Home » » PTK Sosiologi 4

PTK Sosiologi 4

Written By Aflach Perdana Putra on Sabtu, 08 Mei 2010 | 21.40

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari sekolah yang bertujuan memberikan bantuan kepada siswa baik perorangan maupun kelompok agar menjadi pribadi yang mandiri dan berkembang secara optimal. Apalagi berkaitan dengan lembaga pendidikan yang secara khusus menjurus atau memilih ketrampilan tertentu seperti di Sekolah Menengah Kejuruan dan sekolah lainnya.
Fenomena yang nampak dalam keseharian dimana anggapan masyarakat umum tentang kenakalan siswa/pelajar disebabkan karena ketidakmampuan sekolah yang bersangkutan dalam mendidik dan membimbing siswa, padahal sekolah adalah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang bertanggung jawab dalam mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan pikiran dan emosional siswa. Idealitas dengan realitas tersebut memang tidak selamanya benar apabila digeneralisasikan pada semua lembaga pendidikan. Tentunya masih banyak lembaga pendidikan yang memiliki nilai plus dan bahkan dijadikan proyek pengembangan.
Namun demikian, untuk memenuhi harapan tersebut, harus memperhatikan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap hasil akhirnya. Laporan dari beberapa rekan sesama Guru Pembimbing di SMP Negeri 1 Jombang, menyatakan bahwa terdapat kecenderungan frekwensi kenakalan siswa, walaupun tidak drastis. Khususnya siswa laki-laki., apabila dibandingkan dengan siswa perempuan (Sekilas informasi dari Bapak Drs. Subachi, Guru Pembimbing di SMP Negeri 1 Jombang).
Kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh para remaja/siswa di sekolah ini seharusnya mendapat perhatian yang lebih dan seyogyayanya diusahakan penanggulangannya secara sungguh-sungguh dalam arti penanggulangan yang setuntas-tuntasnya, usaha ini merupakan aktivitas yang tidak mudah, akan tetapi bisa saja dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait dari sekolah-sekolah terutama adanya kerja sama yang baik antara individu yang satu dengan individu yang lain.
Sehubungan dengan hal tersebut, para ilmuwan. Cendikiawan pemuka masyarakat dan pemerintah telah berusaha secara maksimal melalui berbagai cara, baik dengan adanya penyuluhan-penyuluhan untuk para remaja, serta usaha untuk memperbaiki para remaja yang sudah terlibat dalam kenakalan. Adapun pihak lain yang ikut bertanggung jawab dalam upaya penanggulangan kenakalan sekaligus pembinaan para remaja adalah para guru sekolah.
Pembinaan ini dilakukan secara formal dalam proses belajar-mengajar. Karena dalam interaksi proses belajar-mengajar ini bukan semata-mata menghasilkan hal-hal yang positif, akan tetapi ada pula dampak negatifnya.
Dalam mengatasi permasalahan tersebut, tentunya pihak-pihak sekolah tidak tinggal diam untuk mencapai tujuan pendidikan sekaligus untuk membentuk kepribadian siswa yang baik, di SMP Negeri 1 Jombang ini pihak sekolah mengambil alternatif dengan lebih menekankan Pendidikan Agama Islam, baik melalui kegiatan intra kurikuler maupun ekstra kurikuler untuk menanamkan nilai-nilai ajaran Islam, dan mengoptimalkan pelayanan bimbingan, serta adanya kerja sama yang baik antara Guru Pembimbing dan Guru PAI-nya.
Menanggulangi kenakalan remaja/kenakalan siswa merupakan suatu pekerjaan dan cita-cita yang sangat mulia, akan tetapi hal itu tidaklah mudah karena adanya berbagai faktor yang dapat menjadi penghambat dalam pelaksanaan tugas mulia tersebut. Sejumlah hasil penelitian juga menyebutkan bahwa kualitatif dan kuantitatif kenakalan remaja dari tahun ke tahun semakin meningkat. Contohnya, pencurian, pemerkosaan, pembunuhan, dan tindak kejahatan lainnya yang dilakukan oleh para remaja.
Berdasar latar belakang tersebut di atas, kiranya penulis tertarik untuk mengetahui hasil dari upaya-upaya yang dilakukan oleh Guru Pembimbing bersama Guru PAI dalam menanggulangi kenakalan siswa guna untuk mewujudkan cita-cita luhur Pendidikan Nasional Indonesia dan Agama Islam itu sendiri.
1.2 Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, permasalahan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah:
1. Apa saja bentuk kenakalan siswa baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang terjadi di SMP Negeri 1 Jombang?
2. Upaya apa saja yang dilakukan Guru Pembimbing dan Guru PAI dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Jombang?
3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam upaya penanggulangan kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Jombang?

1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui gambaran yang jelas mengenai bentuk kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Jombang.
2. Untuk mengetahui sejauh mana upaya yang dilakukan oleh Guru Pembimbing dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Jombang.
3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan pengambat dalam penanggulangan kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Jombang.

1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai sumbangan pemikiran khususnya Guru Pembimbing di SMPN 1 Jombang, dalam usaha meningkatkan kualitatif proses kegiatan belajar-mengajar di sekolah.
2. Untuk menambah wawasan penulis tentang pemahaman terhadap Guru Pembimbing.
3. Dengan hasil yang diperoleh dalam penulisan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Guru Pembimbing di SMP Negeri 1 Jombang untuk mengembangkan ilmu dan profesionalnya lebih lanjut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bimbingan dan Konseling
2.1.1 Pengertian Bimbingan dan Konseling
Menurut Rahman (2003:13) bimbingan adalah proses bantuan yang diberikan kepada seseorang agar ia mampu memahami diri, menyesuaikan diri sehingga mencapai kehidupan yang sukses dan bahagia. Sedangkan konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara oleh seorang konselor terhadap individu guna mengatasi suatu masalah atau mengoptimalkan potensi yang dimiliki.
Sukardi (1987:65) menyatakan bahwa bimbingan adalah suatu proses bantuan yang diberikan kepada seseorang agar memperkembangkan potensi-potensi yang dimiliki, mengenal dirinya sendiri, mengatasi persoalan-persoalan sehingga mereka dapat menentukan sendiri, mengatasi persoalan-persoalan sehingga mereka dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa bergantung kepada orang lain.
Menurut Ad-Dzaky (2002:180), konseling adalah suatu aktivitas pemberian nasehat dengan atau berupa anjuran-anjuran dan saran-saran dalam bentuk pembicaraan yang komunikatif antara konselor dan klien, yang mana konseling datang dari pihak klien yang disebabkan karena ketidaktahuan atau kurangnya pengetahuan sehingga ia memohon pertolongan kepada konselor agar dapat memberikan bimbingan dengan metode-metode psikologis dalam upaya sebagai berikut:
1. Mengembangkan kualitas kepribadian yang sungguh.
2. Mengembangkan kualitas kesehatan mental.
3. Mengembangkan perilaku-perilaku yang lebih efektif pada diri individu dan lingkungannya.
4. Menganggulangi problema hidup dan kehidupan secara mandiri.

2.1.2 Tujuan Bimbingan dan Konseling
Dalam rumusan bimbingan dan konseling terdapat dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, tujuan umum bimbingan dan konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Dalam kaitan ini bimbingan dan konseling membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan interpretasi, pilihan; penyesuaian, dan ketrampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungannya.
Sedangkan tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran dari tujuan umum yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami oleh individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya. Masalah-masalah individu yang bermacam-macam ragam jenis, intensitas dan sangkut-pautnya serta masing-masing bersifat unik. Oleh karena itu, tujuan khusus bimbingan dan konseling untuk masing-masing individu berbeda dari (dan tidak oleh disamakan dengan) tujuan bimbingan dan konseling untuk individu lainnya (Ermananti, 199:114).

2.1.3 Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Menurut Belkin (dalam Ermananti, 1999:116) ada sedikitnya enam prinsip untuk menegakkan dan menumbuhkembangkan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah yaitu:
1. Konselor harus memulai kariernya sejak awal dengan program kerja yang jelas, dan memiliki kesiapan yang tinggi untuk melaksanakan program tersebut.
2. Konselor harus mempertahankan sikap profesional tanpa mengganggu keharmonisan hubungan antara konselor dengan personal sekolah lainnya dan siswa.
3. Konselor bertanggung jawab untuk memahami perannya sebagai profesional dan menterjemahkan peranannya ke dalam perbuatan nyata.
4. Konselor bertanggung jawab kepada semua siswa, baik siswa-siswa yang gagal, yang menimbulkan gangguan, yang berkemungkinan putus sekolah, yang mengalami permasalahan emosional, yang mengalami kesulitan belajar, maupun siswa-siswa yang memiliki bakat istimewa, yang berpotensi rata-rata, yang pemalu dan menarik diri dari khalayak ramai, serta yang bersikap menarik perhatian atau mengambil muka guru, konselor dan personal sekolah lainnya.
5. Konselor harus memahami dan mengembangkan konpetensi untuk membantu siswa-siswa yang mengalami masalah dengan kadar cukup parah dan siswa-siswa yang menderita gangguan emosional, khususnya melatih penerapan program-program kelompok, kegiatan pengajaran di sekolah, serta bentuk-bentuk kegiatan lainnya.
6. Konselor harus mampu bekerja sama secara efektif dengan kepala sekolah, memberikan perhatian dan peka terhadap kebutuhan harapan, dan kecemasan-kecemasannya.

2.2 Kenakalan Remaja
2.2.1 Pengertian Kenakalan Remaja
Istilah kenakalan remaja merupakan terjemahan dari kata “juvenile” dan “delinquency” yang dipakai di dunia Barat. Istilah ini mengandung pengertian tentang kehidupan remaja yang menyimpang dari berbagai pranata dan norma yang berlaku umum, baik yang menyangkut kehidupan masyarakat, tradisi maupun agama (Arifin 1982:79-80). Dalam pengertian yang lebih luas tentang kenakalan remaja ialah perbuatan/kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama (Sudarsono, 1989:1).
Dari definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kenakalan remaja itu adalah suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh anak remaja yang bertentangan dengan hukum, agama, maupun norma-norma dalam masyarakat yang menjadi tempat tinggalnya, sehingga perbuatannya itu dapat merugikan orang lain dan dirinya sendiri.


2.2.2 Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja
Simanjutak (1975:75-76) memberikan gambaran secara umum tentang perbuatan-perbuatan yang melanggar norma-norma yang bersifat anti-sosial yaitu:
1. Ngebut, yaitu mobil atau sepeda motor ditengah-tengah keramaian kota dengan kecepatan tinggi yang dilakukan para pemuda belasan tahun.
2. Membentuk kelompok-kelompok dengan norma yang menyeramkan, dan bila terjadi perselisihan akan melakukan tindakan-tindakan main hakim sendiri.
3. Peredaran pornografi di kalangan pelajar baik dalam bentuk majalah cabul, cerita-cerita dan gambar-gambar yang menusuk, peredaran obat perangsang nafsu seksual.
4. Berpakaian mewah dengan mode dan gaya yang tidak selaras dengan selera ketimuran.
Sedangkan bentuk-bentuk kenakalan remaja yang sering terjadi di sekolah maupun di luar sekolah menurut Sukeni dan Warsito (1983:95-96) antara lain:
1. Berbohong, memutar-balikan kenyataan dengan tujuan meniup orang atau menutup kesalahan.
2. Membolos, pergi tanpa pamit meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah.
3. Kabur, meninggalkan rumah tanpa izin orang tua atau menantang keinginan orang tua.
4. Keluyuran, pergi sendirian atau berkelompok tanpa tujuan yang jelas dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.
5. Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga, mudah terserang untuk menggunakannya. Misalnya pisau, pistol, silet, dan sebagainya.
6. Bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk, sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar kriminal.
7. Berpesta pora semalam untuk tanpa pengawasan, sehingga mudah timbul tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab.
8. Membaca buku-buku porno dan biasa mempergunakan kata-kata yang tidak sopan dan tidak senonoh.
9. Makan di warung dan naik bis tanpa membayar.
10. Turut dalam pelacuran atau melacurkan diri baik dengan alasan tujuan ekonomi maupun tujuan lain.
11. Berpakaian tidak pantas dan minum-minuman keras atau menghisap ganja sehingga merusak diri maupun orang lain.


2.2.3 Upaya-upaya dalam Menanggulangi Kenakalan
Sekeni dan Warsito )1983:95-96) menyatakan bahwa proses penanggulangan kenakalan remaja dapat dilakukan secara:
1. Preventif
a. Pencegahan secara umum, yaitu dengan mencegah timbulnya kenakalan remaja secara umum seperti :
1) Mengetahui kesulitan-kesulitan umum-umum yang dimiliki para remaja.
2) Usaha mengetahui dan mengenal ciri umum dan ciri khas remaja.
3) Usaha pembinaan remaja seperti menguatkan mental remaja, pendidikan mental dan pribadi, penyediaan sarana demi perkembangan yang optimal dari remaja, perbaikan lingkungan sekitar, sosial ekonomi dan masyarakat.
b. Pencegahan secara khusus
Pencegahan secara khusus ini dapat dilakukan oleh seorang pendidik/guru dengan pendidikan mental serta pendidikan pembentukan pribadi melalui kegiatan ekstrakurikuler. Usaha ini harus diarahkan kepada remaja dan selalu mengamati dan memberikan perhatian khusus.
2. Tindakan Kuratif dan Rehabilitasi
Dimana merupakan tindakan yang berikutnya setelah tindakan yang lain dilaksanakan serta menganggap perlu untuk merubah tingkah laku siswa pelanggar Sukeini dan Warsito (1983:96-97) antara lain :
Adapun tindakan kuratif lainnya bagi usaha penyembuhan anak delinquent menurut Kartono (1986:96-97) antara lain :
a. Menghilangkan semua sebab musabab timbulnya kejahatan remaja, baik yang berupa pribadi familiar, sosial ekonomi dan kultural.
b. Melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan orang tua asuh dan memberikan fasilitas yang diperlukan bagi perkembangan jasmani dan rohani anak-anak remaja.
c. Memindahkan anak-anak yang nakal ke sekolah yang lebih baik, atau ke tengah lingkungan sosial yang lebih baik.
d. Memberikan latihan bagi para remaja untuk hidup teratur, tertib dan disiplin.
e. Memanfaatkan waktu senggangnya untuk hal-hal yang bermanfaat, bekerja, belajar, dan melakukan rekreasi sehat serta disiplin tinggi.
f. Mengingatkan organisasi pemuda dengan program-program latihan vokasional untuk mempersiapkan anak remaja delinquent itu bagi pasaran kerja dan hidup di tengah masyarakat.
g. Memperbanyak lembaga latihan kerja dengan program kegiatan pembangunan.
h. Mendirikan klinik psikologi untuk meringankan dan memecahkan konflik emosional dan gangguan kejiwaan lainnya.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah Classroom action research (CAR) yaitu action research yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas yang dibantu oleh konselor, kepala sekolah, wali murid di dalam atau di luar kelas. Action research pada hakikatnya merupakan rangkaian “riset-tindakan-riset-tindakan-…”, yang dilakukan secara siklik, dalam rangka memecahkan masalah, sampai masalah itu terpecahkan. Action research termasuk penelitian kualitatif walaupun data yang dikumpulkan bisa saja bersifat kuantitatif. Action research berbeda dengan penelitian formal, yang bertujuan untuk menguji hipotesis dan membangun teori yang bersifat umum (general). Action research lebih bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya kontekstual dan hasilnya tidak untuk digeneralisasi. Namun demikian hasil Action research dapat saja diterapkan oleh orang lain yang mempunyai latar yang mirip dengan yang dimiliki peneliti.

3.2 Metode Penentuan Subjek
Penentuan subjek merupakan langkah awal dalam melaksanakan penelitian. Penelitian tindakan kelas ini mengambil sampel pada kelas SMA 1 Negeri Jombang yang masing-masing kelas berjumlah 30 siswa. Pengambilan sampel tersebut berdasarkan pendapat Arikunto (2002:107), yaitu :
“Untuk sekedar ancer-ancer, apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15%, atau 20-25% atau lebih.”
Berdasarkan acuan di atas penulis mengambil seluruh siswa yang ada di Kelas III-A semester 2, yaitu sejumlah 30 siswa. Jadi dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik total sampling dalam pengambilan sampel penelitian tindakan kelas.

3.3 Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode yaitu:
1. Metode Observasi
Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki (Hadi, 1981:136). Dengan metode observasi dimaksudkan untuk mengadakan pengamatan secara langsung terhadap bentuk pembinaan penanggulangan kenakalan siswa yang dilakukan pihak sekolah.
2. Metode Interview
Interview sering juga disebut wawancara atau kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara Arikunto, (2002:133). Teknik interview digunakan untuk mencari data dari Guru Pembimbing, Guru Pendidikan Agama Islam, dan guru-guru lainnya tentang bentuk kenakalan, serta pembinaan yang dilakukan pihak sekolah dalam usaha menanggulangi kenakalan siswa.
3. Metode Angket
Kuesioner / angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang hal-hal yang ia ketahui (Surahmat, 1990:128). Dalam penelitian ini, angket diberikan kepada para siswa yang menjadi responden dalam bentuk angket tertutup yaitu responden tinggal memilih jawaban yang sudah tersedia.
Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang bentuk –bentuk kenakalan yang dilakukan oleh siswa SMP Negeri 1 Jombang.
4. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengambil data dari dokumentasi-dokumentasi yang tersedia. Menurut Surahmat (1990:134) dokumen sebagai laporan tertulis dari penjelasan dan pemikiran terhadap peristiwa dan ditulis sengaja untuk menyimpan atau merumuskan keterangan mengenai peristiwa tersebut,. Metode ini dipergunakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan penelitian.

3.4 Siklus Penelitian











Gambar 3.1
Siklus Penelitian

3.5 Metode Analisis Data
Metode ini digunakan untuk memberi interpretasi terhadap data yang telah diseleksi baik data yang diperoleh melalui observasi, interview, angket, maupun dokumentasi. Setelah datanya terkumpul kemudian diklasifikasikan menjadi data kualitatif dan kuantitatif.
1. Metode Analisis Kualitatif
a. Metode Induktif
Metode induktif adalah suatu penganalisaan data, dimana dalam menarik kesimpulan dengan jalan mengambil atau memilih data yang bersifat khusus kemudian dianalisa dan ditarik yang bersifat umum (Barnadib, 1994:127).
b. Metode deduktif
Metode deduktif adalah penganalisaan data dimana dalam menarik kesimpulan berpijak pada kaidah-kaidah umum kemudian dianalisa dan ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. (Batnadib:127).
2. Metode Analisa Kuantitatif
Metode ini digunakan untuk menganalisa daya yang berupa angka-angka, dengan menggunakan rumus statistik sederhana dalam bentuk tabel distribusi frekwensi (persentase) (Sujiono, 1995:40).
Adapun rumus persentase tersebut adalah sebagai berikut :

Keterangan :
P = Persentase
F = Frekwensi
N = Number of eases (Jumlah Frekwensi/jumlah sampel)
100% = Bilangan Konstan.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

41. Siklus 1 (Upaya Guru Pembimbing Mendeskripsikan Kenakalan Siswa)
4.1.1 Perencanaan
1. Menentukan bentuk dan jenis kenakalan siswa secara kualitatif.
Bentuk dan jenis kenakalan siswa ini akan dibedakan dalam kategori kenakalan ringan, kenakalan sedang, dan kenakalan berat.
a. Bentuk kenakalan ringan, antara lain :
1) Tidak mengerjakan PR
2) Mengganggu teman
3) Terlambat masuk sekolah
4) Menyontek saat ulangan/ujian
b. Bentuk kenakalan sedang, antara lain:
1) Melanggar pakaian seragam sekolah
2) Membolos pada jam pelajaran
3) Melakukan corat-coret di lingkungan sekolah
4) Merokok di lingkungan sekolah
c. Bentuk kenakalan berat, antara lain :
1) Membawa senjata tajam
2) Membawa buku-buku/majalah porno
3) Berkelahi di lingkungan sekolah
4) Mencuri di lingkungan sekolah
2. Menyusun instrumen untuk mengungkap kenakalan siswa berdasarkan bentuk dan jenisnya secara kuantitatif.
Instrumen ini disajikan dalam skala ordinal dengan kategori respon sering, pernah, dan tidak pernah. Jawaban diberikan dengan cara menandai respon dengan tanda cawang (). Instrumen dimaksud adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1
Instrumen Penelitian
No Pernyataan Sering Pernah Tidak pernah
1. Tidak mengerjakan PR
2. Mengganggu teman
3. Terlambat masuk sekolah
4. Melanggar pakaian seragam sekolah
5. Membolos pada jam pelajaran
6. Melakukan corat-coret di lingkungan sekolah
7. Merokok di lingkungan sekolah
8. Membawa senjata tajam
9. Membawa buku-buku/majalah porno
10. Berkelahi di lingkungan sekolah
11. Mencuri di lingkungan sekolah
12. Dst.........
3. Menyusun tabel klasifikasi pelanggaran dan skor siswa
Tabel klasifikasi dimaksudkan untuk menempatkan bentuk dan jenis pelanggaran sesuai dengan posisinya dalam tiap kategori. Tabel klasifikasi pelanggaran dan skor siswa sidudun format sebagai berikut :

Tabel 4.2.
Format Tabel Klasifikasi Pelanggaran dan Skor Siswa
No Klasifikasi Jenis Pelanggaran Skor
1 A
2 B
3 C
4 D
5 E
6 F
7 G
8 H
9 Dst.....
10 Dst.....

4.1.2 Pelaksanaan
Instrumen (angket) untuk mengungkap kenakalan siswa berdasarkan bentuk dan jenisnya secara kuantitatif disajikan secara klasikal. Dalam hal ini instrumen disajikan dalam kelas III-A. Penyajian instrumen ini dibantu oleh seorang guru kelas di luar jam pelajaran, yaitu pada jam pulang sekolah. Instrumen disajikan dalam waktu 7 menit.


4.1.3 Pengamatan
Selanjutnya bentuk kenakalan siswa secara kuantitatif berdasarkan penyebaran angket yang penulis lakukan adalah sebagai berikut:
a. Tidak mengerjakan PR
Tugas PR merupakan salah satu unsur yang dapat mempengaruhi nilai para siswa. Berdasarkan hasil penyebaran angket, diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4.3.
Tidak Mengerjakan PR
No. Alternatif jawaban F P (%)
1. a. Sering 3 10,00%
2. b. Pernah 17 53,34
3. c. Tidak Pernah 11 36,66
Jumlah 30 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari jumlah yang dijadikan sampel diperoleh data sebagai berikut: yang menjawab sering 3 siswa (10,00%), yang menjawab pernah 17 siswa (53,34%) dan yang menjawab tidak pernah 11 siswa (36,66%).
Dari data dalam tabel, dapat diambil kesimpulan bahwa masih banyak sebagian siswa yang melanggar kenakalan ini yaitu sebesar 53,34%, sedangkan yang tidak pernah jumlahnya yaitu 36,66%.

b. Mengganggu teman
Untuk menjaga kenyaman bagi para siswa di SMP Negeri 1 Jombang, para siswa dilarang mengganggu, apalagi hal ini juga bertentangan dengan nilai kesopanan dan agama, jadi pihak sekolah juga bertingak apabila ada para siswanya yang beruat hal yang demikian. Berdasarkan angket terhadap siswa Kelas III-A, tentang pelanggaran ini diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.4
Mengganggu Teman
No. Alternatif jawaban F P (%)
1. a. Sering 2 6,66%
2. b. Pernah 5 16,66
3. c. Tidak Pernah 23 76,66
Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari jumlah yang diajdikan sampel diperoleh data sebagai berikut: yang menjawab sering 2 siswa (6,66%), yang menjawab pernah 5 siswa (16,66%), dan menjawab tidak pernah siswa (76,66%).
Jadi dari data tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa bentuk kenakalan ini jarang dilakukan oleh siswa yaitu hanya 6,66% yang menjawab pernah selebihnya menjawab tidak pernah.
c. Terlambat masuk sekolah
Tentang pelanggaran terhadap tata tertib ini, melalui penyebaran angket dapat diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.5.
Terlambat Masuk Sekolah
No. Alternatif jawaban F P (%)
1. a. Sering 0 0
2. b. Pernah 11 36,66
3. c. Tidak Pernah 19 63,34
Jumlah 30 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari jumlah yang diajdikan sampel diperoleh data sebagai berikut: yang menjawab sering 0 siswa (0%), yang menjawa pernah 11 siswa (36,66%), dan yang menjawab tidak pernah 19 siswa (63,34%).
Dari data dalam tabel, dapat diambil kesimpulan bahwa masih ada siswa yang terlambat masuk sekolah yaitu sebesar 11 siswa (36,66%).
1. Bentuk kenakalan sedang
a. Membolos pada jam pelajaran
Menurut tata tertib yang berlaku di SMP Negeri 1 Jombang, setiap siswa diharuskan/ wajib mengikuti proses belajar-mengajar berdasarkan waktu yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah, jadi setiap siswa dilarang untk meningglkan jam pelajaran, kecuali ada ijin dari sekolah. Tentang berapa prosentase pelanggaran terhadap tata tertib tersebut, diperoleh data dan penyebaran angket sebagai berikut:
Tabel 4.6.
Membolos Pada Jam Pelajaran
No. Alternatif jawaban F P (%)
1. a. Sering 0 0
2. b. Pernah 5 16,66
3. c. Tidak Pernah 25 83,34
Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel di atas menujukkan bahwa dari jumlah yang dijadikan sampel diperoleh data sebagai berikut: yang menjawab sering 0 siswa (0%), yang menjawab pernah 5 siswa (16,66%), yang mejawab tidak pernah 25 siswa (13,34%).
Dari data tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa kenakalan membolos pada jam pelajaran relatif sedikit berdasarkan bukti yaitu sebesar 83,34% atau 25 siswa.
b. Melanggar pakaian seragam sekolah
Menurut tata tertib yang berlaku di SMP Negeri 1 Jombang, sertiap siswa diharuskan berpakaian seragam, rapi dan sopan. Tentang berapa besar prosentase kenakalan tersebut dapat dilihat dari hasil penyebaran angket dibawah ini :
Tabel 4.7.
Melanggar Pakaian Seragam Sekolah
No. Alternatif jawaban F P (%)
1. a. Sering 0 0
2. b. Pernah 5 17,74
3. c. Tidak Pernah 25 82,66
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 30 siswa yang menjadi sampel diperoleh data sebagai berikut: yang menjawab sering siswa (0%), yang menjawab pernah 10 siswa (17,74%), dan yang menjawab tidak pernah 50 siswa (82,26%).
Dari dat di atasm dapat diambil kesimpulan bahwa bentuk kenakalan yang berupa melanggar pakaian seragam, dapat dikatakan masih ada beberapa siswa yang pernah memakai pakaian tidak seragam, meskipun hanya sebagian kecil yaitu 14,74%, sebab sebagian siswa menjawab tidak pernah (82,26%).
c. Melakukan corat-coret di lingkungan sekolah
Berdasarkan hasil penyebaran angket terhadap siswa kelas III-A, tentang bentuk kenakalan yang berupa corat-coret di lingkungan sekolah jdiperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.8
Corat-coret di Lingkungan Sekolah
No. Alternatif jawaban F P (%)
1. a. Sering 0 0
2. b. Pernah 2 6,64
3. c. Tidak Pernah 28 93,33
Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari jumlah yang dijadikan sampel diperoleh data sebagai berikut: yang menjawab sering 0 siswa (0%), yang menjawab pernah 2 siswa (6,64%), dan yang menjawab tidak pernah 28 siswa (93,33%).
Dari data tabel di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa bentuk kenakalan yang berupa corat-coret di lingkungan sekolah, dapat dikatakan sebagaian kecil saja siswa yang menjawab pernah (4,84%), sedangkan sisanya menjawab tidak pernah (93,33%).
d. Merokok di lingkungan sekolah
Salah satu bentuk pelanggaran tata tertib sekolah yang dapat menyebabkan kesehatan diri sendiri dan orang lain terganggu adalah merokok, sehingga pihak sekolah mengkategorikan ini sebagai bentuk pelanggaran. Dari penyebaran angket dapat diperoleh data para siswa yang merokok di lingkungan sekolah adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9.
Merokok di Lingkungan Sekolah
No. Alternatif jawaban F P (%)
1. a. Sering 1 3,23
2. b. Pernah 20 66,12
3. c. Tidak Pernah 9 30,65
Jumlah 30 100

Bedasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari jumlah yang dijadikan sampel diperoleh data sebagai berikut: yang menjawab sering 1 siswa (3,2%), yang menjawab pernah 20 siswa (66,12%), dan yang menjawab tidak pernah 9 siswa (30,65%).
Jadi, dari data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa di lingkungan SMP Negeri 1 Jombang ini sebagian besar siswanya pernah merokok di sekolah, terbukti dengan prosentasenya sebesar (66,12%).

2. Bentuk kenakalan berat
a. Membawa senjata tajam
Membawa senjata tajam di lingkungan sekolah merupakan salah satu larangan yang harus dipatuhi oleh para siswa, kecuali alat praktek atau ada izin dari sekolah. Berdasarkan angket pelanggaran terhadap aturan ini diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4.10
Menyimpan Senjata Tajam
No. Alternatif jawaban F P (%)
1. a. Sering 0 0
2. b. Pernah 2 8,06
3. c. Tidak Pernah 28 91,94
Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari jumlah yang diajadikan sampel diperoleh data sebagai berikut: yang menjawab sering 0 siswa (0%), yang menjawab pernah 2 siswa (8,06)%), dan yang menjawab tidak pernah 28 siswa (91,94%).
b. Membawa buku-buku majalah porno
Membawa bacaan, gambar, dan video yang berbau pornografi merupakan salah satu yang termasuk dalam pelanggaran tata tertib sekolah, karena hal ini dapat merusak fikiran para siswa sehingga cenderung untuk hal-hal yang negatif. Dari hasil penyebaran angket dapat diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.11
Membawa Buku/ majalah Pornografi
No. Alternatif jawaban F P (%)
1. a. Sering 0 0
2. b. Pernah 1 4,48
3. c. Tidak Pernah 29 95,16
Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari jumlah yang dijadikan sampel diperoleh data sebagai berikut : yang menjawab sering 0 siswa (0%), menjawab pernah 1 siswa (4,84%), dan yang menjawab tidak pernah 29 siswa (95,16%)
Jadi dari data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar siswa tidak pernah membawa majalah/buku porno ke sekolah (95,16%)
c. Berkelahi di lingkungan sekolah
Tentang kenakalan berkelahi baik di dalam kelas maupun di lingkungan SMP Negeri 1 Jombang dapat diketahui dari hasil penyebaran angket dan diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.12
Berkelahi di Lingkungan Sekolah
No. Alternatif jawaban F P (%)
1. a. Sering 0 0
2. b. Pernah 0 0
3. c. Tidak Pernah 13 100
Jumlah 30 100
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari jumlah yang dijadikan sampel diperoleh data sebagai berikut : yaitu jawaban sering 0 siswa (0%), yang menjawab pernah 0 siswa (0%), dan yang menjawab tidak pernah 30 siswa (100%).
Dari data dalam tabel dapat diambil kesimpulan bahwa semua siswa td pernah berkelahi di lingkungan sekolah terbukti dengan prosentasenya yang 0%.
d. Mencuri di Lingkungan Sekolah
Mencuri adalah suatu tindakan kenakalan yang dapat dikategorikan sebagai tindakan kiriminal. Apabila pihak yang diragikan melaporkan pada pihak yang berwajib. Tentang kenakalan mencuri di lingkungan sekolah dapat diketahui dari hasil penyebaran angket, diperoleh data sebagai berkut :
Tabel 4.13
Mencuri di Lingkungan Sekolah
No. Alternatif jawaban F P (%)
1. a. Sering 0 0
2. b. Pernah 1 0
3. c. Tidak Pernah 30 100
Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari jumlah yang dijadikan sampel diperoleh data sebagai berikut: yang menjawab sering 0 siswa (0%), yang menjawab pernah 0 siswa (0%), dan yang menjawab tidak pernah 60 siswa (100%).
Jadi dari data tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada yang melakukan pencurian di lingkungan sekolah (prosentasenya 0%)
4.1.4 Refleksi
Tabel 4.14
Klasifikasi Pelanggaran dan Skor Siswa
No. Alternatif Jenis Pelanggaran Skor
1 B Berurusan dengan pihak berwajib karena tindakan kriminal/kejahatan 100
2 B Mencuri di lingkungan sekolah 75
3 B Berkelahi / terlibat perkelahian 75
5 C Membawa senjata tajam 50
4 C Membawa bacaan, gambar, video pornografi 50
5 D Corat-coret di lingkungan sekolah 30
6 D Merokok di lingkungan sekolah 30
7 E Membolos pada jam pelajaran 25
8 F Bersifat tidak sopan / mengganggu teman 15
9 G Berseragam tidak sesuai aturan sekolah 10
10 H Menyontek pada saat ulangan/ujian 5
11 H Tidak mengerjakan PR 5

1. Mencuri dasarnya tidak hanya termasuk dalam pelanggaran tata tertib sekolah, akan tetapi dapat dikategorikan sebagai tindakan kriminal yang dapat melibatkan pihak yang berwajib, pihak sekolah mempunyai pencurian ini terjadi di lingkungan sekolah mempunyai kebijakan tersendiri dan tidak melibatkan pihak Kepolisian dalam menangani masalah ini, agar pihak sekolah juga tidak mengalami kerugian, baik secara material maupun immaterial.
2. Berkelahi di lingkungan sekolah merupakan tindakan yang dapat mencemarkan nama bail sekolah, sehingga hal ini harus ditindak sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia. Karena kalau tidak akan lebih membayangkan lagi jika perkelahian itu dilakukan dengan siswa sekolah lainnya kenakalan ini termasuk dalam bentuk kenakalan berat.
3. Membawa senjata tajam ke sekolah kecuali ada ijin dari sekolah untuk praktek, merupakan perbuatan yang dapat merangsang untuk menggunakannya karena usia remaja merupakan usia yang emosinya masih labil, sehingga ini termasuk dalam bentuk kenakalan berat.
4. Membawa majalah/buku yang berbau pornografi termasuk dalam bentuk kenakalan berat karena dapat menimbulkan hal-hal yang berakibat fatal bagi siswa itu sendiri, contohnya tindakan pencabulan, pelecehan seksual dan lain-lain.
5. Corat-coret di lingkungan sekolah merupakan perbuatan yang dapat merusak keindahan dari sekolah itu sendiri, sehingga dalam tabel klasifikasi mempunyai skor 30 dan termasuk kenakalan sedang, pelanggaran ini dianggap dapat merugikan secara materi bagi sekolah.
6. Merokok adalah suatu perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri dan merugikan orang lain yaitu terutama dapat menyebabkan gangguan kesehatan, maka dari itu pada tabel 4.14 kenakalan ini diberi skor 30 dan termasuk kenakalan sedang.
7. Tindakan membolos pada jam pelajaran ini termasuk dalam kenakalan sedang karena dalam label klasifikasi mempunyai skor 25, dan hal ini dapat merugikan siswa karena selain ketinggalan pelajaran siswa juga biasanya ketika membolos melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat, seperti duduk-duduk diluar sekolah dan lain-lain.
8. Mengganggu teman termasuk perbuatan yang dapat merugikan orang lain, karena selain orang tidak merasa nyaman hal ini juga dapat mengganggu dalam proses kegiatan belajar mengajar, kenapa dikatakan kenakalan ringan, karena hal ini masih bisa ditolerir, sehingga mempunyai skor 15 dalam tabel klasifikasi.
9. Tidak menggunakan seragam sesuai dengan aturan sekolah adalah suatu perbuatan yang dianggap memberikan asumsi bahwa ada pembedaan status sosial di sekolah, karena itu hal ini tidak boleh dilakukan karena akan menyebabkan kecemburuan sosial bagi siswa yang lain.
10. Kenakalan ini sudah biasa terjadi di kalangan siswa sekolah maupun dan hanya termasuk dalam kategori pelanggaran tata tertib sekolah, hal ini dapat merugikan siswa, karena siswa tidak mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri.
11. Terlambat masuk sekolah mempunyai skor 5 dan termasuk kenakalan ringan karena banyak faktor-faktor yang masih bisa ditoleransi misalnya karena tidak semua siswa mempunyai kendaraan, tidak semua transportasi berjalan lancar dan lain-lain.
12. Tidak mengerjakan PR dianggap sebagai kenakalan ringan karena sudah terbiasa dilakukan oleh siswa sehingga dalam tabel klasifikasi pelanggaran dan skor siswa mempunyai skor yang relatif kecil yaitu hanya 5 sebagaimana diperlihatkan dalam tabel 4.16 di atas.




42. Siklus 2 (upaya Guru Pembimbing)
4.2.1 Perencanaan
1. Mempersiapkan bentuk bimbingan sesuai dengan empat bidang dalam bimbingan konseling pola 17.
2. Penyediaan fasilitas bimbingan konseling.
3. Mengadakan tinjauan kasus dan kunjungan rumah (home visit) bagi siswa yang bermasalah, agar dapat mencari solusi yang terbaik.
4. Bekerja sama dengan orang tua siswa.
4.2.2 Pelaksanaan
1. Bimbingan Pribadi
Bimbingan pribadi merupakan suatu layanan yang diberikan kepada siswa untuk mengenal bakat, minat dan cita-cita yang diinginkan oleh siswa, sehingga dalam hal ini siswa perlu bimbingan dan diarahkan sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal ini penting untuk dilakukan karena jika siswa tidak diarahkan dan bimbingan sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Maka dikhawatirkan akan berdampak buruk dalam perkembangan masa depan siswa. Biasanya hal ini akan membuat hidupnya tertekan dan cenderung untuk melakukan hal-hal yang negatif.
Bimbingan pribadi ini dilakukan oleh guru pembimbing dengan cara memberikan pelayanan kepada siswa dalam bentuk konseling perorangan yaitu setiap individu dapat menyampaikan permasalahannya kepada guru pembimbing.
2. Bimbingan sosial
Merupakan suatu layanan yang diberikan kepada siswa, agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah serta dapat mentaati peraturan dan tata tertib sekolah dan penggunaan fasilitas sekolah, sehingga siswa dapat bersosialisasi dengan baik antara siswa dengan siswa. Siswa dengan guru maupun dengan personel sekolah lainnya. Hal ini sangat penting untuk dilakukan agar para para siswa dapat belajar dengan situasi dan kondisi yang nyaman dan dapat mendukung proses kegiatan belajar mengajar.
Bimbingan sosial ini dilakukan dengan mengadakan kegiatan-kegiatan seperti, Masa Orientasi Siswa (MOS) bagi siswa baru, diadakannya perlombaan-perlombaan antar kelas agar dapat meningkatkan hubungan sosial menjadi lebih baik.
3. Bimbingan Mengajar
Bimbingan belajar merupakan suatu layanan yang diberikan kepada siswa agar dapat meningkatkan motivasi belajar, kemampuan belajar, serta mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik. Hal ini penting dilakukan agar siswa dapat memanfaatkan kondisi, baik kondisi fisik, sosial dan budaya bagi pengembangan pengetahuan.
Bimbingan belajar di sini diberikan kepada siswa dalam bentuk kerjasama antara guru bidang studi dan guru pembimbing dalam mencarikan jalan bagi siswa yang bermasalah dalam kegiatan belajar mengajar, apakah dengan cara membagi kelompok-kelompok belajar siswa atau dengan memberikan pelajaran tambahan (les).
4. Bimbingan Karier
Layanan bimbingan karier bertujuan untuk memecahkan masa depan siswa, baik mengenai sistem pengembangan pemasaran dan kelanjutannya setelah lulus SMP Negeri 1 Jombang, dan langkah yang akan ditempuh dalam menetapkan pilihan kariernya serta dapat mengetahui informasi tentang perkembangan dunia kerja.
5. Penyediaan Fasilitas Bimbingan
Untuk menghindari berbagai macam dampak buruk yang ditimbulkan siswa, maka disini pihak sekolah menyediakan fasilitas yang dapat menunjang kegiatan bimbingan, diantaranya adalah :


a. Ruang bimbingan untuk konsultasi siswa.
b. Alat perlengkapan ruangan, seperti meja, kursi, tempat untuk menyimpan data, papan tulis dan papan pengumuman.
c. Fasilitas teknik seperti angker untuk siswa, angket untuk orang tua, serta kotak masalah dan lain0lain.
Karena dengan adanya penyediaan fasilitas tersebut adalah sebagai salah satu usaha untuk mencegah timbulnya kenakalan siswa dan diharapkan mampu untuk menampung kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa serta mampu menemukan solusi permasalahan siswa dengan baik.
6. Mengadakan tinjauan kasus dan kunjungan rumah (home visit) bagi siswa yang bermasalah, agar dapat mencari solusi yang terbaik.
7. Bekerja sama dengan orang tua siswa
Kerja sama yang dilakukan oleh guru pembimbing dengan orang tua siswa sangat perlu dilakukan un mencari solusi yang terbaik bagi siswa yang bermasalah, karenan hal-hal yang dapat menyebabkan siswa bermasaah adalah dari banyak faktor, salah satunya adalah keluarga. Jadi disini pihak keluarga juga harus memberikan informasi secara terbuka kepada guru pembimbing agar masalah yang dihadapi oleh siswa dapat segera terselesaikan.
4.2.3 Pengamatan
Memebrikan skor terhadap bentuk kenakalan merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh guru pembimbing dan guru agama Islam atas nama sekolah. Adapun pelaksanaannya adalah dengan memberikan skor pada setiap bentuk kenakalan, lalu skor dijumlahkan secara keseluruhan menurut berapa banyak skor yang diberikan pada setiap bentuk kenakalan siswa. Pemberian skor ini dapat dilihat pada tabel 4.14. Klasifikasi Pelanggaran dan Skor Siswa.
Berdasarkan skor-skor yang ada pada tabel di atas, maka ditentukan bentuk sanksi dan pembinaan, yaitu :
1. Bentuk Sanksi
a. Pelanggaran tata tertib dengan skor kurang dari 20 akan dibina oleh Bapak/Ibu Guru yang bersangkutan.
b. Skor 21 s/d 40 akan dibina oleh Bapak/Ibu wali kelas.
c. Skor 41 s/d 60 akan dibina guru pembimbing dan mendapat peringatan ke-1 (orang tua /wali dipanggil un mengetahuinya).
d. Skor 61 s/d 75 akan dibina oleh urusan kesiswaan dan mendapat peringatan ke-2 (orang tua/wali dipanggil untuk mengetahuinya.
e. Skor 76 s/d 100 akan dibina oleh kepala sekolah dan mendapat peringatan le-3 (orang tua/wali dipanggil untuk mengetahuinya)
f. Skor 100 ke atas akan dikeluarkan dari sekolah (untuk selanjutnya diserahkan tanggung jawab pendidikannya kepada orang tua/wali)
2. Bentuk pembinaan
a. Nasehat dan teguran dari guru, wali kelas, kepala sekolah, petugas sekolah.
b. Memberikan kegiatan lain yang bersifat mendidik.

4.2.4 Refleksi
Pemberian sanksi terhadap siswa yang melakukan kenakalan perlu dilakukan oleh guru / pihak sekolah, agar para siswa dapat mengambil hikmah dari apa yang dilakukannya.
Berdasarkan angket yang diberikan kepada siswa diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 4.15
Pemberian Sanksi

No. Alternatif jawaban F P (%)
1. a. Sering 0 0
b. Pernah 29 96,77
c. Tidak Pernah 1 2,23
Jumlah 30 100

Berdasarkan data dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa pernah diberi sanksi oleh pihak sekolah jika melakukan kenakalan atau melanggar tata tertib sekolah yaitu 96,77%.
Berdasarkan penyebaran angket tentang bentuk sanksi yang diberikan oleh pihak sekolah diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.16
Bentuk Sanksi
Tabel 4.15
Pemberian Sanksi

No. Alternatif jawaban F P (%)
2 a. Teguran 23 76,66
b. Surat Peringatan 1 3,33
c. Disuruh lapor 2 6,06
d. Tidak boleh mengikuti pelajaran 4 13,33
Jumlah 30 100

Berdasarkan data tabel di atas dapat diambil bahwa bentuk sanksi yang lebih banyak diberikan kepada siswa adalah teguran, terbukti dengan prosentasenya sebesar 76,66%. Sedangkan bentuk sanksi yang hampir tidak pernah adalah surat peringatan. Diantara 30 siswa hanya seorang siswa yang menyatakan pernah diberi sanksi berupa surat peringatan.
Bentuk-bentuk kenakalan siswa tentunya sangat banyak terjadi di kalangan sekolah maupun di lingkungan kita, baik jumlah dan jenisnya, dan sudah barang tentu tidak seluruhnya dapat diketahui oleh pihak sekolah. Hal ini disebabkan karena siswa tidak hanya tinggal di sekolah, akan tetapi juga dalam keluarga dan masyarakat.
Bentuk-bentuk kenakalan siswa secara kualitatif dan secara kuantitatif yang terjadi di SMP Negeri 1 Jombang sebenarnya masih dalam taraf pelanggaran taat tertib sekolah dan belum sampai kepada tindakan-tindakan kriminal yang melibatkan pihak yang berwajib.
Adapun yang terjadi menjadi faktor-faktor penghambat dalam upaya penanggulangan kenakalan siswa adalah antara lain :
1. Terjadinya keanekaragaman bentuk pelanggaran yang dilakukan siswa, sehingga membuat guru pembimbing agak kewalahan.
2. Kurangnya motivasi yang diberikan oleh keluarga/ pihak sekolah, sehingga siswa sulit untuk dibimbing dan diarahkan.
3. Kurangnya kesadaran dan perhatian orang tua/wali murid terhadap permasalahan yang dihadapi oleh putra-putrinya, sehingga dapat mempersulit dalam upaya mencarikan penyelesaian.
4. Adanya ketidakterbukaan pihak keluarga siswa, karena merka beranggapan bahwa hal itu dianggap rahasia keluarganya dan orang lain tidak boleh tahu, termasuk pihak sekolah.
5. Minimnya dana menjadi salah satu faktor penghambat dalam mengadakan kegiatan penanggulangan kenakalan siswa.


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana di bahas di muka, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Upaya guru pembimbing dalam mendeskripsikan bentuk dan jenis-jenis kenakalan siswa secara kualitatif dan kuantitatif terlihat cukup berhasil. Klasifikasi bentuk dan jenis kenakalan siswa telah dapat dikategorikan kedalam kategori kenakalan ringan, kenakalan sedang, dan kenakalan berat.
2. Upaya guru pembimbing dalam menanggulangi kenakalan siswa tampak lebih komprogensif dibanding dengan upaya-upaya yang dilakukan oleh guru PAI. Tetapi, upaya yang dilakukan oleh guru pembimbing tidak akan berhasil tanpa disertai oleh upaya yang sejalan sebagaimana dilakukan oleh guru PAI.
3. Upaya guru pembimbing dapat dikatakan sebagai dua upaya yang saling terkait dan bersinambungan satu sama lain dalam upaya menanggulangi kenakalan siswa.
4. Upaya penanggulangan siswa di SMP Negeri 1 Jombang tempaknya menjadi wewenang dan tanggung jawab utama guru pembimbing. Kondisi ini membuat komponen-komponen lain di sekolah sebagai bagian dari keseluruhan terkesan hanya sebagai kepanjangan tangan dari keputusan dan kebijakan guru pembimbing. Tetapi di satu sisi kondisi ini memotivasi guru pembimbing untuk melaksanakan tugas-tugas yang diamanatkan dalam menanggulangi kenakalan siswa.

5.2 Saran-saran
1. Kerjasama yang baik antar guru dengan kepala sekolah, guru dengan personil sekolah lainnya hendaknya lebih dapat diintensifkan lagi, sehingga dapat meningkatkan kemajuan sekolah secara bersama-sama.
2. Hendaknya pihak sekolah mengadakan kegiatan pembinaan bagi orang tua/wali agar mereka lebih menyadari akan pentingnya perhatian dalam mendidik putra-putrinya, sehingga dapat meminimalisir kenakalannya.
3. Para siswa hendaknya dapat menyadari bahwa melakukan kenakalan dan pelanggaran terhadap tata tertib sekolah, di rumah dan di masyarakat adalah merupakan tindakan yang tidak terpuji.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts



 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. GUS AFLACH - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger