuk dan rumusan yang tidak dipecahkan oleh Umar Khayyam. Beliau juga mulai menggunakan grafik untuk mengkombinasi aljabar dan geometri untuk membuktikan persamaan kubik.
Pasti akan selalu diingat bahwasanya seorang jenius bernama Descartes yang kemudian memperagakan The Tour De Force dari kombinasi Aljabar dan Geometri, bersamaan dengan penemuan filsafat barunya dengan diktumnya yang terkenal, “cogito ergo sum.”
Al-Biruni sukses dengan The Idea Of Function, yang mana menurut Spengler, adalah simbol barat yang mana tidak ada peradaban lain yang bisa memberikannya walaupun hanya sekedar petunjuk dan gambaran. The Idea Of Function yang dilontarkan al-Biruni mengenalkan konsep inter-dependence dan movement, melihat dunia sebagai sebuah kumpulan proses inter-dependence.
Konsep ini merupakan konsep dialektik. Namun lagi-lagi disayangkan bahwa umat Islam tidak bisa mengembangkan embrio yang brilliant tersebut, dan akhirnya konsep tersebut berhibernasi selama berabad-abad karena umat Islam terbuai dalam lantunan ninabobo dogmatism dan irrationalism. Embrio tersebut baru muncul dan lahir kembali tatkala tersentuh oleh peradaban barat, sungguh ironis. Ide yang dinamis tidak akan pernah maju dalam lingkungan masyarakat yang statis!.
Geometri Descartes diterbitkan pada tahun 1637 M. Ahmad Sirhindi meninggal pada tahun 1624 M, namun dia sudah terlanjur mengutuk Matematika dengan ungkapan yang tegas dan lugas. Dengan mengecam matematika, kita telah melangkah jauh keluar dari parade barisan ilmu sains dan teknologi.
Seperdelapan dari ayat-ayat al-Qur’an menekankan tadabbur, tafakkur dan ta’aqqul. Implikasinya adalah bahwasanya al-Qur’an menjunjung tinggi supremasi akal, termasuk di dalamnya adalah perhatian terhadap Matematika.
BAB III
INTERALISASI BIDANG STUDI MATEMATIKA
DENGAN BIDANG STUDI AGAMA ISLAM
A. Interalisasi Matematika dengan Bidang Studi al-Qur’an dan
Hadis
Selain sebagaimana telah dibahas dalam bahasan Matematika dan al-Qur’an, bahwa susunan al-Qur’an terdiri dari sistem-sistem matematis yang rapi, yakni terdiri dari 30 juz, 114 surat dan 6.666 ayat. Bahkan, cetakan al-Qur’an sekarang semakin bervariatif dengan keterangan seputar jumlah huruf dan kalimatnya dalamsatu surat.
Matematika sangat erat sekali dengan al-Qur’an, bahkan al-Qur’an telah membahas persoalan Matematika itu sendiri, contohnya seperti dalam hal waris sebagaimana tertera dalam QS. al-Nisa’ ayat 11, 12 dan 176. Seorang pria mati meninggalkan 1 istri, 3 anak perempuan, dan 2 orang tua. Menurut al-Qur’an, istri mendapat 1/8, anak-anak mendapat 2/3, dan orang tua mendapat 1/6. dan masih banyak lagi contoh lainnya. Sedangkan dalam Hadis semisal pahala shalat berjamaah adalah 27 derajat, dan lain-lain.
B. Interalisasi Matematika dengan Bidang Studi Akidah Akhlak
Mendidik akhlak dengan bahasa bilangan. Pendidikan akademik adalah penting bagi setiap insan. Namun, pendidikan akademik yang bernilai tinggi belum tentu menjamin kesuksesan seseorang pada masa mendatang tanpa memiliki akhlak mulia.
Semua orang tua akan sepakat untuk satu hal; berharap mempunyai anak-anak yang dapat dibanggakan. Anak-anak yang kelak saat mereka dewasa menjadi satu di antara deretan manusia-manusia sukses, baik akademik maupun akhlaknya. Tidak ada orangtua yang mengingkari hal itu. Hanya saja, cita-cita boleh sama, tapi cara mewujudkannya belum tentu sama.
Pendidikan akhlak adalah sesuatu yang sudah terpola dan terukur. Matematika juga merupakan ilmu pengetahuan tentang bilangan yang terpola.
Menurut M. Quraish Shihab, ahli tafsir kontemporer Indonesia, “Akhlak dapat diartikan sebagai tingkah laku yang lahir dari manusia dengan sengaja, tidak dibuat-buat dan menjadi kebiasaan. Sejak kelahirannya di muka bumi, manusia membawa potensi untuk bertingkah laku baik dan buruk.” Tetapi, selanjutnya beliau mengatakan, “Akhlak dapat diubah! Akhlak dapat merupakan hasil dari pendidikan. Oleh karena itu, akhlak pun dapat diubah melalui pendidikan.”
Dari penggabungan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa jika akhlak dapat diubah melalui pendidikan, akhlak seharusnya dapat dijelaskan secara matematis, karena Matematika dan akhlak adalah satu bahasa dan sudah terpola di alam semesta ini. Selain itu, aspek kajian ilmu matematika ini dalam dunia Islam memperkenalkan tertib aturan (sesuatu yang terpola), keseimbangan (sesuatu yang terukur sebagaimana persamaan-persamaan matematis), dan keserasian (dapat digunakan untuk menjelaskan ilmu pengetahuan lain secara umum).
Dengan demikian, benar apa yang dikatakan Afzalur Rahman dalam Quranic Sciences, “Al-Qur’an boleh jadi telah banyak mendorong manusia untuk melakukan penelitian tentang persamaan matematis.”
Al-Qur’an bukan saja telah mendorong mereka untuk menghitung bilangan-bilangan secara tepat berdasarkan data-data yang mereka miliki menurut kaidah-kaidah sainstifik, melainkan juga mendorong mereka memelihara hubungan yang erat dengan Sang Pencipta melalui hasil-hasil perhitungan yang dilakukannya.
C. Interalisasi Matematika dengan Bidang Studi Fiqih
Pembahasan Matematika dalam Fiqih dapat ditemukan yang paling populer adalah dalam masalah warisan, ketentuan zakat, bilangan rakaat shalat, penentuan waktu shalat, dan lain-lain.
D. Interalisasi Matematika dengan Bidang Studi Bahasa Arab
Dalam pelajaran Bahasa Arab juga dikenal bahasan pola bilangan urutan dan bilangan bertingkat. Namun, yang paling terkenal adalah penemuan angka nol dan angka Arab. Namun, kenyataan sebagian umat Islam Indonesia masih sering salah kaprah dalam menilai angka Arab dengan kode-kode angka India, bukannya kode angka Arab asli, yaitu 0, 1, 2, 3, 4 ,5, 6, 7, 8 dan 9.
PENUTUP
Dari uraian singkat di atas jelaslah bahwa setiap Muslim dalam kehidupannya tidak bisa terlepas dari yang namanya Matematika, dari skala kecil sampai skala luas. Dengan Matematika umat Islam bisa menjadikannya sebagai Matematika ibadah.
Suatu contoh, dalam sehari ada 24 jam, kalau kita membuat hitungan kasarnya, maka pembagian waktunya adalah 8 jam untuk tidur di malam hari, 12 jam untuk aktivitas dari pagi-jelang sore, dan 4 jam untuk aktivitas santai. Kemudian sekarang kita ambil rata-rata usia manusia saat dia meninggal dunia adalah usia 65 tahun. Selanjutnya kita mengambil rata-rata usia baligh seorang manusia, saat seseorang bertanggung jawab sepenuhnya atas kewajiban yang diperintahkan Allah, saat dosa mulai diperhitungkan adalah usia 15 tahun.
Sekarang kita berhitung berapa tahun sisa usia kita untuk beribadah kepada Allah:
Mati-baligh = sisa usia ………. 65-15= 50 tahun. Begitu seterusya, yang menunjukkan bahwa Matematika pun bukan sekadar berdimensi duniawi tetapi juga ukhrawi, atau dengan kata lain Matematika Islami.
Semoga pengantar ringkas tentang Matematika Kehidupan Muslim membawa manfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M.Quraish. “Membumikan” al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1993.
Mas’ud, Muhammad. Subhanallah: Quantum Bilangan-bilangan al-Qur’an, Jogjakarta: Diva Press, 2008.
Handoyo, Bekti Hermawan. Matematika Akhlak, Jakarta: Kawan Pustaka, 2008.
Shabuni al, Muhammad Ali. Ilmu Waris Menurut al-Qur’an dan Sunnah, Surabaya : al-Ikhlas, 1989.

Home »
KTI Matematika
» KTI Matematika
KTI Matematika
Written By Aflach Perdana Putra on Minggu, 09 Mei 2010 | 05.41
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Popular Posts
>
-
FUNGSI DAN PERANAN MANAJER A. Tugas dan Fungsi Manajer Manajer adalah pimpinan atau pemimpin suatu organisasi. Dalam organisasi, istil...
-
PERKAWINAN CAMPURAN A. Pengertian Perkawinan Campuran Dalam RUUP yang diakukan oleh pemerintah kepada DPR untuk dibahas, termuat ra...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran pada dasarnya membahas pertanyaa: apa, siapa, mengapa, bagaimana, dan seberapa baik...
-
CARA MENDAUR ULANG SAMPAH 2.1. Pengolahan Sampah Beberapa alternatif cara pemusnahan sampah yang dapat dilakukan secara sederh...
-
Dalam setiap agama mamiliki pendapat sendiri tentang proses penciptaan manusia.Sehingga muncullah perbedaan pendapat tentang hal tersebut,Ha...
-
QIYAS DALAM MASADIRU AL-AHKAM I. Pendahuluan Sebagai sebuah realita, berjalanya waktu dan perkembangan zaman, pasti akan memunc...
-
Sosiologi dalam Keluarga 1. 1. Definisi Keluarga Keluarga adalah kelompok sosial yang terdiri atas dua orang atau lebih yang ...
-
HUKUM WAKAF DALAM KACAMATA PARA ULAMA’ A.PENDAHULUAN Wakaf merupakan suatu tindakan hukum yang di syariatkan sehingga ke mazhab pun meny...
-
Etika Mengurus Janazah Apabila ada seorang muslim meninggal dunia, hendaklah segera kita mengunjungi keluarga yang ditinggalkannya untuk ...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembelajaran bidang studi Bahasa Arab di MI memiliki fungsi yang penting dalam memberikan pondas...
0 komentar:
Posting Komentar